Sepenggal Catatan Kecil yang Tertinggal
Oleh : MUHAMMAD THOHIRAN
senapelan_mt@yahoo.co.id
Oleh : MUHAMMAD THOHIRAN
senapelan_mt@yahoo.co.id
Syahdan, dalam sebuah inspeksi rutin (mulaahadzoh), Allah SWT sempat dibuat tersenyum simpul menyaksikan sebagian hamba-Nya yang tinggal di jagad semesta ini terlihat tengah dikejar-kejar setumpuk rasa takut yang terus mengintai sisi-sisi kehidupannya. Tanpa kenal lelah, manusia pun berlari dan terus berlari meninggalkan “hantu” ketakutan itu, meski sangat menyadari benar, tak tahu harus ke mana tujuan akhir yang ingin dicapai.
Rasa takut itu terus mengalir begitu derasnya, menyinggahi seluruh pembuluh darah dan bergayut di lorong degup nalar dan perasaannya. Manusia pun seakan takut mati, takut hidup miskin, takut tidak terhormat, takut kehilangan jabatan, takut kehilangan kesempatan, takut kehilangan cinta, takut kehilangan relasi, takut kehilangan harta, takut kalah, takut tidak aman serta 1001 macam perasaan takut lainnya.
Namun, roda kehidupan terus saja berputar seakan tak pernah lelah dan peduli dengan keperihan semesta. Teriakan jiwa pun seakan tercecer digilas zaman. Maka, jadilah manusia sekelompok makhluk paranoid yang tak pernah merasa tenang, damai dan aman. Sementara berbagai cabaran terus menyeruak dan menghentak di dalam nadi kehidupan ini.
Allah SWT Yang Mahatahu, langsung mafhum, melihat manusia yang tengah menjadi korban keganasan rasa takut (al-khouf) yang teramat sangat, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan." (QS.2:155). Hingga tak jelas arah mana yang harus ditempuh. Lantas, apakah kita masih dapat mengarahkan diri kita sesuai dengan tujuan yang kita inginkan itu? Tak ada jalan kecuali, "Fa firruu ilallah", berlari menuju Allah (QS.50:51).
Untuk itu, marilah kita berehat sejenak. Untuk kembali berdiam diri. Merenung sambil mempertanyakan ke dalam diri apa sebenarnya yang ingin kita cari. Menyisakan sebuah ruang untuk sesuatu yang indah di dalam diri kita agar tidak tersesat jauh. Agar kita tidak menjadi manusia merana di tengah kelimpahan duniawi. Agar kita tidak menjadi manusia-manusia sepi di tengah kebisingan zaman.
Hari demi hari terus bergulir dan tahun pun berganti. Sementara ritualitas spiritual tak lagi mampu membuahkan mozaik kemabruran bagi bangsa ini. Kini, tinggallah Islam sebagai buah tutur dan spritualitas aksesoris belaka. Sekadar perhiasan luar yang keletah dan genit. Islam seakan tak lagi mampu menjadi mozaik tindakan. Bak buih semata, Islam telah berubah corak menjadi sebuah prosesi yang miskin kepekaan, miskin spiritual serta miskin nurani, yang tentunya lebih berbahaya dari sekadar miskin harta. Maka terlahirlah suatu komunitas yang memiliki narasi lisan yang selalu dipoles serba baik, tapi berperilaku nyata penuh dengan carut-marut hingga berwajah dasamuka.
Mungkin selama ini tak ada lagi yang tersisa dari anak bangsa ini yang tidak pandai berkata-kata. Semua ingin bicara dan semuanya ingin dibicarakan. Semua ingin berkata-kata dan semuanya ingin agar kata-katanya didengar. Sepertinya tak pernah lagi ada waktu untuk menggugat diri sendiri. Akibatnya begitu banyak persoalan yang ditimbulkannya, sebanyak kata-kata yang meluncur deras dari pikiran-pikirannya.
Tahun baru kembali datang menghampiri kita. Namun bangsa yang berdiam di negeri rantau Nusantara yang selama ini terkenal amat religius, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai ketimuran, serta sarat dengan keagungan adat, sungguh dalam beberapa tahun terakhir ini, telah terjerembab ke dalam sumur keperihan dengan setumpuk persoalan yang tak terbayangkan sebelumnya. Sebuah cacatan kecil yang tertinggal, yang harus dapat menjadi perenungan bagi kita semua hingga mampu menjentik nurani kesadaran kita untuk segera berbenah diri.
Selamat Menyongsong Tahun Baru Islam 1429 H dan Tahun Baru Masehi 2008. Semoga Allah memberkati jalan yang kita tempuh. Amiin.
0 komentar:
Posting Komentar