tag:blogger.com,1999:blog-69432203793610528282024-03-13T07:33:11.326+07:00Kubah SenapelanKubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.comBlogger46125tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-42755513939214791672009-09-03T13:33:00.010+07:002009-09-03T13:46:08.927+07:00Sekapur Sirih<div style="text-align: center; font-weight: bold;"><span style="font-size:180%;">Salam Takzim<br /></span></div><br /><br />Assalammu biakmal al-tahiyyah<br /><br />Bermula dari sebuah kegetiran untuk mempertahankan zuriat Melayu yang terlihat mulai memudar di kalangan generasi Melayu saat ini, telah menyadarkan kami untuk segera melakukan suatu upaya dengan berpondasi di atas akar sejarah dan tidak bersandar pada udara hampa, dalam sebuah konsepsi kesadaran bagaimana seorang Melayu memandang dirinya dan dapat kembali merebak dalam takungan yang bermartabat.<br /><br /><span class="fullpost">Tapi kini, berbagai fenomena mencolok dan transparan dalam lompatan kemajuan teknologi komunikasi-informasi, telah melahirkan dunia ini laksana sebuah kampung yang mau tak mau harus siap bergumul dalam sebuah pertarungan budaya global.<br /><br />Kami begitu merasakan adanya gejala kultural mulai menepinya nilai-nilai kemelayuan yang semula terpancang kokoh di jagat semesta ini kini seakan terseret ke dalam lumpur sub kultur gelanggang pertarungan era globalisasi komunikasi informasi.<br /><br />Akibatnya, nilai-nilai luhur yang telah dipertontonkan oleh para pendahulu kita di masa lalu dan pernah terpatri di dalam cermin sejarah Melayu seakan bermakna usang di dalam dinamika kehidupan global dan telah membuat jarak antara masyarakat Melayu dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam kebudayaan Melayu itu sendiri.<br /><br />Diakui, jauh sebelum kedatangan Islam, kebudayaan Melayu, seperti yang diungkapkan oleh Hasan Junus, tidak lebih dari sebuah kebudayaan pinggiran yang tidak memperlihatkan mutu intelektual yang mengesankan. Namun, dengan adanya kebijaksanaan Islam yang telah memilih jalan budaya tersebut, telah mampu memberikan gagasan-gagasan baru dalam kehidupan seni budaya Melayu dan membuat suku Melayu memiliki adat yang diwarnai dengan Islam.dan kokoh menjadi stamina spiritual kehidupan masyarakat dan kebudayaan Melayu.<br /><br />Resa untuk mempertahankan martabat itulah yang mendorong kami untuk merintis Media Kubah Senapelan, sebuah media kumunikasi yang berorientasi kepada penyampaian syi’ar Islam dan budaya Melayu, dengan kata-kata yang sederhana, sahaja, mudah dan membumi yang disesuaikan dengan lafal Melayu. Sebuah kesadaran yang bermula dari sebuah pengakuan bagaimana mensiasati fenomena globalisasi yang dapat mempercepat pudarnya identitas dan jati diri kemelayuan kita. Karena sesungguhnya arus budaya global tak dapat dibendung hanya dengan mitos kekebalan budaya lokal semata, sehingga gesekan dan bentukan budaya pun tak dapat terelakkan.<br /><br />Berpijak dari resa itulah, Kubah Senapelan akan terus berupaya sekuat tenaga untuk memanifestasi gagasan tersebut guna mewujudkan dan mengekspresikan potensi nalar dan otoritas hati, pikiran dan perasaan, dengan kata-kata yang sederhana, sahaja, mudah dan membumi, yang disesuaikan dengan lafal Melayu. Menyajikan berbagai informasi dalam koridor syi’ar Islam yang berbudaya Melayu, tak lain dikarenakan ingin mengambil peran dalam media komunikasi dan informasi di Bumi Lancang Kuning ini sebagai wujud bakti Anak Negeri.<br /><br />Terlepas dari itu semua, tujuan kami tak lain adalah untuk menyampaikan berbagai tulisan ataupun informasi yang menyangkut harkat dan martabat Melayu di masa lalu dan masa kini hingga dapat mencapai masyarakat, dan bisa menjadi mata rantai yang bersambung terus dalam leretan kebudayaan Melayu dan dapat tegak anggun ranggi menjulang di langit cakrawala kebudayaan Nusantara.<br /><br />Namun, sebesar apa pun usaha yang kami lakukan sesungguhnyalah bagaikan mendapat sebatang pohon dalam rimba belantara kebudayaan Melayu.<br /><br />Janganlah sampai Lancang Kuning berlayar entah kemane ....<br /><br />Wassalamu biakmal al-tahiyyah<br /><br /><br />Redaksi</span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-707203213318892762009-08-17T06:10:00.023+07:002009-10-26T12:55:31.633+07:00Edisi Agustus 2009<div style="text-align: center;"><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: center;"><div style="text-align: center;"> <span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;"><span style="font-size:100%;">Mengenal</span></span></span><br /></div><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">Kesultanan Pekantua, Kampar</span></span><br /></div><br /><br /><div style="text-align: justify;">Raja yang berkuasa iaitu Sultan Mahmud Syah I mengundurkan dirinya ke Muar (Johor), kemudian ke Bintan dan sekitar tahun 1526 M sampai ke Pekantua Kampar di Riau. Keadaan Pekantua Kampar saat itu juga sedang berkabung karena Raja Abdullah (1511-1515 M), raja Pekantua Kampar yang masih keluarga dekat Sultan Mahmud Syah I, tertangkap saat berjuang membantu melawan Portugis. Beliau akhirnya dibuang ke Gowa di Sulawesi Selatan.<br /><br /><span class="fullpost">Ketika Sultan Mahmud Syah I sampai di Pekantua (1526 M) beliau langsung dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar (1526-1528 M). 2 tahun sesudahnya beliau mangkat dan diberi gelar "Marhum Kampar". Makamnya terletak di Pekantua Kampar dan sudah berkali-kali dipugar oleh raja-raja Pelalawan. Pemugaran terakhir dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten) Pelalawan, Propinsi Riau dan pemerintah Negeri Melaka. Sultan Mahmud Syah I setelah mangkat segera digantikan oleh putera mahkota dari permaisurinya Tun Fatimah, yang bernama Raja Ali, bergelar "Sultan Alauddin Riayat Syah II". Tak lama kemudian, beliau meninggalkan Pekantua ke Tanah Semananjung, mendirikan negeri Kuala Johor, beliau dianggap pendiri Kerajaan Johor. Sebelum meninggalkan Pekantua, beliau menunjuk dan mengangkat Mangkubumi Pekantua (1530-1551 M), yang bernama Tun Perkasa dengan gelar "Raja Muda Tun Perkasa". Dan dilanjutkan Tun Hitam (1551-1575 M) serta Tun Megat (1575-1590 M).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sejak Bila Pelalawan Wujud?</span><br /><br />Wilayah kerajaan Pelalawan yang sekarang menjadi Kabupaten Pelalawan, berawal dari Kerajaan Pekantua yang didirikan oleh Maharaja Indera (sekitar tahun 1380 M). Beliau adalah bekas Orang Besar Kerajaan Temasik (Singapura) yang mendirikan kerajaan ini setelah Temasik dikalahkan oleh Majapahit dipenghujung abad XIV. Sedangkan Raja Temasik terakhir yang bernama Permaisura (Prameswara) mengundurkan dirinya ke Tanah Semenanjung, dan mendirikan kerajaan Melaka.<br /><br />Maharaja Indera (1380-1420 M) membangun kerajaan Pekantua di Sungai Pekantua (di anak sungai Kampar, sekarang termasuk Desa Tolam, Pelalawan, Riau) pada tempat bernama "Pematang Tuo" dan kerajaannya dinamakan "Pekantua". Selain itu Maharaja Indera membangun candi yang bernama "Candi Hyang" di Bukit Tuo (lazim juga disebut Bukit Hyang), namun sekarang lebih dikenal dengan sebutan "Pematang Buluh" atau Pematang Lubuk Emas, sebagai tanda syukurnya dapat mendirikan kerajaan Pekantua. Raja-raja Pekantua yang pernah memerintah setelah Maharaja Indera adalah Maharaja Pura (1420-1445 M), Maharaja Laka (1445-1460 M), Maharaja Syesya (1460-1460 M). Maharaja Jaya (1480-1505 M).<br /><br />Selanjutnya Menjadi Wilayah Melaka Pekantua semakin berkembang, dan mulai dikenal sebagai bandar yang banyak menghasilkan barang-barang perdagangan masa lalu, terutama hasil hutannya. Berita ini sampai pula ke Melaka yang sudah berkembang menjadi bandar penting di perairan Selat Melaka serta menguasai wilayah yang cukup luas, oleh karena itu Melaka bermaksud menguasai Pekantua, sekaligus mengokohkan kekuasaannya di Pesisir Timur Sumatera. Maka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1459-1477 M), dipimpin oleh Sri Nara Diraja, Melaka menyerang Pekantua, dan Pekantua dapat dikalahkan. Selanjutnya Sultan Masyur Syah mengangkat Munawar Syah (1505-1511 M) sebagai Raja Pekantua. Pada upacara penabalan Munawar Syah menjadi raja Pekantua, diumumkan bahwa Kerajaan Pekantua berubah nama menjadi "Kerajaan Pekantua Kampar" dan sejak itu kerajaan Pekantua Kampar sepenuhnya berada dalam naungan Melaka. Pada masa inilah Islam mulai berkembang di Kerajaan Pekantua Kampar.<br /><br />Setelah Munawar Syah mangkat, diangkatlah puteranya Raja Abdullah, menjadi Raja Pekantua Kampar (1511-1515 M). Disaat inilah Melaka jatuh ke Portugis, dan Sultan Melaka (Sultan Mahmud Syah I) mengungsi ke Pekantua Kampar hingga wafatnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Setelah Johor Wujud (Menggantikan Melaka) maka… </span><br /><br />Ketika dipimpim oleh Sultan Abdul Jalil Syah (cucu Sultan Alauddin Riayat Syah II, Raja Pekantua Kampar) kerajaan Johor telah berkembang pesat. Oleh karena itu Tun Megat, merasa sudah sepantasnya untuk mengirim utusan ke Johor untuk meminta salah seorang keturunan Sultan Alauddin Riayat Syah II kembali ke Pekantua Kampar untuk menjadi rajanya. Setelah mufakat dengan Orang-orang Besar Pekantua, maka dikirim utusan ke Johor, terdiri dari: Batin Muncak Rantau (Orang Besar Nilo dan Napuh), Datuk patih Jambuano (Orang Besar Delik dan Dayun), dan Raja Bilang Bungsu (Orang Besar Pesisir Kampar).<br /><br />Sultan Abdul Jalil Syah mengabulkan permintaan Tun Megat, lalu mengirimkan salah seorang keluarga dekatnya yang bernama Raja Abdurrahman untuk menjadi Raja Pekantua. Sekitar tahun 1590 M, Raja Abdurrahman dinobatkan menjadi raja Pekantua Kampar dengan gelar "Maharaja Dinda" (1950-1630 M). Terhadap Johor, kedudukannya tetaplah sebagai Raja Muda Johor. Sebab itu disebut juga "Raja Muda Johor di Pekantua Kampar". Tun Megat yang sebelumnya berkedudukan sebagai Raja Muda, oleh Raja Abdurrahman dikukuhkan menjadi Mangkubumi, mewarisi jabatan kakeknya Tun Perkasa.<br /><br />Setelah mangkat, Maharaja Dinda digantikan oleh Puteranya Maharaja Lela I, yang bergelar Maharaja Lela Utama (1630-1650 M), Tak lama kemudian beliau mangkat, dan digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 M), yang selanjutnya digantikan pula oleh puteranya Maharaja Lela Utama (1675-1686 M). Raja ini selanjutnya digantikan pula oleh puteranya Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691 M).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pekantua Kampar Berganti Menjadi Pelalawan</span><br /><br />Pada masa pemerintahannya, Tanjung Negeri banyak diganggu oleh wabah penyakit yang banyak membawa korban jiwa rakyatnya, namun para pembesar belum mau memindahkan pusat kerajaan karena masih sangat baru. Akhirnya beliau mangkat dan digantikan oleh puteranya Maharaja Muda Lela (1691-1720 M), beliau segera memindahkan pusat kerajaan dari Tanjung Negeri karena dianggap sial akibat wabah penyakit menular yang menyebabkan banyaknya rakyat menjadi korban, termasuk ayahandanya sendiri. Namun upaya itu belum berhasil, karena masing-masing Orang Besar Kerajaan memberikan pendapat yang berbeda. Pada masa pemerintahannya juga, perdagangan dengan Kuantan ditingkatkan melalui Sungai Nilo, setelah mangkat, beliau digantikan oleh puteranya Maharaja Dinda II (1720-1750 M). pada masa pemerintahannya diperoleh kesepakatan untuk memindahkan pusat kerajaan Pekantua Kampar ketempat yang oleh nenek moyangnya sendiri, yakni "Maharaja Lela Utama" pernah dilalaukan (ditandai, dicadangkan) untuk menjadi pusat kerajaan, yaitu di Sungai Rasau, salah satu anak Sungai Kampar jauh di hilir Sungai Nilo.<br /><br />Sekitar tahun 1725 M, dilakukan upacara pemindahan pusat kerajaan dari Tanjung Negeri ke Sungai Rasau. Dalam upacara adat kerajaan itulah Maharaja Dinda II mengumumkan bahwa dengan kepindahan itu, maka nama kerajaan "PEKANTUA KAMPAR", diganti menjadi kerajaan 'PELALAWAN" (Pelalauan), yang artinya tempat lalau-an atau tempat yang sudah dicadangkan. Sejak itu, maka nama kerajaan Pekantua tidak dipakai orang, digantikan dengan nama Pelalawan saja sampai kerajaan itu berakhir tahun 1946. Didalam upacara itu pula gelar beliau yang semua Maharaja Dinda II disempurnakan menjadi Maharaja Dinda Perkasa atau disebut Maharaja lela Dipati. Setelah beliau mangkat, digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bungsu (1750-1775 M), yang membuat kerajaan Pelalawan semakin berkembang pesar, karena beliau membuka hubungan perdagangan dengan Indragiri, Jambi melalui sungai Kerumutan, Nilo dan Panduk. Perdagangan dengan Petapahan (melalui hulu sungai Rasau, Mempura, Kerinci). Perdangan dengan Kampar Kanan dan Kampar Kiri (melalui sungai Kampar) dan beberapa daerah lainnya di pesisir timur Sumatera. Untuk memudahkan tukar menukar barang dagangan, penduduk membuat gudang yang dibuat diatas air disebut bangsal rakit (bangsal rakit inilah yang kemudian berkembang menjadi rumah-rumah rakit, bahkan raja Pelalawan pun pernah membuat istana rakit, disamping istana darat).<br /><br />Ramainya perdagangan di kawasan ini antara lain disebabkan oleh terjadinya kemelut di Johor. Setelah Sultan Mahmud Syah II (Marhum Mangkat Dijulang) mangkat akibat dibunuh oleh Megat Sri Rama, sehingga arus perdagangan beralih ke kawasan pesisir Sumatera bagian timur dan tengah, terutama di sungai-sungai besar seperti Kampar, Siak, Indragiri, dan Rokan. Dalam waktu itulah Pelalawan memanfaatkan bandar-bandar niaga untuk menjadi pusat perdagangan antar wilayah di pesisir timur dan tengah Sumatera.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kemelut di Johor… </span><br /><br />Sultan Mahmud Syah II yang mangkat dibunuh oleh Laksemana Megat Sri Rama tidak berputera, maka penggantinya diangkat Bendahara Tun Habib menjadi Raja Johor yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Tak lama datang Raja Kecil Siak menuntut Tahta Johor, karena beliau mengaku sebagai putera Sultan Mahmud Syah II dengan istrinya yang bernama Encik Pong. (Catatan silsilah raja-raja Siak menyebutkan bahwa ketika Sultan Mahmud Syah II mangkat, Raja Kecil masih dalam kandungan bundanya, yang sengaja diungsikan keluar dari Johor. Dalam pelarian itulah beliau lahir, kemudian dibawa ke Jambi dan dibawa ke Pagarruyung. Disanalah beliau dididik dan dibesarkan, sampai beliau turun kembali ke Johor melalui Sungai Siak untuk mengambil tahta Johor yang sudah diduduki oleh Sultan Abdul Jalil Riayat Syah itu. Mengenai Raja Kecil ini terdapat berbagai versi, ada yang mengakuinya sebagai putera Sultan Mahmud dan ada yang menolaknya. Tetapi para pencatat sejarah dan silsilah dikerajaan Siak dan Pelalawan tetap mengakui bahwa beliau adalah putera Sultan Mahmud Syah II).<br /><br />Raja kecil menduduki tahta Johor bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah. Tetapi kemudian terjadi pula pertikaian dengan iparnya, Raja Sulaiman, putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Pertikaian itu terus berlanjut dengan peperangan berkepanjangan. Raja Sulaiman akhirnya berhasil menduduki tahta Johor, dan bergelar Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah dengan bantuan lima orang putera bangsawan Bugis (1722-1760). Sedangkan Raja Kecil yang menduduki tahta Johor sebelumnya (1717-1722 M) mengundurkan dirinya ke Siak, kemudian membuat negeri di Buantan. Inilah awal berdirinya kerajaan Siak Sri Indrapura. Raja Kecil memerintah Siak sejak 1722-1746 M. Sehingga di pantai timur Sumatra (Riau) wujud 2 kerajaan iaitu Siak dan Pelalawan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pelalawan Melepaskan Diri dari Johor…tetapi Siak Pula Mencengkeram</span><br /><br />Berlangsungnya kerusuhan di Johor itu menyebabkan Pelalawan melepaskan dirinya dari ikatan Johor, apalagi berita yang sampai ke Pelalawan mengatakan, yang memerintah di Kerajaan Johor sekarang bukan lagi keturunan Sultan Alaudin Riayat Syah, yang dulunya menjadi raja Pekantua Kampar.<br /><br />Pada masa Sultan Syarif Ali berkuasa di Siak (1784-1811 M), beliau menuntut agar Kerajaan Pelalawan mengakui Kerajaan Siak sebagai yang "Dipertuan", karena beliau adalah pewaris Raja Kecil, putera Sultan Mahmud Syah II Johor. Pelalawan yang diperintah Maharaja Lela menolaknya. Maka pada tahun 1797 dan 1798, kerajaan Siak menyerang kerajaan Pelalawan. Serangan pertama yang dipimpin oleh Said Syahabuddin dapat dipatahkan kerajaan Pelalawan, namun serangan berikutnya yang dipimpin oleh Said Abdurrahman, adik Sultan Syarif Ali dapat menaklukan kerajaan Pelalawan. Sultan Said Abdurrahman melakukan ikatan persaudaraan yang disebut "Begito" (pengakuan bersaudara dunia akhirat) dengan Maharaja Lela II, raja Pelalawan yang dikalahkannya, karena merasa sama-sama keturunan Johor, kemudian mengangkatnya menjadi Orang Besar Kerajaan Pelalawan dengan gelar Datuk Engku Raja Lela Putera. Said Abdurrahman kemudian dinobatkan menjadi Raja Pelalawan dengan gelar Syarif Abdurrahman Fakhruddin (1798-1822 M). Sejak itu kerajaan Pelalawan diperintah oleh raja-raja keturunan Said Abdurrahman, saudara kandung Syarif Ali, Sultan Siak, sampai kepada raja Pelalawan terakhir, raja-raja itu adalah: Syarif Abdurrahman (1798 - 1822 M) ; Syarif Hasyim (1822 - 1828 M); Syarif Ismail (1828 - 1844 M); Syarif Hamid (1844 - 1866 M); Syarif Ja'afar (1866 - 1872 M); Syarif Abubakar (1872 - 1886 M) ; Tengku Sontol Said Ali (1886 - 1892 M) ; Syarif Hasyim II (1892 - 1930 M); Tengku Said Osman (Pemangku Sultan) (1892 - 1930 M); Syarif Harun (Tengku Said Harun) (1941- 1946M)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pelalawan Hari ini… </span><br /><br />Sebagai bahagian taklukan Siak, Pemerintahan kecil ini sempat diberi wewenang mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri melalui perjanjian lange verlaring saat penjajahan Belanda. Selepas kemerdekaan Indonesia, ia masuk wilayah Kampar di Provinsi Riau. Tetapi, sejak 12 Oktober 1999, Kabupaten Pelalawan resmi berdiri, memisahkan diri dari Kampar. Pelalawan berjiran dengan Siak di utara, Kampar di barat, Kuantan, Inderagiri Hulu, Inderagiri Hilir di Selatan dan Kepulauan Karimun di timur.<br /><br />Pusat pemerintahannya ada di Pengkalan Kerinci. Ia mulai dikenal orang ketika PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) didirikan tahun 1992. Pabrik ini memiliki kapasitas produksi pulp terbesar di Asia Tenggara, yaitu 2 juta ton per tahun. Sementara produk kertas 450.000 ton per tahun. Selain itu, Aliran sungai Kampar juga berkuala di Pelalawan ini dimana fenomena alam yang datang sebelum pasang yang disebut ‘BONO’ terjadi. Air laut mengalir masuk dan bertemu dengan air sungai Kampar sehingga terjadi gelombang dengan kecepatan yang cukup tinggi, dan menghasilkan suara seperti suara guntur dan suara angin kencang. Pada musim pasang tinggi, gelombang sungai Kampar bisa mencapai 4-6 meter, membentang dari tepi ke tepi menutupi keseluruhan badan sungai. Peristiwa ini terjadi setiap hari, siang maupun malam hari. Hal yang menarik turis ke objek wisata ini adalah kegiatan berenang, memancing, naik sampan, dan kegiatan rekreasi air lainnya.<br /><br />Taman Nasional Kerumutan juga terletak di Pelalawan, dengan luas hutan mencapai 93.222,20 hektare hutan liar yang dihuni oleh beberapa hewan dan pohon yang dilindungi seperti: timber (shorea ASP), punak (tetrameriotaglabra miq), Nipa Palm (Nypa Fruticons), Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatraensis), Macan Tutul (Neovelis Nebulosa), Ikan Arwana (Scheropoges Formasus), Itik Liar (Cairina Scutalata), dan lain-lain<br /><br /><br /><p class="MsoNormal" style="text-align: right;"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-style: italic;font-size:85%;" >http://sriandalas.multiply.com/journal/item/16</span><o:p></o:p></span></p><br /><br /></span></div></div>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-69605807651818632972009-08-17T05:50:00.025+07:002009-08-29T02:19:13.631+07:00Edisi Agustus 2009<!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Arial Narrow"; panose-1:2 11 5 6 2 2 2 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;} @font-face {font-family:Calibri; mso-font-alt:"Century Gothic"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; text-align:justify; line-height:150%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:Calibri; mso-ansi-language:IN;} p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter {mso-style-link:" Char Char"; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; text-align:justify; line-height:150%; mso-pagination:widow-orphan; tab-stops:center 3.0in right 6.0in; font-size:11.0pt; font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:Calibri; mso-ansi-language:IN;} span.MsoPageNumber {font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} p.ListParagraph, li.ListParagraph, div.ListParagraph {mso-style-name:"List Paragraph"; margin-top:0in; margin-right:0in; margin-bottom:0in; margin-left:.5in; margin-bottom:.0001pt; text-align:justify; line-height:150%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:Calibri; mso-ansi-language:IN;} span.CharChar {mso-style-name:" Char Char"; mso-style-noshow:yes; mso-style-locked:yes; mso-style-link:Footer; mso-ansi-font-size:11.0pt; mso-bidi-font-size:11.0pt; font-family:Calibri; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:Calibri; mso-ansi-language:IN; mso-fareast-language:EN-US; mso-bidi-language:AR-SA;} @page Section1 {size:595.35pt 822.15pt; margin:85.05pt 56.7pt 71.9pt 99.25pt; mso-header-margin:35.45pt; mso-footer-margin:35.45pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --><div style="text-align: center;"> <span style="font-weight: bold;"><span style="font-size:130%;"></span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Bandar Senapelan</span><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">,<br />Suntingan Kisah Negeri Impian</span></span><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;"> di Hulu Siak </span></span><br /><span style="font-weight: bold;font-size:100%;" >Oleh : Muhammad Thohiran</span><br /></div><br /><br />Bandar Senapelan adalah sebuah tapak tanah di dalam wilayah tradisi dan adat budaya Kerajaan Siak yang mesti dirawat dengan semangat dan suntingan Siak karena sepanjang sejarahnya Senapelan sempat menjadi titian jiwa menuju ke dunia luar di sebelah hulu bagi Siak.<br /><br /><span class="fullpost">Bersandar pada khazanah budaya lokal puak Batin Senapelan, puak Pebilang Pengambang dan puak Tenayan dalam suntingan kemilau khazanah Siak telah membuat Pekanbaru menjadi geriang sulingan kisah tersendiri yang ingin menghidangkan kedalaman masa lalu dalam riak gelombang kekinian.<br /><br />Meskipun tak ada cacatan sejarah yang pasti sejak kapan orang Senapelan mulai mengenal upacara adat perkawinan sebagai bagian terpenting dalam tradisinya. Namun, dengan kebijaksanaan Islam, yang kemudian merentas di celah-celah bilik adat yang berakar dari kemilau budaya Kerajaan Siak, telah merekah dalam suatu pahatan indah di atas selasar budaya masyarakat Melayu Pekanbaru.<br /><br />Tapi, catatan sejarah yang ditulis almarhum Imam Suhil Siak menunjukkan hari Selasa 21 Rajab 1204 H bersempena 23 Juni 1784 M sebagai awal berdirinya Negeri Sakti Rantau Bertuah ini. Kota Pekanbaru yang kala itu dikenal dengan sebutan Bandar Senapelan, terletak di pinggir Sungai Siak. Persisnya di muara sungai-sungai kecil Senapelan, Sungai Sago, Sungai Limau, Sungai Sail, Sungai Tenayan, dan Sungai Air Hitam di kawasan Kampung Dalam, Kampung Baru, Tanjung Rhu, Tampan, Palas, dan Tenayan terus menggeliat.<br /><br />Bermula ketika Tengku Alamudinsyah dinobatkan sebagai Sultan ke-4 di Kerajaan Siak tahun 1767 dengan gelar Sultan Abdul Jalil Alamudinsyah merasakan tekanan Belanda yang semakin sewenang-wenang dan sangat mempengaruhi pemerintahan yang dipimpinnya maka Sultan Alam pun mengambil keputusan memindahkan pusat Kerajaan Siak dari Mempura ke Bandar Senapelan (Payung Sekaki). Untuk memajukan perdagangan di Senapelan Sultan Alamudinsyah membuat pekan (pasar) di Senapelan mengingat letaknya yang sangat strategis karena berada di persimpangan pusat perdagangan antar daerah di tengah pulau Sumatra.<br /><br />Cita-cita Sultan Alamudinsah untuk membangun pusat perdagangan tersebut kemudian dilanjutkan oleh putra beliau Sultan Muhamad Ali, karena belum sempat pasar itu berkembang Raja Alam meninggal dunia dan beliau dimakamkan di samping Masjid Raya yang disebut Marhum Bukit. Dengan kerja keras dan berbagai rintangan dibangun kembali pasar (pekan) di sekitar pelabuhan sekarang.<br /><br />Sejak terbunuhnya Sultan Mahmud Syah II di tahun 1699, daerah-daerah Melayu di seberang Semenanjung yang selama ini berdaulat kepada Kesultanan Johor menjadi terpecah dan akhirnya dikuasai oleh dua kekuatan utama, yaitu Kesultanan Siak Daarussalamul Qiam dan Kesultanan Lingga. Berkat kebijaksanaan Islam yang telah memilih jalan budaya dalam mengembangkan sayap-sayap kerohaniannya di tanah Melayu telah menimbulkan pesona budaya yang begitu kemilau, sehingga telah menempatkan Kerajaan Siak sebagai pilar penyanggah dan pelindung utama adat serta budaya Melayu di pesisir timur Sumatera selain Kesultanan Lingga di Kepulauan Riau.<br /><br />Kepindahan pusat kerajaan dan pemerintahan Sultan Alamudinsyah ke Senapelan juga berlanjut dengan membawa tradisi, resam, adat istiadat serta hukum Kerajaan Siak dan dipatuhi oleh masyarakat Melayu Pekanbaru di Kampung Senapelan dan sekitarnya. Sebagai pusat kerajaan Siak yang baru, Sultan Alamuddin Syah mendirikan mesjid, istana, balai kerapatan adat, pesanggerahan dan kuburan. Acara-acara tradisional pun berkembang di kawasan kekuasaan Kerajaan Siak ini.<br /><br />Datuk Bandar Senapelan bersama Dewan Kerajaan, yaitu Datuk Empat Suku (Datuk Pesisir, Datuk Lima Puluh, Datuk Tanah Datar, Datuk Kampar) terus berperan aktif dalam memartabatkan budaya Melayu. Peran ketua adat, orang tua-tua, ulama, imam dan orang patut pun memancarkan cahaya kemilau dalam memberikan nasehat Tunjuk Ajar.<br /><br />Tradisi adat pun dianjung dan disanjung. Nilai-nilai tunjuk ajar Melayu yang handal telah dapat mengekalkan jati diri kemelayuan masyarakat Pekanbaru. Meneduhkan siapa saja yang bernaung di bawahnya dalam payung yang bermarwah yang disebut “Payung Panji Adat”.<br /><br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-style: italic;">Dari berbagai sumber</span></span><br /></div><br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-39992590323619504532009-08-16T18:14:00.008+07:002009-08-16T18:46:59.067+07:00Edisi Agustus 2009<div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">Artefak Masa Prasejarah</span><br /><span style="font-weight: bold;">Ditemukan di Riau</span></span><br /></div><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Pekanbaru, (ANTARA News)</span> - Tim peneliti Pusat Studi Kebudayaan Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan artefak berupa alat batu dari masa Pleistosen di daerah aliran sungai (DAS) Sungai Sengingi, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau.<br /></div><br /><span class="fullpost"><br />"Temuan ini membuktikan bahwa ada kehidupan prasejarah di wilayah Provinsi Riau," kata Ketua tim peneliti Dr. Widya Nayati kepada ANTARA di Pekanbaru, Kamis.<br /><br />Alat batu yang ditemukan antara lain kapak penetak, perimbas, serut, serpih dan batu inti yang merupakan bahan dasar pembuatan alat serut dan serpih.<br /><br />Tim peneliti juga menemukan beberapa fosil kayu yang diprakirakan berusia lebih tua dari alat-alat batu itu sehingga bisa disimpulkan Riau telah dihuni sejak masa prasejarah antara 10.000-40.000 SM.<br /><br />Namun, hingga kini peneliti belum menemukan fosil manusia pendukungnya.<br /><br />"Berdasarkan persamaan temuan budaya paleolitiknya, maka diduga manusia pendukung alat batu yang ditemukan di Riau adalah Homo Sapiens atau Pithecantropus seperti yang pernah ditemukan di Sangiran, Jawa Tengah," ujarnya.<br /><br />Widya menjelaskan, penemuan ini tidak disengaja karena sebenarnya tim peneliti sedang bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Riau untuk penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kebudayaan Melayu.<br /><br />Mereka melakukan survei pertama pada Juni 2009 dimana ditengarai ada nisan dari fosil kayu di Taluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi.<br /><br />Dari penelusuran, secara geologis ditemukan teras-teras sungai purba pada masa Pleistosen yang endapannya mengandung material bahan untuk pembuatan alat litik di sekitar daerah Logas.<br /><br />Sungai purba tersebut diperkirakan adalah Sungai Indragiri kuno dan memiliki tiga teras. Teras sungai purba kini telah menjadi perbukitan, permukiman dan jalan, serta DAS Sungai Sengingi.<br /><br />Survei permukaan di anak sungai Indragiri kuno pada Juni menemukan sebuah kapak penetak setinggi 12 centimeter (cm), lebar sembilan cm, dan tebal lima cm.<br /><br />"Selanjutnya kami terus menemukan alat batu dan fosil kayu pada radius 10 kilometer di Logas," ujarnya.<br /><br />Ia mengatakan penemuan bukti kehidupan prasejarah yang pertama di Riau tersebut membuktikan ada kehidupan lebih tua di Riau yang selama ini selalu mengacu pada penemuan Candi Muara Takus bercirii Budha di Kambupaten Kampar sebagai titik poinnya.<br /><br />Bukti keberadaan permukiman zaman paleolitik di Sumatera selama ini hanya ditemukan di dua tempat, yaitu daerah Lahat, Sumatera Selatan dan Kalianda, Lampung.<br /><br />"Penemuan ini akan sangat berguna bagi arkeologi Indonesia, Asia Tenggara, bahkan untuk dunia," ujarnya.<br /><br />Arkeolog Agus Trihascahyo mengatakan, penemuan alat batu tersebut tidak begitu sulit karena cukup melakukan penggalian sekitar 15 centimeter hingga dua meter di DAS Sengingi.<br /><br />Menurut dia, alat batu tersebut memiliki kekerasan tujuh skala mosh. Untuk perbandingan, batu berlian mempunyai kekerasan 10 skala mosch.<br /><br />Alat batu itu disebut artefak prasejarah berdasarkan sejumlah titik pukul yang menunjukkan ciri pemangkasan dalam pembuatan kapak purba. Selain itu, terdapat pula bekas pemakaian (retus) pada sisi tajam kapak yang menunjukkan bahwa alat batu tersebut pernah digunakan oleh manusia purba.<br /><br />"Meski begitu, kami masih memerlukan analisis detail untuk menentukan kepastian umur alat-alat batu," katanya.<br /><br />Analisis detail akan dilakukan di Yogyakarta dan kemungkinan dipublikasan hasilnya sekitar tiga minggu mendatang, sementara hak paten penemuan akan menjadi milik UGM dan Pemerintah Provinsi Riau. (*)<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">COPYRIGHT © 2009 ANTARA</span><br /><span style="font-style: italic;">PubDate: 13/08/09 10:56</span></span><br /></div></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-83526586853987070332009-08-13T03:01:00.009+07:002009-08-19T00:39:06.172+07:00Edisi Agustus 2009<div style="text-align: center;"> <span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">Asal Muasal nama "SUMATERA"</span></span><br /></div><br /><br />NAMA ASLI pulau Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah "Pulau Emas". Istilah pulau ameh kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau mereka yang besar itu. Seorang ******* dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut pulau Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti "negeri emas".<br /><br /><span class="fullpost">Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa ("pulau emas") atau Suwarnabhumi ("tanah emas"). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.<br /><br />Para musafir Arab menyebut pulau Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Cuma entah kenapa, ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilanka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa!<br /><br />Di kalangan bangsa Yunani purba, Pulau Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.<br /><br />Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya 'pulau emas'. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi tanah air kita, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.<br /><br />Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ophir. Kitab Al-Qur'an, Surat Al-Anbiya' 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke "tanah yang Kami berkati atasnya" (al-ardha l-lati barak-Na fiha).<br /><br />Di manakah gerangan letak negeri Ophir yang diberkati Allah itu? Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera! Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ophir-nya Nabi Sulaiman a.s.<br /><br />Lalu dari manakah gerangan nama "Sumatera" yang kini umum digunakan baik secara nasional maupun oleh dunia internasional? Ternyata nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau. Sama halnya dengan pulau Kalimantan yang pernah disebut Borneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang mula-mula didatangi orang Eropa. Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama Selaparang, sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang yang mula-mula disinggahi pelaut Portugis. Memang orang Eropa seenaknya saja mengubah-ubah nama tempat. Hampir saja negara kita bernama "Hindia Timur" (East Indies), tetapi untunglah ada George Samuel Windsor Earl dan James Richardson Logan yang menciptakan istilah Indonesia, sehingga kita-kita ini tidak menjadi orang "Indian"! (Lihat artikel penulis, "Asal-Usul Nama Indonesia", Harian Pikiran Rakyat, Bandung, tanggal 16 Agustus 2004, yang telah dijadikan salah satu referensi dalam Wikipedia artikel "Indonesia").<br /><br />Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.<br /><br />Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d'Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak 'benar': Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih 'kacau' menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.<br /><br />Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah kita: Sumatera.<br /><br /><br /><div style="text-align: right;"> <span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">Sumber:</span><br /><span style="font-style: italic;">http://media-jakarta.blogspot.com/20...-sumatera.html</span></span> </div></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-8050565315388487332009-08-12T23:33:00.137+07:002009-08-29T08:18:44.420+07:00Edisi Agustus 2009<div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Kajian Naskhah</span><br /><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Undang-Undang Adat Melayu di London</span></span><br /><span style="font-weight: bold;">Oleh : Jelani Harun, Ph. D</span><br /><span style="font-style: italic;">Bahagian Kesusasteraan, Pusat Pengajian Ilmu Kemanusiaan,</span><br /><span style="font-style: italic;">Universiti Sains Malaysia, 11800 Minden, Pulau Pinang</span><br /><br /></div><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_tG7xZl7BqXg/SphXolDM74I/AAAAAAAAANg/T23gUxROXuc/s1600-h/IMG_5157.jpg"><br /></a><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Pengenalan</span><br /></div></div><br /><div style="text-align: justify;">Kajian terhadap undang-undang kesultanan Melayu sudah menarik minat ramai pegawai Inggeris sejak abad ke-18 lagi dalam usaha mereka mendekati dan seterusnya memerintah masyarakat Melayu.<span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">1</span> Antara pegawai Inggeris yang dimaksudkan itu adalah W. Marsden, T.S. Raffles, J.R. Logan, J. Rigby, W.E. Maxwell dan R.J. Wilkinson. Sehubungan itu, banyak manuskrip undang-undang telah mereka kumpulkan dan banyak penulisan telah mereka terbitkan daripada koleksi manuskrip itu.<br /></div><br /><span class="fullpost">Dalam konteks ini, penerbitan “On the Malayu Nation, with a Translation of its Maritime Institutions” dalam Asiatick Researches (1816) oleh Thomas Stamford Raffles (1781-1826) telah membawa erti yang besar dalam sejarah penelitian undang-undang kesultanan Melayu.<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">2</span> Melalui tulisan ini, buat pertama kalinya sebuah naskhah undang-undang Melayu telah mengisi ruangan dalam sebuah jurnal yang berpengaruh di kalangan pembaca Eropah ketika itu. Antara lain, Raffles (1816: 104) menyatakan:<br /></span><div style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><blockquote><span style="font-style: italic;">Independent of the laws of the Koran, which are more or less observed in the various Malay states, according to the influence of their Arabian and Muhammedan teachers, but seldom, further than they affect matters of religion, marriage and inheritance; the Malay states possess several codes of laws denominated Undang-Undang, or Institutions, of different antiquity and authority, compiled by their respective sovereigns: and every state of any extent possesses its own </span>Undang-Undang.</blockquote></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Raffles turut mencatatkan beberapa usaha yang telah dilakukannya bagi mengumpul manuskrip Melayu untuk dijadikan bahan kajian tentang kewujudan undang-undang kesultanan Melayu.<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">3 </span>Antara manuskrip undang-undang yang telah diperolehinya adalah U<span style="font-style: italic;">ndang-Undang Kedah,</span> <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Melaka,</span> <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Johor</span> dan <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Laut Melaka.</span> Melalui pengumpulan ini, beliau berharap akan dapat membentuk sebuah Digest of the Malay Laws. Yang lebih menarik perhatian pada ketika itu ialah Raffles sudah memikirkan perlunya suatu kajian yang menyeluruh terhadap naskhah undang-undang Melayu dan hubungannya dengan teks serta budaya tradisi kehidupan yang lain bagi memerikan undang-undang adat Melayu secara keseluruhannya. Demikian Raffles menulis (1816: 105):<br /><blockquote> <span style="font-style: italic;">I have long been engaged, as far as the severe duties of my public situation would admit, in collecting Malay manuscripts of every description, and in particular, copies of the Undang-Undang Malayu, which, with the various collections of Addat, or immemorial customs, and what may be usefully extracted from the Sejarah Malayu, and Akal Malayu, or annals and traditions of the Malays, comprise what may be termed the whole body of the Malay laws, customs and usages, as far as they can be considered as original, under the heads of government, property, slavery, inheritance and commerce. </span></blockquote>Pandangan Raffles itu sudah berusia hampir 190 tahun, sedangkan perkara yang diutarakannya masih belum berlaku dengan sempurna sehingga hari ini. Kajian terhadap undang-undang adat Melayu masih belum mencapai tahap yang sepatutnya. Ini adalah cabaran yang harus disambut sarjana pengajian Melayu. Pada Julai 1879, Raffles menerbitkan “The Maritime Code of the Malays” dalam <span style="font-style: italic;">Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic Society (JSBRAS)</span>, yang mempunyai pengaruh besar di kalangan pentadbir dan sarjana Inggeris di Tanah Melayu masa itu.<br /><br />Sebelum tulisan Raffles, pengetahuan masyarakat Barat tentang undang-undang adat di Alam Melayu telah diterbitkan William Marsden (meninggal dunia 1836) pada tahun 1810 dalam bukunya <span style="font-style: italic;">The History of Sumatra</span>. Dalam buku tersebut terdapat bab khusus tentang undang-undang masyarakat Rejang dan Pasumah di Bangkahulu dengan judul “Laws and Customs – Mode of deciding Causes – Code of Laws” yang ditulis pada tahun 1779 dan 1807. Perhatian pegawai Inggeris tentang undang-undang Melayu diteruskan lagi melalui penerbitan “Translation of the Malayan Laws of the Principality of Johor” oleh James R. Logan (1819-1869) pada tahun 1855 dalam <span style="font-style: italic;">The Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia.</span><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">4</span> Ringkasan sebahagian daripada terjemahan Logan telah diterbitkan semula oleh William Maxwell (1846-1897) dalam <span style="font-style: italic;">JSBRAS</span> terbitan tahun 1890. Sementara itu, terjemahan Inggeris <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Melaka</span> turut ditemui dalam tulisan Newbold tentang B<span style="font-style: italic;">ritish Settlements in the Straits of Malacca</span> (1839).<br /><br />Lebih awal daripada itu, Maxwell telah pun menerbitkan “The Law and Customs of the Malays with Reference to the Tenure of Land” dalam <span style="font-style: italic;">JSBRAS</span> terbitan tahun 1884. Tulisan ini adalah antara yang terawal membicarakan undang-undang tanah Melayu secara khusus. Corak penulisan yang sama juga dikemukakan Maxwell dalam rencananya “The Law Relating to Slave among the Malays” di <span style="font-style: italic;">JSBRAS</span> (1890).<br /><br />Penerbitan makalah berkaitan undang-undang Melayu daripada pegawai dan sarjana Eropah berterusan pada awal abad ke-20. Antara manuskrip utama yang telah diterbitkan adalah <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Sembilan Puluh Sembilan Perak</span> oleh Rigby (1908), <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Kedah</span> oleh Winstedt (1928), <span style="font-style: italic;">Hukum Kanun Pahang</span> oleh Kempe dan Winstedt (1948), <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Minangkabau Dari Perak</span> oleh Winstedt (1953), <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Sungai Ujong</span> oleh Winstedt dan Josselin de Jong (1954), <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Laut Melaka</span> oleh Winstedt dan Josselin de Jong (1956). Pada tahun 1952, Kempe dan Winstedt juga menerbitkan sebuah manuskrip yang mengandungi sebahagian daripada <span style="font-style: italic;">Hukum Kanun Melaka</span> dan <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Hamba Lari Negeri Selangor</span>.<br /><br />Beberapa esei tentang undang-undang Melayu turut dihasilkan pegawai dan sarjana lain seperti “Malay Law in Negeri Sembilan” oleh Martin Lister (1890), “Notes on the Hukum Menyelam dan Hukum Bercelur” oleh Pepys (1916), “An Early Malay Inscription from Terengganu” oleh Paterson (1924) dan “The Pahang Kanun of Sultan Abdul Ghapur: Another Text” oleh Jakeman (1951).<br /><br />Kesemua tulisan itu adalah bukti awal tentang kewujudan pelbagai bentuk undang-undang dalam masyarakat Melayu masa lalu yang telah diberi penilaian oleh pegawai dan sarjana Inggeris. Selain memberi pandangan, mereka mengumpul manuskrip yang berkaitan dengan undang-undang, menyimpan sebagai koleksi peribadi atau menyerahkannya kepada beberapa buah perpustakaan di London.<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">5</span> Sebahagian manuskrip itu sudah diterbitkan dengan sebahagian lain masih kekal dalam bentuknya yang asal (lihat senarai manuskrip dalam Lampiran).<br /><br />Sehubungan itu, sarjana tempatan seperti Liaw Yock Fang (1976) dan Abu Hassan Sham dan Mariam Salim (1995) sudah memanfaatkankoleksi manuskrip yang ada melalui pelbagai kajian yang dilakukan, termasuk dalam mencirikan genre undang-undang adat kesultanan Melayu.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Maksud Undang-Undang Adat<br /><br /></span>Pelbagai pandangan sudah diberi sarjana Inggeris untuk memaknakan undang-undang adat Melayu. Sebahagiannya cuba menyamakan undang-undang adat Melayu dengan istilah code dalam undang-undang moden Inggeris. Raffles (1816 & 1879) dan Maxwell (1884) dalam tulisan mereka telah menamakan beberapa buah undang-undang Melayu seperti <span style="font-style: italic;">The Maritime Code of the Malays, Malacca Code, Perak Code</span> dan <span style="font-style: italic;">Malay Codes of Laws</span>. Namun, Rigby, dalam tulisannya tentang <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Sembilan Puluh Sembilan Perak</span> yang diterbitkan dalam <span style="font-style: italic;">Paper on Malay Subjects</span> (1908: 11- 18), telah menyanggah maksud code yang diberikan kepada undang-undang Melayu itu.<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">6</span> Baginya, Undang-Undang Sembilan Puluh Sembilan Perak bukan bentuk undang-undang yang boleh disamakan maksudnya dengan konsep code dalam pengertian undang-undang Inggeris. Pandangan Rigby (1908: 11) adalah seperti yang berikut: <blockquote> <span style="font-style: italic;">A Code being generally understood to be a complete and systematic body of law, or a complete and systematic statement of some portion of the law, it will be at once apparent that the “Ninety-nine Laws of Perak” cannot be called a code. They are very far from being systematic and complete.</span></blockquote> Pandangan yang hampir sama dengan Rigby turut diberi Wilkinson (1908: 3). Baginya, pengertian undang-undang adat Melayu tidak seharusnya terpengaruh dengan maksud code dalam undang-undang moden Inggeris yang telah melalui proses legislative authority. Sebaliknya, undang-undang adat Melayu lebih bercorak digest (intisari) sahaja: <blockquote style="font-style: italic;">The first duty of the student is therefore to clearly understand the composite nature of Malay law. He must not look for uniformity where no uniformity can possibly exist. Above all, he must not allow himself to be blinded by any European preference for written or recorded laws. He should not take the so-called “codes” (undang-undang) too seriously. When he reads about the “Malacca Code” or the “Malay Maritime Code” or about the “Laws of Bencoolen and Palembang”, he has to remember that these so-called “codes” were never actually enacted by any legislative authority, they are only digests of Malay law.</blockquote> Tetapi, pandangan Rigby dan Wilkinson tidak pula disetujui Winstedt yang kekal memaknakan undang-undang adat Melayu sebagai <span style="font-style: italic;">code, law</span> dan <span style="font-style: italic;">legal digest</span>. R.O. Winstedt (1878-1966) adalah antara tokoh utama dalam kajian undang-undang adat Melayu sekitar tahun 1920-an sehingga tahun 1940-an. Sebahagian persepsi dan pandangannya terhadap undang-undang Melayu cukup ketara berasaskan konsep <span style="font-style: italic;">Legal System</span> seperti yang terdapat dalam masyarakat moden Barat. Demikianlah yang tertera dalam tulisannya<span style="font-style: italic;"> A History of Classical Malay Literature</span> (1940: 118): <blockquote style="font-style: italic;">The Malacca digest exhibits no clear division between constitutional, criminal and civil law. It jumbles regulations for court etiquette, criminal law, the jurisdiction of the ruler and his ministers, the law for fugitive slaves, the law of libel, the law of contract affecting the hire of slaves and animals, the penalties for lese majeste and the breach of betrothal agreements, the usufruct of fruit-trees and rice-fields, trespasses and wounding by domestic animals, the offence of selling into slavery a person who has entered service to escape death from starvation or shipwreck, the fencing and dyking of fields, the law of debt, the penalties for stealing the slaves of owners of various ranks.</blockquote> Undang-undang adat Melayu adalah senarai peraturan yang disusun berasaskan adat istiadat, nilai, norma, moral atau adab yang menjadi amalan hidup zaman kesultanan Melayu, khususnya sebagai panduan dan kawalan kepada raja dan pembesar dalam melaksanakan proses pemerintahan negara. Undang-undang adat ini meliputi undang-undang di daratan (seperti <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Melaka</span> dan <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Kedah</span>) dan undang-undang di lautan (seperti <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Laut Melaka</span> dan <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Pelabuhan Kedah</span>). Oleh sebab itu, istilah code, law atau legal digest yang digunakan sarjana Inggeris bagi menerangkan maksud undang-undang Melayu dirasakan kurang sesuai dengan ciri-ciri asas undang-undang adat. Sebaliknya, istilah <span style="font-style: italic;">customary law</span> adalah lebih menepati sejarah dan maksud undang-undang adat kesultanan Melayu seperti terungkap dalam tulisan Zainur Zakaria (1995: 79): <blockquote style="font-style: italic;">Adat, as used in the region, can mean custom, courtesy, proper behaviour or customary law. Reference to adat in this section is taken to mean customary law or customs which have legal consequences.</blockquote> Sebelum adanya penulisan undang-undang adat, masyarakat Melayu mungkin telah ada peraturan hidup secara lisan yang banyak dipengaruhi hukum alam, yakni orang yang kuat akan mengatasi orang yang lemah. Hukum yang bercorak “undang-undang rimba” ini mungkin telah menjadi amalan masyarakat Melayu yang menghuni rimba belantara atau persisiran sungai dan laut Alam Melayu sejak ribuan tahun dahulu. “Undang-undang rimba” mungkin sudah wujud dengan raja memerintah negeri berasaskan hukuman yang dibuatnya, dengan segala kuasa mengenakan paksaan terhadap rakyat, tanpa mengira sama ada mereka menerima atau menentang undang-undang tersebut. Justeru, “undang-undang rimba” sering kali diwarnai ciri kekejaman, kekerasan, kezaliman dan ketiadaan nilai kemanusiaan atau keadilan terhadap manusia.<br /><br />Pada pandangan penulis, “undang-undang rimba” wujud dalam semua sejarah awal tamadun manusia di seluruh dunia. Beberapa unsur “undang-undang rimba” dapat dikesan dalam bahagian awal <span style="font-style: italic;">Sejarah Melayu</span> seperti peristiwa pembunuhan Tun Jana Khatib, pembunuhan budak yang menyelamatkan Singapura daripada serangan todak dan penyulaan anak Sang Rajuna Tapa. Ketiga-tiga peristiwa pembunuhan itu bukan berasaskan undang-undang adat, tetapi lebih berpaksikan perasaan marah, dendam, dengki, khianat dan hukuman tanpa usul periksa raja yang memerintah.<br /><br />“Undang-undang rimba” ternyata bukan daripada undang-undang adat Melayu yang berteraskan pemuafakatan antara raja dan pembesar yang bijaksana. Undang-undang berasaskan kekuatan dan kekuasaan tersebut telah tercipta di luar daripada lingkungan masyarakat Melayu yang telah mengenal adab dan tamadun hidup bermasyarakat. Oleh itu, pandangan yang mencampuradukkan maksud undang-undang adat dengan “undang-undang rimba” harus diberi penilaian semula dan diperbetulkan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pengaruh Islam</span><br /><br />Sehingga kini, Undang-Undang Melaka dapat dikatakan sebagai manuskrip undang-undang yang tertua dan juga yang terpenting bagi masyarakat Melayu. Undang-Undang Melaka diasaskan di Melaka pada zaman Sultan Muhammad Syah (1422-1444), yakni sultan Melaka pertama yang memeluk Islam. Beberapa tambahan awal terhadap isi naskhah telah dibuat semasa pemerintahan Sultan Muzaffar Syah (1445-1458). Kajian yang telah dilakukan Liaw Yock Fang itu memberi banyak maklumat dan kemudahan kepada pembaca dalam mengenali dan memahami sejarah perundangan awal masyarakat Melayu. Namun, sehingga kini, archetype Undang-Undang Melaka masih sukar dikesan secara tepat. Besar kemungkinan penulisan undang-undang tersebut bersumberkan kitab Hindu berjudul Manawa Dharma Sastra (atau Undang-Undang Manu).<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">7</span><br /><br />Beberapa asas hubungan pengaruh <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Melaka</span> dengan <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Manu </span>dapat dikesan melalui sejarah penyebaran pengaruh Majapahit di Tanah Melayu. Contoh kepada persoalan ini dapat diperhatikan dalam hukum “selam air” dalam <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Melaka</span> (Liaw Yock Fang 1976: 88) seperti berikut:<br /><blockquote>Fasal yang keempat belas pada menyatakan hukum orang bertuduh-tuduhan dan sangkal-menyangkal. Adapun seorang itu menuduh dan seorang itu bersangkal, maka ditanyai oleh hakim. Jikalau ia mau berlawan, diperlawankan; itu pun jikalau tiada saksi berdiri. Jikalau ada saksi dua orang atau seorang, dihukumkan oleh hakim atas barang adat kanun.<br />Adapun pada hukum Allah, sekadar disuruh bersumpah menjabat mimbar juga pun padalah. Adapun pada hukum kanun, disuruhkan ia berlawan berselam air atau bercelur minyak atau timah. Maka disurat ayat Quran pada tembikar kuali itu. Inilah yang disurat: [Quran] “Kau tunjukkan kiranya benar salah si anu dengan si anu itu.” Maka dibubuhkan pada kawah atau kuali. Maka disuruhkan antara keduanya itu mengambil tembikar itu dengan sekali celup tangannya juga. Barangsiapa alah, maka dihukumkan atas hukum negeri atau dusun, jikalau besar salahnya patut dibunuh, maka dibunuh akan dia. Jikalau tiada besar salahnya, didenda akan dia mana patut dendanya; jikalau yang patut dimaafkan, dimaafkan oleh hakim. </blockquote>Petikan di atas adalah contoh bagaimana peraturan hukuman “ordeal” dalam tradisi Hindu telah diubahsuai masyarakat Melayu silam dengan mencampurkannya dengan amalan Islam. Contoh klasik bagi amalan ini terdapat dalam Ramayana yang menceritakan peristiwa Sita melalui ujian “Ordeal by Fire” bagi membuktikan kesuciannya kepada Rama. Kewujudan amalan menyelam dalam air atau mencelup tangan ke dalam minyak panas atau timah panas dalam <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Melaka</span> menggambarkan peraturan tersebut telah menjadi amalan lumrah dalam masyarakat Melayu masa lalu. Hukum berasaskan api dan air begitu ketara disebut dalam bab kelapan <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Manu</span> (Doniger & Smith 1991: 164). Dikatakan api dan air tidak akan memberi mudarat kepada orang yang benar.<br /><br />Secara beransur-ansur, Islam telah mengubah corak pemerintahan rajaraja Melayu daripada pautan kukuh terhadap Hindu kepada asas pemerintahan dalam Islam. Kewujudan unsur perundangan Islam dalam undang-undang adat Melayu adalah kesan langsung daripada pengenalan awal raja-raja terhadap pemerintahan Islam. Bauran antara adat dan Islam dalam penulisan undang-undang Melayu dapat dikesan dalam <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Melaka, Undang-Undang Sembilan Puluh Sembilan Perak, Undang-Undang Pahang, Undang-Undang Kedah, Undang-Undang Minangkabau, Undang-Undang Aceh, Undang-Undang Raja Nati</span> dan <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Jamb</span>i. Tetapi, unsur perundangan Islam dalam naskhah-naskhah itu hanya disisipkan pada bahagian tertentu, sedangkan undang-undang adat masih tetap mendapat keutamaan.<br /><br />Asas perundangan Islam akhirnya menjadi semakin mantap dalam pegangan dan amalan hidup orang Melayu sehingga memerlukan undang-undang Islam yang lebih khusus dan menyeluruh. Ini dapat dilihat dalam penyalinan dan penulisan manuskrip perundangan syariah oleh pengarang berpendidikan agama, ulama, kadi dan sebagainya. Dalam perundangan syariah ini, unsur undang-undang adat terletak pada tahap yang paling minima atau telah ditinggalkan. Antara naskhah undang-undang syariah yang ditemui kini termasuklah <span style="font-style: italic;">Mir‘at al-Tullab, Safinat al-Hukkam, Kitab Faraid</span> dan <span style="font-style: italic;">Kitab Bab al-Nikah</span>.<br /><br />Undang-undang syariah adalah perundangan Islam yang berasaskan Quran, hadis, ijmak, qisas dan sumber perundangan lain yang telah diakui ulama.<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">8</span> Dipercayai kitab-kitab perundangan Islam dari Tanah Arab telah dibawa masuk oleh pendakwah dan ulama sewaktu penyebaran awal syiar Islam di Alam Melayu.<br /><br />Satu-satunya manuskrip undang-undang Islam yang telah dikaji secara khusus di Britain adalah yang tersimpan dalam koleksi Sloane MS 2393, British Library, oleh Mohamad Jajuli A. Rahman (1995). Kajian beliau pada peringkat MA di Centre of Southeast Asian Studies, University of Kent at Canterbury dengan judul <span style="font-style: italic;">The Undang-Undang: A Mid-Eighteenth Century Malay Law Text</span> pada 1986 itu memberi tumpuan kepada isi kandungan naskhah yang menepati ciri-ciri perundangan syariah Islam.<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">9</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Adat Temenggung atau Adat Perpatih </span><br /><br />Pembahagian Adat Temenggung dan Adat Perpatih dalam masyarakat Melayu telah dibuat sejak zaman kolonial lagi bagi membezakan secara mudah antara undang-undang adat Melayu dengan undang-undang dari Minangkabau.<span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">10</span> Semua undang-undang yang berasal dari Minangkabau telah digolongkan sebagai Adat Perpatih, sementara semua undang-undang adat Melayu lain sebagai Adat Temenggung. Pembahagian ini mungkin berpunca daripada wujudnya beberapa persamaan antara adat Melayu dengan adat yang diasaskan Datuk Ketemenggungan di Minangkabau.<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">11</span><br /><br />Istilah <span style="font-style: italic;">Adat Temenggung</span> tidak ada dalam budaya orang Melayu yang awal. Sepanjang pengetahuan penulis, tidak ada naskhah Melayu menyebut undang-undang adat Melayu yang berasal daripada <span style="font-style: italic;">Adat Temenggung</span>. Oleh itu, pendapat yang mengatakan undang-undang adat Melayu berasal-usul daripada Adat Temenggung dari Minangkabau atau Sumatera amat diragui akan kebenarannya. Dengan kata lain, Datuk Ketemenggungan yang berasal dari Minangkabau bukan pengasas undang-undang adat bagi masyarakat Melayu, Aceh, Bugis dan lain-lain. Beliau hanya pengasas undang-undang adat masyarakat Minang di Minangkabau yang seterusnya dikenali sebagai <span style="font-style: italic;">Adat Temenggung</span>. Walaupun Winstedt (1940: 91) adalah benar apabila menterjemahkan jawatan Temenggung sebagai “Minister of Police”, tetapi dia ternyata terkeliru apabila menulis “This patriarchal law is called <span style="font-style: italic;">adat Temenggung</span> or l<span style="font-style: italic;">aw of the Minister for War and Police</span>.” <span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">12</span><br /><br />Undang-undang adat Melayu berasal-usul daripada masyarakat yang telah zaman-berzaman mendiami Tanah Melayu atau Alam Melayu. Penulisan naskhah <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Melaka</span> atau <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Laut Melaka</span>, contoh dua buah undang-undang adat Melayu yang terawal, tidak ada kaitan atau pengaruh daripada adat Datuk Ketemenggungan dari Minangkabau. Keduaduanya adalah hasil tulisan dan minda pengarang Melayu berasaskan amalan masyarakat Melayu di Melaka. Oleh itu, adalah lebih wajar genre undang-undang Melayu harus dikenali undang-undang adat Melayu. Istilah bagi kedua-dua <span style="font-style: italic;">Adat Temenggung</span> dan <span style="font-style: italic;">Adat Perpatih</span> hanya akan digunakan untuk membicarakan persoalan undang-undang yang berasal dari Alam Minangkabau. Berasaskan huraian ini, genre undang-undang Melayu dapat dibahagikan kepada dua bahagian seperti berikut :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Undang-undang Adat Melayu</span><br /><br />Semua naskhah yang lahir daripada adat budaya hidup masyarakat Melayu di Alam Melayu, termasuk Aceh, Bugis dan lain-lain masyarakat yang mengamalkan adat Melayu.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Undang-undang Adat Minangkabau </span><br /><br />Semua naskhah yang berasaskan adat budaya hidup masyarakat Alam Minangkabau yang diasaskan Datuk Parapatih (<span style="font-style: italic;">Adat Perpatih</span>) dan Datuk Ketemenggungan (<span style="font-style: italic;">Adat Temenggung</span>), sama ada ditulis di Minangkabau atau di luar Minangkabau. Termasuk dalam kumpulan ini adalah <span style="font-style: italic;">Adat Perpatih</span> dan <span style="font-style: italic;">Adat Temenggung</span> yang menjadi amalan masyarakat di Negeri Sembilan dan lain-lain daerah yang mengamalkan adat Minangkabau di Sumatera.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pentingnya Undang-Undang</span><br /><br />Pentingnya naskhah undang-undang kepada pegawai dan sarjana Inggeris berhubungan rapat dengan usaha mereka memahami adat dan budaya hidup orang Melayu bagi memudahkan urusan pentadbiran mereka. Pemahaman terhadap undang-undang adat itu sudah memudahkan komunikasi pegawai Inggeris dengan raja, pembesar dan masyarakat Melayu. Lebih penting daripada itu, pengetahuan pegawai Inggeris terhadap budaya undang-undang Melayu boleh dijadikan sebagai asas dalam proses pengenalan dan pembentukan undangundang Inggeris kepada masyarakat Melayu. Perkara ini telah diberi perhatian Raffles sewaktu beliau memperkenalkan undang-undang Inggeris di Singapura yang banyak dirakam Abdullah Munshi dalam <span style="font-style: italic;">Hikayat Abdullah</span>.<br /><br />Menurut Abdullah Munshi (<span style="font-style: italic;">Hikayat Abdullah</span> 1997: 197), antara perubahan yang dibuat Raffles di Singapura ialah menggubah Undang-Undang Singapura, yakni “Pada menyatakan adat-adat dan hukum-hukum yang patut dipakai dalam negeri Singapura.”<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">13</span> Sebelum terbentuknya undang-undang yang dibuat Raffles itu, Singapura berada dalam keadaan kurang aman akibat kegiatan lanun, pergaduhan dan pembunuhan. Menurut Abdullah Munshi (<span style="font-style: italic;">Hikayat Abdullah </span>1997: 182), salah satu punca berlakunya pergaduhan dan pembunuhan itu adalah akibat daripada “adat pakai senjata terlalu jahat.” Justeru, Raffles telah menetapkan peraturan untuk melarang rakyat biasa memakai senjata seperti keris, pisau dan lain-lain. Orang yang melanggar peraturan itu, senjatanya akan dirampas dan akan dikenakan hukuman. Peraturan ini telah memberi kesusahan kepada orang Melayu yang begitu kental dengan kebiasaan membawa senjata. Malah dikatakan, bagi yang tidak membawa senjata ibarat “orang yang tiada berkain” atau “bukannya laki-laki.”<br /><br />Sumber yang sangat bernilai tentang peranan Raffles dalam pengenalan undang-undang Inggeris di Singapura telah dirakam dalam <span style="font-style: italic;">Memoir of the Life and Public Services of Sir Thomas Stamford Raffles</span> oleh Lady Sophia pada tahun 1830. Antara lain, <span style="font-style: italic;">Memoir</span> ini mengandungi Local Laws and Regulations yang telah dirangka Raffles sebagai asas perundangan moden di Singapura. Ia meliputi undang-undang tanah, pelabuhan, aturan mahkamah, larangan judi dan penghapusan hamba. Misalnya, tegahan berjudi dan laga ayam tertera dalam <span style="font-style: italic;">Regulation No. IV </span>seperti berikut (Sophia, 1830: 45) :</span><br /><span class="fullpost"></span><blockquote><ol><li><span class="fullpost"><span style="font-style: italic;">That no public gaming-house or cockpit will hereafter be tolerated by Government under any circumstances, or for any consideration whatever; and that, from and after this date, all persons are strictly prohibited from keeping such on any terms or pretence whatsoever.</span></span></li><li><span class="fullpost"><span style="font-style: italic;">That any persons offending against this Regulation, or who may be proved to have hereafter received money, either directly or indirectly, for conducting a gamingtable or cockpit, shall be liable, according to the circumstances of the case, to the confiscation of a certain amount or the whole of his property, and banished from the Settlement with corporal punishment, at the discretion of the co</span>urt. </span></li></ol></blockquote><span class="fullpost">Selain masalah perjudian, Raffles turut memberi perhatian khusus terhadap usaha penghapusan hamba. Sebelum itu, memiliki hamba abdi sudah menjadi sebahagian daripada budaya, hidup, malahan lambang kebesaran, kebanggaan dan kekuasaan raja, pembesar, saudagar atau orang kaya dalam masyarakat. Larangan dan pencegahan terhadap perdagangan hamba telah mendapat perhatian khusus daripada Raffles. Mulai tarikh 26 Februari 1819, semua urusan perdagangan hamba dan hamba berhutang tidak dibenarkan di Singapura. Peraturan ini termaktub dalam Regulation No. V dengan judul A Regulation for the Prevention of the Slave Trade at Singapore. Sebahagian daripada peraturan tersebut adalah seperti berikut (Sophia, 1830: 46-47): <blockquote style="font-style: italic;">As the condition of slavery, under any denomination whatever, cannot be recognized within the jurisdiction of the British authority, all persons who may have been so imported, transferred, or sold as slaves or slaves debtors, since the 26th day of February, 1819, are entitled to claim their freedom, on application to the Magistrates, as hereafter provided; and it is hereby declared, that no individual can hereafter be imported for sale, transferred or sold as a slave or slave debtor, or having his or her fixed residence under the protection of the British authorities at Singapore, can hereafter be considered or treated as a slave, under any denomination, condition, colour, or pretence whatever.</blockquote> Sebagai langkah susulan, Raffles telah merangka pula suatu perjanjian dengan Sultan Hussain dan Temenggung berhubung dengan penguasaan Inggeris di Singapura, bertarikh 7 Jun 1823. Seluruh isi perjanjian itu terdiri daripada tujuh perkara yang dapat dibaca dalam Buckley (1902: 106-107).<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">14</span> Antaranya, perkara kelima dan keenam adalah berkaitan secara langsung dengan hal perundangan, meliputi kedudukan raja, undang-undang adat dan agama Islam. Dicatatkan, Sultan tiada lagi memiliki kuasa perundangan, sementara aturan perundangan yang berhubungan dengan amalan agama, perkahwinan, pembahagian harta, dan adat-istiadat akan tetap dihormati selagi tidak bercanggah dengan prinsip perundangan Inggeris. Perkara ini tertera dalam Buckley (1902: 107) seperti berikut:<br /><blockquote style="font-style: italic;">Under these arrangements their Highnesses will be relieved from further personal attendance at the court on every Monday, but they will always be entitled to a seat on the bench, and to all due respect when they think proper to attend.<br />In all cases regarding the ceremonies of religion, and marriages, and the rules of inheritance, the laws and customs of the Malays will be respected, where they shall not be contrary to reason, justice, or humanity. In all other cases the laws of the British authority will be enforced with due consideration to the usages and habits of the people.</blockquote> Terbitan <span style="font-style: italic;">Memoir of the Life and Public Services of Sir Thomas Stamford</span> <span style="font-style: italic;">Raffles</span> turut mengandungi sebuah <span style="font-style: italic;">Proclamation</span> hasil tulisan Raffles bertarikh 6 Jun 1823. <span style="font-style: italic;">Proclamation</span> diberi judul Minute by the Lieutenant-Governor dan mengandungi 25 perkara yang berhubungan undang-undang di Singapura dan meliputi peraturan mahkamah, prinsip keadilan, kaedah hukuman, larangan terhadap senjata, judi, minuman keras, pelacuran, membakar, penipuan, mematuhi sukatan dan timbangan, peraturan tanah, hutang dan sebagainya. Sebahagian besar peraturan itu adalah berhubungan secara langsung dengan pemansuhan beberapa adat-istiadat dan undang-undang adat Melayu seperti yang tergambar dalam perkara 6 yang berkaitan larangan membawa senjata berikut (Sophia 1830: 67): <blockquote style="font-style: italic;">No one therefore being allowed to be a judge in his own case, or to revenge his own quarrel, arms or weapons capable of inflicting instant death as habitually worn by the Malays become unnecessary, and, by dispensing with them, the greatest temptation to and power of doing to others the greatest and irremediable wrong in depriving them of life is in a great measure removed… It often happens too in these countries that a man who considers himself aggrieved by a particular individual and finding himself in possession of a sharp weapon, attempts the life of every one he meets indiscriminately, and without having any wrong at their hands to complain of. It is impossible to see who may or may not be guilty of such acts of inhuman cruelty, and therefore all should agree to lay aside the use of the weapon that is commonly employed by persons who then transform themselves to wild beasts by giving way to brutal passion.</blockquote> Kisah Raffles membuat peraturan dan undang-undang di Singapura adalah suatu peristiwa penting dalam sejarah perundangan adat Melayu. Dalam itu, beberapa peraturan dalam undang-undang adat Melayu telah diberi penilaian semula, dirombak, dihapus atau digantikan dengan undang-undang Inggeris yang lebih moden. Kuasa perundangan tidak lagi terletak di tangan raja, pembesar atau hakim istana; sebaliknya berada di bawah magistrate yang berasal dari England. Sistem pengadilan pula turut mengalami perubahan daripada istana ke pengadilan court secara lebih sistematis. Dalam pada itu, beberapa aspek budaya hidup orang Melayu yang berhubungan agama dan adat istiadat terus kekal selagi tidak bercanggah dengan undang-undang Inggeris.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Konsep Keadilan </span><br /><br />Perkara yang mendapat perhatian khusus pegawai Inggeris dalam hal undang-undang adat Melayu adalah persoalan keadilan. Undang-undang Melayu dikatakan tidak mempunyai nilai keadilan, terutamanya yang melibatkan persoalan hamba, derhaka, kedudukan wanita dan kaedah hukuman. <span style="font-style: italic;">Hikayat Abdullah</span> turut mencatatkan kritikan Raffles dan Abdullah Munshi terhadap ketidakadilan undang-undang adat Melayu. Apakah benar undang-undang adat Melayu tidak mementingkan nilai keadilan? Pembesar dan pengarang yang bertanggungjawab menyusun dan menulis undang-undang adalah terdiri daripada mereka yang berpengetahuan dan berpengalaman luas dalam urusan adat-istiadat istana, perundangan warisan raja-raja dan budaya hidup masyarakat secara keseluruhannya. Adalah tidak mungkin mereka akan mempersembahkan sebuah naskhah undang-undang yang mengandungi nilai dan nasihat “kezaliman” kepada raja mereka.<br /><br />Mengambil kira fakta itu, suatu konsep asas keadilan undang-undang adat kesultanan Melayu dapat dirumuskan. Ia terbahagi kepada empat unsur yang utama.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Pertama</span>, undang-undang adat sangat menekankan kepatuhan masyarakat kepada adat istiadat dan peraturan yang telah ditetapkan raja dan pembesar. Seringkali matlamat ini disuratkan di bahagian awal atau mukadimah sesebuah teks. Pembesar dinasihati agar menjalankan hukuman mengikut aturan adatistiadat warisan turun-temurun raja-raja masa silam. Mematuhi warisan leluhur adalah perkara yang mulia pada masa lalu dalam memelihara keharmonian antara raja dengan rakyat. Pembesar atau rakyat yang cuba mengubah adat-istiadat akan dianggap berlaku derhaka kepada raja dan akan menerima bala sumpahan atau pelbagai bentuk hukuman yang lain.<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">15</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Kedua</span>, undang-undang adat membariskan perkara-perkara yang menjadi peraturan, tegahan atau larangan dalam masyarakat. Orang yang melanggar peraturan itu dianggap telah melakukan kesalahan. Di peringkat pusat, ada undang-undang dan peraturan khusus untuk bendahara, temenggung, syahbandar, laksamana, nakhoda, menteri, hakim, ketua ugama dan lain-lain. Di peringkat yang lebih kecil, terdapat undang-undang khusus untuk penghulu atau ketua kampung bagi menguruskan hal-ehwal rakyat di mukim, kampung dan dusun. Tegasnya, sama ada golongan pembesar atau rakyat biasa, kedua-duanya termasuk dalam undang-undang. Semua rakyat, merdeka atau hamba, yang melanggar undang-undang tidak terkecuali daripada hukuman yang telah ditentukan. Rakyat yang menjadi mangsa pelanggaran undang-undang pula akan mendapat pembelaan mengikut kadar yang telah ditetapkan. Hamba abdi juga mempunyai hak perlindungan undang-undang.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Ketiga</span>, setiap kesalahan ada hukumannya mengikut orang yang melakukan kesalahan dan tempat di mana kesalahan itu dilakukan. Ada berbagai-bagai kaedah hukuman yang disediakan sama ada dengan membayar denda emas, wang, deraan, cercaan, menjadi hamba dan lain-lain. Selain itu, terdapat kepelbagaian hukuman memberi kelonggaran kepada orang yang bersalah menebus kesalahan mereka mengikut kemampuan masing-masing. Ada kesalahan yang boleh ditebus dengan meminta maaf atau mempersembahkan hidangan “pulut kuning” sahaja.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Keempat</span>, dan yang sangat utama, undang-undang adat turut memberi panduan kepada proses pengadilan terhadap orang yang melakukan kesalahan. Perkara yang berhubungan nasihat adab ketatanegaraan Islam ini terdapat pada bahagian mukadimah naskhah seperti tertera dalam <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Pahang, Undang-Undang Raja Nati</span> dan <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Indragiri</span>, dengan raja dan pembesar Melayu sentiasa dinasihati agar mengamalkan pemerintahan dengan adil mengikut lunas-lunas ajaran Islam. Walaupun bahagian adab ketatanegaraan hanya mengisi ruang yang kecil dalam naskhah undang-undang, hal tersebut memberi erti yang besar dalam sejarah tamadun kesultanan Melayu, khususnya dalam konteks peranan ulama dan pembesar menasihati sultan supaya mengamalkan ciri kehakiman yang adil mengikut persepsi agama Islam. Raja, pembesar dan hakim sering kali diberi ingatan akan balasan Tuhan terhadap perbuatan mereka ketika mengadili rakyat, sama ada baik (balasan pahala) atau buruk (balasan neraka).<br /><br />Keempat-empat perkara yang diyatakan itu adalah asas penting dalam memahami konsep keadilan dalam perundangan adat Melayu. Nilai keadilan dalam undang-undang bukan terletak pada senarai hukum-hakam, tetapi harus mengambil kira matlamat undang-undang, kaedah hukuman dan adab keperibadian raja atau para pembesar yang melaksanakan hukuman. Sekiranya salah satu perkara tersebut terjejas, ia akan memberi kesan kepada pelaksanaan proses keadilan undang-undang. Keempat-empat perkara itu kait-mengait antara satu sama lain dan muncul sebagai kebulatan prinsip atau falsafah undangundang adat Melayu tentang keadilan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Perjanjian Undang-Undang Inggeris-Melayu </span><br /><br />Terawal Daripada kajian ini, penulis mendapati perpustakaan di SOAS, Royal Asiatic Society dan British Museum masih menyimpan naskhah undang-undang adat Melayu yang belum diselidiki secara mendalam. Di perpustakaan SOAS terdapat naskhah undang-undang yang berkaitan Pulau Pinang, Perlis, Patani dan Minangkabau yang belum diketahui ramai lagi. Demikian juga dengan kajian yang dilakukan di Royal Asiatic Society. Penulis telah juga menemui banyak naskhah undang-undang dari Selangor dan yang belum diketengahkan secara meluas kepada masyarakat. Oleh itu, maka dikemukakan sebuah naskhah undang-undang yang diperolehi dari perpustakaan SOAS sebagai bahan pengenalan awal kepada pembaca :<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;" class="fullpost">PERJANJIAN SAYID HUSSIN DENGAN FRANCIS LIGHT<br />(MS 40320, SOAS, LONDON) </span><br /></div><span class="fullpost"><br />Sebelum Raffles mengasaskan pentadbiran Inggeris di Singapura pada tahun 1819, Francis Light sudah menaikkan bendera “Union Jack” di Pulau Pinang pada tahun 1786. Sumber penting yang menceritakan kisah Francis Light memperkenalkan undang-undang Inggeris di Pulau Pinang ialah Memoir of Captain Francis Light yang diterbitkan A.M.S. dalam JSBRAS pada tahun 1895.16 Dicatatkan pada peringkat awalnya bahawa proses pengawalan undang-undang belum tersusun, maka terserah kepada pengadilan pemimpin-pemimpin masyarakat ketika itu. Orang yang melakukan kesalahan berat akan dihantar ke pusat pentadbiran Inggeris di Bengal, India, bagi menjalani hukuman. Hal ini berterusan sekurang-kurangnya sehingga awal tahun 1800. Antara lain, sejarah awal perundangan Inggeris di Pulau Pinang yang tercatat dalam Memoir of Captain Francis Light (1895: 5) adalah seperti yang berikut: <blockquote style="font-style: italic;">The sole tribunal up to the beginning of the 19th century was an informal kind of Court Martial, composed of Officers and respectable inhabitants. All the minor offences and petty disputes were adjudicated by the “Capitans” or headmen of the various nationalities inhabiting the island; and there was no regularly organized judicial system in the island till the establishment of the Recorder‘s Court in 1805. </blockquote>Sumber lain yang cukup berharga tentang sejarah Francis Light di Pulau Pinang itu terkumpul dalam 1,200 pucuk surat yang dikenali sebagai <span style="font-style: italic;">Light Letters</span><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">17</span> yang kini tersimpan di SOAS (MS 40320) dalam sebelas jilid. Daripada penelitian, penulis mendapati surat-surat itu mengandungi pelbagai maklumat tentang hubungan Francis Light dengan raja-raja Melayu, termasuk urusan perdagangan, hutang-piutang, persahabatan, bantuan kapal ke Mekah dan undang-undang lainnya. Antara surat yang berkaitan undang-undang ialah surat perjanjian Sayid Hussin dan Dato‘ Penggawa Muda dengan Francis Light (SOAS MS 40320/ Vol. 11) yang bertarikh tahun 1206 H (28 November 1791).<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">18</span> Surat itu mengandungi empat fasal yang menyatakan peraturan bagi Syed Hussin dan pengikutnya di Pulau Pinang. Perjanjian yang tertulis dalam satu halaman kertas bersaiz 42.5 sm × 31 sm itu menggunakan dakwat warna hitam dan tulisan Jawi yang kemas dan mudah dibaca. Di belakang kertas tercatat “Sayid Hussin Aidid”.<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">19</span><br /><br />Fasal pertama perjanjian itu menetapkan kebebasan bagi Sayid Hussin dan pengikutnya untuk tinggal di Pulau Pinang. Pihak Inggeris tidak boleh menghalang sekiranya Sayid Hussin tidak mahu lagi tinggal di Pulau Pinang dan ingin berpindah ke tempat lain. Melalui perjanjian ini tergambar ciri kebebasan yang diberi Francis Light kepada Sayid Hussin dalam menentukan kedudukan dan penetapan mereka di Pulau Pinang. Fasal kedua pula berhubungan peraturan yang melibatkan pengikut Sayid Hussin di Pulau Pinang. Kedatangan Sayid Hussin dengan membawa saudara-mara, pengikut, pekerja dan hamba mungkin akan menimbulkan pelbagai masalah undang-undang.<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">20</span><br /><br />Mengikut perjanjian itu, semua permasalahan tersebut harus diserahkan ke bawah pengadilan Sayid Hussin kecuali perkara yang berhubungan masyarakat Cina atau Inggeris di Pulau Pinang. Namun, hukuman yang melibatkan pengikut Sayid Hussin harus dilaksanakan menurut ketetapan undang-undang Islam. Seterusnya fasal ketiga pula lebih khusus kepada hukuman yang dikenakan ke atas pengikut Sayid Hussin yang melakukan kesalahan mencuri, mengganggu anak bini orang dan hamba yang engkar terhadap tuannya. Dalam semua kes itu, Sayid Hussin berkuasa penuh ke atas pengikutnya. Pencuri yang terbunuh sewaktu mencuri atau penceroboh yang terbunuh sewaktu mencerobohi rumah orang tidak mendapat pembelaan. Demikian juga hamba yang mati kerana cuba menentang tuannya itu juga mati tanpa apa-apa pembalasan undang-undang. Sebahagian peraturan seperti hal pencuri, pengacau isteri orang dan hamba masih mengekalkan ciri-ciri <span style="font-style: italic;">Undang-Undang Melaka</span>. Seterusnya, fasal keempat pula lebih menumpukan perjanjian dalam hal perniagaan dan perdagangan. Sayid Hussin bebas menjalankan perniagaan di Pulau Pinang tanpa sebarang sekatan daripada pihak Inggeris. Namun, kekecualian dikenakan bagi perniagaan timah, kerana timah hanya boleh diniagakan dengan pihak Francis Light.<br /><br />Berdasarkan isi kandungan dokumen di atas, tergambar suatu corak perjanjian yang lebih banyak memberi kelebihan kepada pihak Sayid Hussin berbanding dengan Francis Light. Sebelum undang-undang itu ditulis, pastinya pelbagai perbincangan telah diadakan antara Sayid Hussin dengan Francis Light, sehingga akhirnya kedua-dua pihak itu mencapai persetujuan. Sayid Hussin bebas untuk tinggal di Pulau Pinang dan menjalankan kepimpinan masyarakat serta perniagaannya. Penerimaan Francis Light terhadap amalan undang-undang adat Melayu dan undang-undang Islam bagi pengikut Sayid Hussin adalah peristiwa yang penting masa itu. Dengan itu, semua pengikut Sayid Hussin tidak tertakluk kepada undang-undang Inggeris. Pada masa itu, penguatkuasan undang-undang Inggeris dilihat sebagai kaedah perundangan yang asing, justeru tidak harus dikenakan ke atas orang Aceh.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kesimpulan</span><br /><br />Kecenderungan pegawai dan sarjana Inggeris mengkaji dan memahami istiadat dan amalan perundangan adat Melayu secara langsung atau tidak langsung adalah sambungan kepada usaha yang telah dirintis Francis Light, Marsden dan Raffles sebelumnya. Melalui sarjana Inggeris yang lebih kemudian, segala idea perundangan moden Inggeris telah diterapkan di negeri-negeri Melayu, selanjutnya membuka ruang pemodenan undang-undang bagi amalan masyarakat Melayu melalui penubuhan mahkamah dan sistem perundangan Inggeris. Pun begitu, dalam memberi penghargaan kepada Inggeris, masyarakat hari ini tidak harus lupa terhadap konsep undang-undang kesultanan Melayu yang jauh berbeza daripada undang-undang moden Barat abad ke-19 dan 20.<br /><br />Sebarang interpretasi harus mengambil kira konteks zaman undang-undang itu dihasilkan maka memiliki ciri dan prinsipnya yang tersendiri. Kewujudan sejumlah besar manuskrip undang-undang adalah manifestasi kesedaran raja-raja Melayu yang cuba mengamalkan keadilan dalam pemerintahan tanpa bergantung kepada amalan undang-undang rimba. Konsep keadilan undang-undang Melayu semakin diperkukuhkan lagi dengan kemasukan nilai-nilai keadilan pemerintahan dalam agama Islam. Sekali lagi diberi penekanan, tidak mungkin pembesar-pembesar Melayu yang lazimnya akrab dengan tradisi hidup Melayu-Islam akan mempersembahkan undangundang yang membawa nilai kezaliman kepada raja mereka. Hanya terpulanglah kepada raja untuk melaksanakan atau tidak undang-undang yang telah disurat dan ditetapkan.<br /><br />Undang-undang adat lahir dalam zaman yang masih membahagikan masyarakat kepada golongan raja dan golongan rakyat jelata. Raja dilihat sebagai puncak segala kuasa dan undang-undang dalam negara. Kata-kata raja boleh membentuk, mengubah dan membatalkan undang-undang. Pandangan dan kepercayaan tinggi rakyat kepada kedaulatan dan kesucian golongan raja menjadikan raja-raja mendapat “kekebalan” daripada sebarang undang-undang. Justeru, hampir semua undang-undang adat tidak memperuntukkan hukuman terhadap raja yang melakukan kesalahan.<br /><br />Pemikiran tentang persamaan undang-undang antara golongan raja dengan rakyat jelata tidak wujud sama sekali. Rakyat yang cuba mencerobohi, menentang atau mengancam kedudukan raja akan dituduh sebagai penderhaka dan dijangka menerima hukuman yang berat. Terdapat sebahagian undang-undang sengaja digubal penuh dengan unsur kekerasan terhadap rakyat sebagai cara menghalang mereka daripada melakukan kesalahan atau menggugat kekuasaan raja. Sekiranya masih ada rakyat yang melanggar peraturan, melakukan kesalahan atau menentang perintah raja, mereka harus bersedia untuk menghadapi hukuman yang ditetapkan. Ketika itu, keadilan raja bukan dilihat dari sudut kesamarataan undang-undang, tetapi lebih kepada kebijaksanaan raja membawa keamanan dan kemakmuran kepada negara dan rakyat jelata.<br /><br />Selepas Tanah Melayu mencapai kemerdekaan pada 31 Ogos 1957, kajian ke atas undang-undang adat Melayu telah memasuki tahap yang lebih kritis dengan Hooker tampil sebagai tokoh utamanya. Segala perbincangan terhadap undang-undang adat Melayu menampilkan ciri kesarjanaan Hooker melalui buku-bukunya seperti <span style="font-style: italic;">Readings in Malay Adat Laws </span>(1970) dan <span style="font-style: italic;">Legal Pluralism: An Introduction to Colonial and Neo-Colonial Laws</span> (1975). Selepas era penjajahan, atau selepas era Winstedt, kajian terhadap manuskrip undang-undang Melayu semakin kurang mendapat perhatian sarjana Inggeris. Namun, penelitian yang telah dibuat mendapati tulisan Hooker masih kuat bersandarkan kajian-kajian awal yang telah dilakukan pegawai dan sarjana Inggeris. Buku Readings in Malay Adat Laws misalnya, mengandungi cetakan semula tulisan-tulisan daripada Wilkinson, Rigby, Logan, Taylor, Maxwell dan lain-lain. Hal ini memberi gambaran bagaimana kajian manuskrip undang-undang di kalangan pegawai dan sarjana Inggeris masa lalu masih menjadi sumber yang relevan sehingga masa kini.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Lampiran</span><br /></span><ol><li><span class="fullpost">Senarai Naskhah Undang-Undang Kesultanan Melayu di London</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Melaka di British Library (Add. 12395)</span></li><li><span class="fullpost">Risalat Hukum Kanun di British Library (Add. 12397)U</span></li><li><span class="fullpost">ndang-Undang di British Library (Sloane 2393)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Melaka di British Library (Malay D. 10)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Aceh di British Library (Malay D. 12)</span></li><li><span class="fullpost">Risalat Kanun dan Undang-Undang Laut di Cambridge University Library (Or. 1364)</span></li><li><span class="fullpost">Adat Aceh di Edinburgh University Library (New College 132)</span></li><li><span class="fullpost">Surat Undang-Undang Hukum di Oxford University (Skeat Collection MS 14)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Minangkabau di John Rylands University Library, Manchester (Malay 2)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Melaka di Trinity College, Dublin 1638</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Melaka di RAS (Farquhar 1)</span></li><li><span class="fullpost">Adat Segala Raja-Raja Melayu di RAS (Farquhar 4)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Melaka di RAS (Farquhar 10)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang di RAS (Raffles Malay 33)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Mengkasar dan Bugis di RAS (Raffles Malay 34)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Melaka, Pahang, Johor dan Selangor di RAS (Raffles Malay 74)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Melayu-Islam di RAS (Raffles Malay 75)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Laut & Undang-Undang Kedah di RAS (Raffles Malay 77)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Islam dan Saksi di RAS (Raffles Malay 79)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Melaka di RAS (Maxwell 5)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Melaka, Pahang dan Johor, Undang-Undang Laut Melaka, di RAS (Maxwell 6)</span></li><li><span class="fullpost">Risalat Hukum Kanun di RAS (Maxwell 10)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Minangkabau di RAS (Maxwell 11)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Melaka di RAS (Maxwell 11A)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Pahang di RAS (Maxwell 17)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Melaka di RAS (Maxwell 19)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang di RAS (Maxwell 20)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Minangkabau di RAS (Maxwell 30)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Minangkabau Turun ke Perak di RAS (Maxwell 44)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Laut, Undang-Undang Minangkabau di RAS (Maxwell 47)</span></li><li><span class="fullpost">Kitab al-Fara‘id di RAS (Maxwell 61)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Minangkabau di RAS (Maxwell 96)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Sungai Ujong di RAS (Malay 118)</span></li><li><span class="fullpost">Hukum Kanun di RAS (Malay 122 B)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Laut di RAS (Malay 128)Undang-Undang Melaka di SOAS (MS 7124)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Melayu di SOAS (MS 40323)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Sembilan Puluh Sembilan Perak di SOAS (MS 40327)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Kedah di SOAS (MS 40329)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Laut di SOAS (MS 40329)\</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Johor di SOAS (MS 40332)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Perak di SOAS (MS 40334)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Sultan Muhammad Shah di SOAS (MS 40505)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Sultan Mahmud Shah di SOAS (MS 40506)</span></li><li><span class="fullpost">Undang-Undang Minangkabau di Perak di SOAS (MS 46942)</span></li><li><span class="fullpost">Kitab Undang-Undang keturunan Tuan Guru Haji Abdul Kahar di SOAS (MS 297496) </span></li></ol><span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Rujukan</span><br /><br />Abdullah bin Abdul Kadir Munshi.1997.<br />Hikayat Abdullah. Kuala Lumpur: Pustaka Antara. Abu Hassan Sham & Mariam Salim. 1995.<br />Sastera Undang-Undang. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Ahmad Ibrahim. 1965.<br />Islamic Law in Malaya. Singapore: Malaysian Sociological Research Institute. A.M.S. 1895.<br />Memoir of Captain Francis Light. JSBRAS 28: 1-17. A. Samad Ahmad. 1996.<br />Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Buckley, Charles Burton. 1902.<br />An Anecdotal History of Old Times in Singapore (1819-1867). Vol. 1. Singapore: Frazer & Neave. Casparis, J.G. de.. 1956.<br />Selected Inscriptions from the 7th to the 9th Century A.D. Vol. 2. Bandung: Masa Baru. Doniger, Wendy & Smith, Brian K. (eds.) 1991.<br />The Laws of Manu. London: Penguin Books. Hooker, M.B. 1970. (ed.). Readings in Malay Adat Laws. Singapore: Singapore University Press. ________. 1975.<br />Legal Pluralism: An Introduction to Colonial and Non-Colonial Laws. Oxford: Clarendon Press. Jakeman, R.W. 1951.<br />The Pahang Kanun of Sultan Abdul Ghafur: Another Text. JMBRAS 24 (3): 150-151. Kempe, John E. & Winstedt, R.O. 1948.<br />“A Malay Legal Digest Compiled for Abd al-Ghafur Muhaiyu‘d-din Shah, Sultan of Pahang 1592-1614”. JMBRAS 21 (1): 1-67. 1952. A Malay Legal Miscellany. JMBRAS 25 (1): 1-19. Kratz, Ernst Ulrich. 1987.<br />“Some Malay Letters on Trade”. Indonesia Circle 44: p. 3-16. Liaw Yock Fang. 1976.<br />Undang-Undang Melaka. The Hague: Martinus Nijhoff. ________. 2003.<br />Undang-Undang Melaka dan Undang-Undang Laut. Kuala Lumpur: Yayasan Karyawan. Lister, Martin. 1890.<br />Malay Law in Negeri Sembilan. JMBRAS 22: 299-319. Logan, J.R. (ed.). 1855.<br />Translation of the Malayan Laws of the Principality of Johore. The Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia 9: 71-95. Marsden, William. 1986.<br />The History of Sumatra. Oxford: Oxford University Press. Maxwell, W.E. 1884.The Law and Customs of the Malays with Reference to the Tenure of Land. JMBRAS 13: 75-189. ________. 1890.<br />“The Law Relating to Slave Among the Malays”. JMBRAS 22: 292-297. Mohamad Jajuli A. Rahman.1995.<br />The Malay Law Text. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Newbold, T.J. 1839.<br />British Settlements in the Straits of Malacca. Vol. II. London: JohnMurray. Paterson, H.S.,1924.<br />“An Early Malay Inscription from Terengganu”. JMBRAS 2 (3): 252-258. Norhalim Hj. Ibrahim. 1993.<br />Adat Perpatih: Perbezaan dan Persamaannya dengan Adat Temenggung. Kuala Lumpur: Penerbit Fajar Bakti. Pepys, W.E. 1916.<br />“Notes on the Hukum Menyilam and the Hukum Berchelor”. JMBRAS 74: 321. Proudfoot, I. 1993.<br />Early Malay Printed Books. Kuala Lumpur: University of Malaya. Raffles, Thomas. 1816. “On the Malayu Nation, with a Translation of its Maritime Institutions”. Asiatick Researches 12:102-159. _______. 1879.<br />“The Maritime Code of the Malays”. JMBRAS 3: 62-84. Ricklefs, M.C., & Voorhoeve, P. 1977.<br />Indonesian Manuscripts in Great Britain. Oxford: Oxford University Press. Rigby, J. 1908.<br />“The Ninety-Nine Laws of Perak.” In R.J. Wilkinson (ed.), Papers on Malay Subjects (Part II): 1-86. Sophia, Lady. 1830.<br />Memoir of the Life and Public Services of Sir Thomas Stamford Raffles. London: John Murray. Wilkinson, R.J., 1908.<br />Papers on Malay Subjects: Law (Part I & II). Kuala Lumpur: F.M.S. Government Press. Winstedt, R.O. 1928. Kedah Laws. JMBRAS 4 (2): 1-44. _______. 1940.<br />A History of Malay Literature in MBRAS 17 (3). _______. 1953.<br />“An Old Minangkabau Legal Digest from Perak”. JMBRAS 26 (1): 1-13. _______ & Josselin de Jong, P.E., 1954.<br />”A Digest of Customary Law from Sungai Ujong”. JMBRAS 27 (3): 4-71. _______. 1956.”<br />The Maritime Laws of Malacca”. JMBRAS 29 (3): 22-59. Zainur Zakaria.1995.<br />The Legal System of Malaysia.Asean Legal System. Singapore: Butterworths Asia: 77-137.</span><br /><br /></div><span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Lampiran</span><br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;" class="fullpost">Surat Perjanjian Sayid Husssin dan Dato‘ Penggawa Muda dengan Francis Light </span><br /><span style="font-weight: bold;" class="fullpost">(Sumber: Light Letters SOAS MS 40320/ Vol. 11, London) </span><br /></div><span class="fullpost"><br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span class="fullpost">1206 kepada sehari bulan Rabiulakhir, dewasa itulah Tuan Sayid Hussin berdua dengan Dato‘ Penggawa Muda membentuk perjanjian duduk di Pulau Pinang kepada Gurnadur Raja Pulau Pinang. Pertama-tama perjanjian duduk dengan sesuka hati kita serta dengan suka Gurnadur. Jika kita tiada suka hendak pindah barang ke mana tiada boleh tahan-menahan oleh orang besar-besar dalam Pulau Pinang. </span><br /></div><span class="fullpost"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Fasal yang kedua, seperti hamba kita, dan anak buah kita, dan utang-utang kita, dan orang yang membawa dirinya kepada kita serta dalam perintah kita, dan seperti orang-orang itu sekaliannya, jikalau dianya hendak mendakwa kita, maka ia pergi kepada Tuan Gurnadur mintak bicara, melainkan tiada boleh tuan bicarakan dan menengar katanya, melainkan pulang kepada kita, ikhtiar kita barang suatunya. Dan lagi seperti orang-orang itu berbantah atau berkelahi dengan orang luar atau dengan sipahi atau dengan Cina, dan jika ia berkelahi sama-sama orang Islam, jika boleh kita bicarakan, kita bicarakan, jika tiada boleh kita bicara, melainkan pulang kepada tuan juga. Apa lagi seperti orang sipahi dengan Cina, itu pun pulang juga bicara kepada tuan. Tetapi yang pinta kita kepada tuan, orang-orang kita hendaklah tuan hukumkan dengan hukum Islam. </span><br /></div><span class="fullpost"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Fasal yang ketiga, seperti orang pencuri masuk ke dalam kampung kita atau ke dalam rumah kita serta hendak kita tangkap, maka melawan pencuri, maka terbunuh oleh kita, kemudian maka kita memberi tahu kepada tuan, melainkan tiadalah boleh sebut siapa lagi. Dan lagi, jika orang membuat jahat dengan bini orang kedapatan di dalam rumah, melainkan dibunuh, itu pun tiada suatu bicaranya. Dan lagi, seperti hamba kita bantahan, tiada ia mau mana yang kita suruh, barangkali ia mau melawan kita, maka terpukul oleh kita, maka sampailah hukum Allah-nya, maka ia mati, tetapi bukannya dengan sengaja kita hendak membunuhnya, itu pun tiadalah suatu bicaranya. Dan seperti hamba kita jahat, maka kita pukul, kita rantai, kita ikat dianya, itu pun tiada suatu bicaranya. </span><br /></div><span class="fullpost"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span class="fullpost">Fasal yang keempat, seperti perniagaan orang yang duduk di dalam negeri ini, ia hendak berjual-beli dengan kapal, baik dengan orang dagang sekalian perahu serba jenis dagangan, melainkan tiadalah menjadi larangan kepada segala orang besar-besar mana suka hatinya, melainkan timah sahaja, jikalau orang dagang membawa ke sini, orang negeri tiada boleh membeli melainkan pulang kepada Tuan Gurnadur. Dan jika kita pergi mencari timah membawa pulang ke Pulau Pinang, boleh ia berjual kepada dirinya kepada kapal mana yang disukanya. Demikianlah perjanjian dengan Tuan Gurnadur Raja Pulau Pinang. </span><br /></div><span class="fullpost"><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost">__________ Jelani Harun, Ph. D, </span><br /><span class="fullpost">Bahagian Kesusasteraan, Pusat Pengajian Ilmu Kemanusiaan, Universiti Sains Malaysia, 11800 Minden, Pulau Pinang. </span><br /><br /><div style="text-align: left;"><span class="fullpost"><br />Email: <span style="font-style: italic;">jelani@usm.my Kredit Foto: http://www.princeton.edu/pr/pictures/g-k/islamic_manuscripts/IMG_5157.jpg</span></span><br /></div></div><span class="fullpost"><br /><br />1 Makalah ini adalah sebahagian daripada hasil kajian penulis sewaktu cuti sabatikal di School of Oriental and African Studies (SOAS), London, pada tahun 2005 yang lalu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Profesor V.I. Braginsky, Profesor E.U. Kratz, Dr. Benjamin Murtagh dan Dr. Annabel Teh Gallop atas segala bantuan yang diberikan sewaktu membuat penyelidikan di London. Terima kasih juga kepada pihak Universiti Sains Malaysia yang telah membiayai cuti sabatikal penulis di London.<br />2 Judul penuh bagi jurnal ialah Asiatick Researches or Transactions of the Society: Instituted in Bengal, for enquiring into the History and Antiquities, the Arts, Sciences, and Literature of Asia. Volume the Twelfth. Calcutta: Printed at the Calcutta Gazette Office. 1816. Jurnal yang penulis rujuk bagi tujuan kajian ini tersimpan di perpustakaan Royal Asiatic Society, London. Tulisan Raffles termuat pada halaman 102-128 sementara halaman 129-159 mengandungi terjemahan bahasa Inggeris bagi sebahagian daripada Undang-Undang Laut Melaka.<br />3 Usaha Raffles mengumpul kira-kira 300 buah manuskrip Melayu di Melaka dan Singapura ada diceritakan oleh Abdullah Munshi dalam Hikayat Abdullah (1997: 61 & 204).<br />4 Jurnal yang penulis rujuk bagi tujuan kajian ini tersimpan dalam Archives and Special Collections, perpustakaan SOAS, University of London. James Richardson Logan (1819-1869), mendapat pendidikan undang-undang di Edinburgh sebelum berkhidmat di Bengal, Singapura dan Pulau Pinang. Menjadi Editor kepada The Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia antara tahun 1843-1852. Jurnal tersebut berterusan sehingga tahun 1863.<br />5 Terdapat juga beberapa buah manuskrip undang-undang Melayu di perpustakaan universiti di Cambridge, Edinburgh, Oxford, Manchester dan Dublin (rujuk Ricklefs & Voorhoeve, 1977).<br />6 Papers on Malay Subjects diterbitkan oleh Government of the Federated Malay States dengan R.J. Wilkinson bertindak selaku General Editor. Ketika itu, Rigby adalah Supervisor of Customs, Larut, Perak.<br />7 Undang-Undang Manu dikatakan berasal daripada seorang raja India purba bernama Manu. Perkataan Manu juga membawa maksud “the wise one‘. Tarikh sebenar teks tersebut ditulis tiada diketahui tetapi dicatatkan teks itu sudah pun menjadi amalan masyarakat Hindu menjelang “The Early Centuries of The Common Era”. Lihat keterangan lanjut dalam Doniger & Smith (1991: xviii-xix).<br />8 Ahmad Ibrahim (1965: 1) mencatatkan, “The word Shari‘ah is the name given to the whole system of the law of Islam, the totality of God‘s commandments. Each one of such commandments is called hukm.” 9 Kajian Mohamad Jajuli A. Rahman telah diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka pada tahun 1995 dengan judul The Malay Law Text. Buku mengandungi transliterasi naskhah, terjemahan bahasa Inggeris dan faksimile naskhah yang lengkap.<br />10 Antara lain, kaedah pembahagian Adat Temenggung dan Adat Perpatih telah dibuat oleh Wilkinson (1908) & Winstedt (1940).<br />11 Lihat huraian lanjut tentang hal ini dalam Norhalim Haji Ibrahim (1993).<br />12 Kaedah pembahagian antara Adat Perpatih dan Adat Temenggung oleh Wilkinson dan Winstedt telah diteruskan kemudiannya oleh Hooker (1970: 144). Beliau turut mengulangi definisi Winstedt terhadap Adat Temenggung sebagai “law of the Minister for War and Police”. Pembahagian Adat Temenggung dan Adat Perpatih menjadi lumrah digunakan oleh para sarjana sebagai suatu cara umum bagi membezakan kedua-dua kumpulan adat tersebut tanpa memikirkan asal-usul kewujudannya. Dalam konteks ini, penulis tidak bersetuju dengan pembahagian yang dibuat oleh Abu Hassan Sham & Mariyam Salim dalam buku mereka Sastera Undang-Undang (1995) yang masih membuat pembahagian undang-undang adat Melayu berasaskan pandangan Winstedt.<br />13 Menurut Abdullah Munshi dalam Hikayat Abdullah (1997: 197), undang-undang yang dibuat oleh Raffles telah dicetak dalam lima puluh salinan bahasa Inggeris dan lima puluh salinan bahasa Melayu. Walau bagaimanapun, sehingga kini penulis masih belum berpeluang melihat salinan undang-undang tersebut. Suatu kajian yang lebih mendalam harus dibuat pada masa hadapan sekiranya salinan undang-undang Singapura ini telah diperolehi kelak. Dalam senarai penerbitan Melayu oleh Proudfoot (1993: 533-534), ada dicatatkan cetakan jawi sehelai naskhah perundangan berjudul Undang-Undang Negeri Singapura 1823. Undang-undang tersebut telah dikarang oleh Thomas Stamford Raffles dan diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Abdullah Munshi. Urusan percetakan pula telah dilaksanakan oleh Tuan Paderi Thomsen melalui Mission Press, Singapore, pada bulan Mei 1823. Isi naskhah undang-undang tersebut tiada dinyatakan.<br />14 Menurut Bukcley (1902: 106), salinan naskhah Melayu perjanjian ini pernah ditemui di Johor, tertulis dalam “a large piece of foolscap paper.”<br />15 Lihat huraian tentang beberapa bentuk sumpahan raja-raja masa lalu dalam Casparis (1956).<br />16 Sebagai bekas wilayah kesultanan Kedah, undang-undang asal bagi masyarakat di Pulau Pinang, Seberang Perai dan kawasan sekitarnya adalah tertakluk kepada undang-undang adat yang diamalkan di Kedah. Francis Light meninggal dunia di Pulau Pinang pada 21 Oktober 1794, yakni dalam masa pentadbiran Inggeris di Pulau Pinang masih lagi baru bermula. Pengenalan undang-undang Inggeris di pulau tersebut lebih banyak dilakukan oleh para pegawai Inggeris yang kemudiannya.<br />17 Kajian terhadap Light Letters kini sedang diusahakan oleh E.U. Kratz, profesor Pengajian Melayu di Faculty of Languages and Cultures, SOAS. Lihat keterangan awal dalam Kratz (1987). 18 Dalam koleksi surat di SOAS ini, Francis Light dikenali dengan beberapa nama seperti “Sinyur Gurnadur Pulau Pinang”, “Gurnadur Raja Pulau Pinang”, “Kubernur yang memerintah negeri kota Pulau Pinang” dan “Dato Gurnadur Pulau Pinang”.<br />19 Tengku Sayid Hussin ibn al-Marhum al-Habib Abdul Rahman Aidid, saudagar dan pemimpin masyarakat dari Aceh yang terkenal di Pulau Pinang masa lalu.<br />20 Orang yang datang dari Aceh bersama-sama dengan Sayid Hussin hanya dinyatakan secara umum seperti berikut: “seperti hamba kita, dan anak buah kita, dan utangutang kita, dan orang yang membawa dirinya kepada kita serta dalam perintah kita”.<br /><br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-style: italic;font-size:85%;" class="fullpost" >Sumber :<br />http://melayuonline.com/article/?a=aVBML3FMZVZBUkU4Ng%3D%3D=<br />&l=kajian-naskhah-undang--undang-adat-melayu-di-london</span><br /></div>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-62905974089620433012009-08-09T19:32:00.075+07:002009-08-29T07:03:01.055+07:00Edisi Agustus 2009<div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;font-size:100%;" ><span>Kota dan Dinamika Kebudayaan :</span></span><br /><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Peluang dan Tantangan</span><br /><span style="font-weight: bold;">Menjadikan Pekanbaru Sebagai</span><br /><span style="font-weight: bold;">Pusat Kebudayaan Melayu</span><br /><span style="font-weight: bold;">di Asia Tenggara 2021</span></span><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Oleh : Prof.Suwardi Ms dan Drs.Isjoni,Msi</span><br /><span style="font-weight: bold;">(Ketua dan Sekretaris MSI Cabang Provinsi Riau)</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Makalah disajikan pada Konferensi Sejarah Nasional VIII,<br />tgl.14-17 November 2006, Hotel Milenium Jakarta</span><br /></span><br /></div><br /><span style="font-weight: bold;">I. Pendahuluan</span><br /><br />Merujuk kepada topik makalah ini yaitu, “Kota dan dinamika kebudayaan: Peluang dan tantangan menjadikan Pekanbaru sebagai Pusat Kebudayaan Melayu di Asia Tenggara 2021”, perlu diklarifikasi berbagai konsep yang tertera pada topik makalah tsb.<br /><br /><span class="fullpost">Kajian ini yaitu bagaimana hubungan kota dalam proses perjalanannya dalam pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan sebagai (1) wujud suatu kompleks gagasan, konsep, pikiran manusia; (2) wujud sebagai suatu kompleks aktivitas; (3) wujud sebagai benda (Kuntjaraningra, dalam Alfian, editor, 1985:100).<br /><br />Michael R. Dove (1985:xv) berpendapat pula :<br /><blockquote style="font-style: italic;">“Kebudayaan tradisional terkait erat dengan, dan secara langsung menunjang, proses sosial, ekonomis, dan ekologis masyarakat secara mendasar, lebih dari kebudayaan tradisional bersifat dinamis, selalu mengalami perubahan, dan karena itu tidak bertentangan dengan pembangunan itu sendiri”.<br /></blockquote>Bahwa kebudayaan merupakan proses dinamika yang memerlukan kritisasi yang mendalam untuk menemukan makna yang diperlukan dalam kelangsungan hidup manusia dan masyarakat secara keseluruhan.Kota sebagai suatu bentuk konsentarasi kehidupan masyarakat yang berbeda dari kehidupan di desa; kota memiliki ciri-ciri antara lain masyarakatnya majemuk (heterogen), kehidupannya dinamis, individualitas, modern lebih dominan, dsb.<br /><br />Peluang dan Tantangan diklarifikasi sebagai berikut :<br /><span style="font-weight: bold;">Peluang</span> ialah segala potensi dan kemudahan yang memungkinkan Kota Pekanbaru menjadi pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara pada 2021.<br /><span style="font-weight: bold;">Tantangan</span> ialah segala yang menghambat dan menimbulkan kesulitan/masalah tercapainya visi tsb.<br /><br />Kota Pekanbaru telah mengalami perjalanan sejak 1784 sampai 2005 (Suwardi Ms, dkk.2006). Dalam proses perjalannan itu telah ditetapkan Visi Pekanbaru pada 2021, yaitu :<br /><blockquote style="font-style: italic;">“Terwujudnya Kota Pekanbaru , sebagai pusat perdagangan dan jasa, pendidikan, serta pusat Kebudayaan Melayu, menuju masyarakat sejahtera yang berlandaskan iman dan taqwa pada tahun 2021”. (Makalah Herman Abdullah Wali Kota Pekanbaru, pada Seminar 2005 di Pekanbaru).</blockquote>Sumber kajian dari penulisan buku “Dari Kebatinan Senapelan ke Bandaraya” Pekanbaru oleh Suwardi Ms dkk (2006). Buku ini merupakan revisi dari buku Sejarah Kota Pekanbaru hasil susunan Bapak Wab Ghalib.<br /><br />Sumber tertulis tsb dilengkapi dengan berbagai dokumen lainnya. Berbagai ciri-ciri dan karakteristik kota sehingga nampak pada setiap babakannya. Pembahasan meliputi :<br /><br />1. Pendahuluan;<br />2. Pekanbaru dari Kebatinan Senapelan menjadi Bandaraya (metropolitan);<br />3. Kebudayaan Melayu dan berbagai unsurnya;<br />4. Peluang dan Tantangan menjadikan Pekanbaru pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara pada 2021;<br />5. Kesimpulan dan saran<br />6. Penutup<br /><br />Marilah kita ikuti secara lebih kritis pembahasan berikut.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">II. Pekanbaru dari Kebatinan Senapelan menjadi Kota Besar/ Bandaraya (Kota Metropolitan)</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Kebatinan Senapelan / Payung Sekaki</span><br /><br />Diperkirakan sekitar abad ke 15 M berdiri Kampung Payung Sekaki dialiran Sungai Siak, yaitu suatu lokasi yang merupakan ladang-ladang yang lambat laun menjadi perkampungan. Kampung ini dihuni oleh suku Senapelan, dikepalai oleh Batin. Kampung ini mulanya bernama Kampung Palas. Selanjutnya kampung ini kemudian dipindahkan ke daerah lebih tinggi dari permukaan air, di situ terdapat sebatang pohon yang rindang dan tinggi, dari jauh kelihatan sebagai Payung Sekaki, kemudian nama kampung itu bernama: Batin Senapelan, terkenal sebagai Senapelan. Menurut E.Netscher dalam bukunya: “<span style="font-style: italic;">De Nederland in Djohor en Siak (1602-1865)</span>”, Senapelan dikenal <span style="font-style: italic;">Chinapella</span> terkadang juga disebut <span style="font-style: italic;">Sungai Pelam</span>.<br /><br />Pemerintahan Senapelan pertama Bujang Sayang, sekaligus menjadi kepala sukunya dan telah mengorganisasi daerahnya dalam bentuk pemerintahan sederhana. Senapelan semakin berkembang dan pada suatu masa terjadi persaingan dengan negeri Petapahan di muara sungai Tapung.<br /><br />Pada masa kekuasaan Melaka, dibawah pemerintahan Sultan Mansyursyah (1459-1477). Sungai Siak sampai ke Petapahan penting, dan penguasa daerah itu bergelar Syarif Bendahara. Penaklukan Melaka oleh Portugis 1511 M, pusat pemerintahan dipindahkan ke Djohor-Riau. Pemerintahan Djohor membentuk Syahbandar di Senapelan, pejabatnya bergelar Syahbandar (Datuk Bandar).<br /><br />Kekuasaan Portugis di Melaka diteruskan oleh Belanda sejak 1641 M dan perjanjian itu diperbaharui pada 1689. Senapelan menjadi tempat penumpukan komoditi perdagangan, baik dari luar maupun dari pedalaman. Barang-barang dari pedalaman seperti : timah, emas, kerajinan dari kayu dan hasil hutan. Barang-barang dari luar berupa kain, telor, ikan terubuk, pecah-belah dan barang keperluan lainnya. Kondisi ini berlangsung sampai tahun 1721. Selanjutnya sejak 1722 berdiri Kerajaan Siak Sri Indrapura. Belanda melakukan hubungan dagang dengan Siak.<br /><br />Senapelan menjadi pintu gerbang perdagangan dan pelabuhannya berada di Teratak Buluh. Seterusnya dibangun jalan darat dari Boncah Laweh ke hulu sungai Senapelan. Senapelan pintu gerbang dari Tapung ke Kampar Kiri dan ke pedalaman Minangkabau dan jalan darat baru dibangun pula dari Tenggkerang ke Payung Sekaki. Alat pengangkut di jalan darat itu berupa kuda. Peran senapelan menjadi makin menonjol dalam lalu lintas perdagangan. Sultan Siak Alamuddinsyah merintis berdiri “pekan” di Senapelan. Sultan Alamuddin meninggal dunia pada tahun 1765.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Senapelan / Pekanbaru menjadi ibu kota Kerajaan Siak</span><br /><br />Kebijakan itu dilanjutkan oleh putranya Raja Muhammad Ali bergelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah.Usaha mengembangkan pekan itu berjalan lambat, lokasi dipindahkan ke tempat yang baru yaitu di pelabuhan sekarang. Menurut Catatan Imam Suhil, bahwa pekan yang baru itu resmi didirikan sejak hari Selasa 21 Rajab 1204 H bersamaan dengan 23 Juni 1784 M, sejak itu nama Senapelan sudah ditinggalkan berganti dengan Pekan “Baharu”, atau lebih dikenal tulisannya “Pekan Baru.” Ibu kota Siak sejak 1784 itu berada di Pekanbaru. Sejak itu hubungan Pekanbaru dengan pedalaman semakin ramai. Pekanbaru semakin ramai dan menjadi tempat pertemuan pedagang-pedagang dari Selat Melaka, Minangkabau, Petapahan.<br /><br />Perjalanan pemerintahan Siak yang semula keturunan Melayu sampai Sultan Yahya, meninggal pada 1784 M di Dungun, Terengganu (Malaysia), dan selanjutnya Siak dipimpin oleh dinasti baru keturunan Arab, yaitu Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin. Sultan ini memperluas kekuasaannya sampai ke Temiang (Aceh) yang terkenal dengan jajahan dua belas. Setelah Sultan Syarif Ali menjadi Sultan Siak Raja Muda Muhammad Ali pindah kembali ke Pekanbaru sampai akhir hayatnya sekitar tahun 1789. Datuk Syahbandar Pekanbaru yaitu Datuk Syahbandar Agam, Datuk Abdul Jalil, Datuk Syahbandar Ahmad dan Datuk Syahbandar Konil.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">3. Pekanbaru menjadi ibukota propinsi dari sepuluh Propinsi Siak</span><br /><br />Menurut kitab <span style="font-style: italic;">Babul Qawa’id</span> (Pintu segala pegangan), kerajaan Siak dibagi menjadi 10 propinsi, salah satunya propinsi Pekanbaru. Khusus watasan propinsi Negeri Pekanbaru dari Sungai Lukut mengikuti sebelah kanan mudik Sungai Siak sampai Kuala Tapung Kanan dan Sungai Pendanau sebelah kiri mudik Sungai Siak sampai ke Kuala Tapung Kiri dan naik ke darat lalu ke Teratak Buluh dan ketiga kampung, yaitu Lubuk Siam, Buluh Cina, dan Buluh Nipis sehingga sampai ke Tanjung Muara Sako watasan dengan Pelalawan dan sampai ke Pematang Bangkinang watasan kampar Kiri di negeri Gunung Sahilan dan sampai Sungai Air Gemuruh Tanjung Pancuran Batang watasan dengan negeri Tambang dan sebelah darat sampai berwatasan dengan negeri Kampar Kanan dan Lima Koto.<br /><br />Propinsi Negeri Pekanbaru dikepalai oleh Datuk Syahbandar yang mempunyai kewenangan sebagai kepala pemerintahan, kehakiman dan kepolisian. Dalam garis vertikal ke bawah terdapat penghulu, kepala suku, dan batin. Kekuasaan mereka sebagai mengepalai suku (Clan). Batin Senapelan berwewenang dari Senapelan sampai ke Palas. Kedudukan Pekanbaru sebagi ibu kota Propinsi sampai tahun 1916.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">4. Pekanbaru sebagai kedudukan districthoop 1916-1942</span><br /><br />Sebagai kedudukan Districthoop Pekanbaru dipimpin Datuk Pesisir Muhammad Zen dan membawahi 3 onderdistricthoop yaitu Onderdistrict Senapelan yang dirangkap oleh districthoop sendiri, onderdistrict Tapung Kiri dikepalai Tengku Sulung Perwira dan Onderdistrict Tapung Kanan dikepalai Abdul Jalil.<br /><br />Jabatan Disricthoop dan Onderdistricthoop memegang kekuasaan pemerintahan, kehakiman dan kepolisian. Juga ada jabatan jaksa, ajun jaksa dan cranie (juru tulis). Onderdistrict Pekanbaru terdapat dua kepenghuluan yaitu Kampung Dalam dan Kampung Baru.<br /><br />Di pinggiran kota terdapat pula kampung Palas, sebagai penghulunya Batin Senapelan terakhir yaitu: Muhammad Yasin, penggantinya anaknya yaitu Nontel. Di selatan tumbuh kampung baru yaitu Kampung Simpang Empat dan kampung Perhentian Nyamuk, masing-masing dipimpin penghulu sampai 1931.<br /><br />Pekanbaru masuk Onderafdeeling Siak dan selanjutnya masuk Onderafdeeling Kampar Kiri, kepalanya Controleur. Tugas Controleur mengawasi dan mengoreksi pemerintahan kerajaan. Controleur bertugas menjalankan pemerintahan langsung terhadap rakyat Gubernemen Hindia Belanda.<br /><br />Kepala/pimpinan Orang China disebut Kapitein der Chineezen, lidah Melayu menyebutnya kapiten China. Pengganti Datuk Muhammad Zen ialah Datuk Comel (1921), digantikan oleh Datuk Wan Entol, gelar Datuk Sri Amar Perkasa (1925). Sumber dana khusus untuk kebersihan dan perawatan kota dipungut dari penduduk dan pasar. Untuk itu diadakan dana Plaatselijik Fonds (dana lokal), merupakan emberio lahirnya suatu gemeente.<br /><br />Kondisi Pekanbaru merupakan kumpulan dari rumah-rumah yg sebagian besarnya adalah kedai-kedai. Tempat perhentian (bangku-bangku kayu) berkembang menjadi warung atau lapau. Masa Datuk Syahbandar Konil pemukiman diperluas ke hilir yang dikenal sebagai Tanjung Rhu. Perluasan kampung mengikuti sungai secara memanjang. Dibelakang perkampungan dijadikan tempat bercocok tanam.<br /><br />Pada masa pemerintahan Siak dibawah Sultan Hasyim mulai masuk pengusaha-pengusaha Belanda membuka kebun karet di selatan kota Pekanbaru yaitu kebun karet Sukajadi dan kebun karet Cinta Raja. Area kebun itu di Kampung Dalam, Kampung Baru, Kampung Bukit dan kampung lainnya sepanjang sungai Siak.<br /><br />Pada masa Sultan Siak Sultan Kasim, Pekanbaru menjadi ibukota District Pekanbaru dan Onderdistrict Senapelan. Bangunan resmi mulai dilaksanakan yaitu: rumah districthoop di kampung Bukit, Balai (kantor) districthoop, rumah penjara, jalan-jalan kota yaitu jalan Senapelan sekarang, jalan dimuka Mesjid Raya, jalan pasar kompleks Pasar Bawah sampai ke pelabuhan dan terus ke kampung Dalam. Pemerintah Belanda membangun pula kantor BOW (PU), kantor polisi, rumah kediaman Haven-meester dimuka pelabuhan. Pembangunan dilakukan masa pemerintahan Muhammad Zen dan dilanjutkan oleh Datuk Wan Entol (1926-1931). Berikutnya dibangun pula jalan-jalan seperti di belakang Mesjid Raya, sekeliling lapangan bola Kampung Bukit, Jalan Saleh Abbas, Jalan Padang Terubuk, Jalan Guru yang menambah luas kota. Selanjutnya dibangun pula lapangan terbang Simpang Tiga dan melaksanakan pembangunan Mesjid Raya.<br /><br />Pertambahan penduduk diarahkan membuka usaha pertanian meliputi perkebunan gambir, lada dan karet. Komoditi lainnya berupa hasil hutan : rotan, damar, kayu, getah, perca, dsb. Pekanbaru tidak memiliki hasil untuk kebutuhan makanan dan keperluan itu didatangkan dari Singapura.<br /><br />Pada tahun 1930 kedudukan Controleur dipindahkan dari Kampar Kiri ke Pekanbaru. Perkembangan kota cukup pesat dan mendorong penduduk membangun gedung-gedung toko di Pasar Bawah, rumah penduduk dipinggir jalan. Masa kekuasaan Districthoop Datuk Wan Abdurrakhman diperluas kota kearah timur menuju sungai Sail, yaitu dari RRI ke jalan Tanjung Datuk (sekarang), juga dirintis jalan ke selatan, tetapi belum terlaksana, pecah Perang Asia Timur Raya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">5. Pekanbaru menjadi ibu kota Provinsi Meliter (Riau Syu) Jepang (kedudukan Cokang)</span><br /><br />Pekanbaru diduduki Jepang dan dijadikan ibu kota pemerintahan meliter Jepang untuk Riau Daratan disebut Riau Syu dan dipimpin oleh seorang yang disebut Cokang. Kedudukan Pekanbaru dapat disejajarkan dengan ibu kota Provinsi meliter. Pemerintahan sultan-sultan dan raja-raja dibekukan. Struktur pemerintahan itu (lihat lampiran). Pemerintahan meliter Jepang berusaha menjepangkan penduduk.<br /><br />Jepang memaksakan keinginannya untuk merubah norma-norma Jepang, misalnya rakyat menghormati meliter Jepang, menerima segala perintah dan melaksanakannya, kesalahan dibayar dengan tamparan, caci maki, pegawai dan murid harus seiukerek ke matahari terbit, mempelajari bahasa Jepang,pendidikan umum berjalan seperti biasa, diarahkan untuk bahasa dan bercocok tanam, pendidikan khusus pegawai. Kesehatan rakyat tidak diperhatikan, berkembang penyakit malaria, penyakit kulit.<br /><br />Penderitaan semakin tak terkendali, terutama akibat pembangunan jalan kereta api dari Pekanbaru ke Ombilin. Makanan dan pakaian tidak dijumpai di pasar dan perdagangan terhenti. Para ulama mula-mula diperhatikan untuk membantu Jepang dalam perang, penderitaan terus berlanjut sampai Jepang menyerah kepada sekutu.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">6. Pekanbaru menjadi ibu kota Keresidenan Riau</span><br /><br />Berita proklamasi kemerdekaan diterima di Pekanbaru dan ditunjuk Aminuddin sebagai residen tetapi beliau tidak menerima dan malah masuk kepihak Belanda. Pemuda-pemuda PTT bertekad pantang mundur. Ketegangan terjadi di PTT dan mereka mengadakan mogok. Kota Pekanbaru sangat panas dan penuh bahaya. Pemuda PTT berunding dan sepakat bahwa Merah Putih harus dikibarkan. Pengibaran berlangsung tgl.15 September malam hari pada jam 23.30. Bendera Merah Putih akan dikibarkan di gedung PTT tetapi bendera tsb. masih di selubungi. Setelah kehadiran Pemuda PTT, undangan dan termasuk Tugimin dari kepolisian, seterusnya Basrul Jamal dan Abuslim menyampaikan penjelasan tentang upacara tsb. Selubung bendera itu dibuka oleh Danialsyah diiringi lagu Indonesia Raya. Pengibaran itu berlangsung haru dan hidmat.<br /><br />Selanjutnya dilakukan pembahasan langkah-langkah yang akan dilakukan. Langkah utama yaitu mengibarkan Bendera Merah Putih secara resmi di gedung kantor pos Pekanbaru dan disitu dijadikan pusat pemerintahan RI sebagai kresidenan Riau. Abdul Malik resmi ditunjuk sebagai Residen Riau. Dan dilengkapi dengan personil lainnya. Seterusnya dibentuk pula KNI dengan ketuanya R.Yoesoef Soeryaatmadja. Pada tahun 1947 R.M. Utoyo diangkat sebagai Residen Riau yang baru.<br /><br />Pekanbaru menjadi kabupaten dengan dua kecamatan: Kota Pekanbaru dan Luar Kota Pekanbaru dan sebagai bupati ditunjuk Datuk wan Entol yang selanjutnya digantikan oleh Datuk Wan Abdurrakhman. Pekanbaru ditetapkan menjadi daerah otonomi disebut Haminte atau Kota B melalui kpts tgl.17 Mei 1946 No.103.<br /><br />Selanjutnya berdasarkan Penetapan Komisaris Negara Urusan Dalam Negeri tgl.28 Nopember 1947, No.13/DP yang menetapkan batas-batas Kota B : sebelah Utara adalah sungai Siak, sebelah Selatan adalah Sungai Nyamuk, sebelah timur adalah Sungai Sail dan sebelah barat adalah sungai Air Hitam. Luas Kota Pekanbaru adalah 19.815 KM. Pada masa agresi II Pekanbaru dijadikan kota terbuka dan rakyat diungsikan. Pekanbaru diduduki oleh Belanda sejak 4 Januari 1949 sampai dilaksanakannya penyerahan kedaulatan ke pemerintah RI pada 27 Desember 1949, yaitu dari GTBA Claubitz kepada Bupati meliter Datuk Wan Abdurrakhman dan sejak tgl tsb. kembalilah pemerintahan RI di Pekanbaru.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">7. Pekanbaru sebagai kota kecil-Kotapraja</span><br /><br />Berdasarkan UU No.22/1948 dan Pekanbaru ditetapkan sebagai Kota Kecil menurut UU No.2 tahun 1956 dilingkungan Kabupaten Kampar dan batasnya dipertegas kembali sebagaimana ditetapkan oleh Penetapan Komisaris Negara Urusan Dalam Negeri No.13/DP 17 Mei tahun 1947 di atas.<br /><br />Status Pekanbaru diubah menurut UU No.8 tahun 1956 dan keluarlah UU No.1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Dengan UU ini status Pekanbaru berubah menjadi Kotapraja dan menurut UU No.18 tahun 1965, yo UU No.5 tahun 1974 status Pekanbaru berubah menjadi kotamadya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">8. Pekanbaru menjadi ibu Kota Provinsi Riau, dalam status Kotamadya, Kota Besar / Bandaraya (Metropolitan)</span><br /><br />Perjuangan rakyat Riau untuk menjadikan Riau sebagai provinsi daerah otonomi swatantra tingkat I sejak tahun 1954, dan puncaknya diselenggarakannya Kongres Rakyat Riau di Pekanbaru 31 Januari s/d 2 Februari 1956 memutuskan supaya Riau dijadikan provinsi Otonom. Perjuangan itu berhasil dengan ditetapkannya UU Darurat RI No.19 tahun 1957 tgl 9 Agustus 1957 dan diundangkan tgl 10 Agustus 1957 dalam Lembaran Negara No.75. Kondisi RI yang darurat akibat terjadinya PRRI/Permesta, Riau Daratan mengalami kondisi darurat pula.<br /><br />Realisasi pembentukan provinsi Riau diselenggarakan sejak 5 Maret 1958 yaitu dilantiknya Mr S.M. Amin sebagai Gubenur Riau pertama di Tanjung Pinang. Pekanbaru dapat diduduki oleh pasukan tentara pusat pada 12 Maret 1958 dibawah pimpinan Kaharuddin Nasution. Sesuai Kawat Mentri Dalam Negeri No.15/15/6 kepada Gubernur Riau tentang meminta Dewan Penasehat Gubenur Riau segera memberikan pertimbangan kepada Mendagri tentang pemindahan ibu kota Provinsi Riau dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru.<br /><br />Berdasarkan kawat itu Gubernur menetapkan Panitia untuk menyelidiki pemindahan ibukota tsb dengan kpts tgl.22 September 1958 No. 21/03-D/58. Dalam kpts itu ditetapkan sebagai Ketua Wan Ghalib, Wakil Ketua Sunipahar, Sekretaris T.Mahmud Anzam dan dilengkapi beberapa orang anggota. Hasil dari tugas panitia itu setelah dibahas di kantor Menteri Dalam Negeri, maka keluarlah kpts Mendagri tentang penetapan Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau pada tgl 20 Desember 1958 No.52/1/44-25.<br /><br />Pelaksanaan pemindahan baru dapat direalisasikan secara berangsur-ansur sejak Februari 1960 dan status Pekanbaru menjadi Kotamadya. Sebagai perubahan status Pekanbaru itu diadakan pembenahan administrasi yaitu dibentuknya dua kecamatan: Senapelan dan Kecamatan Lima Puluh dan pada tgl 26 Agustus 1961 dibentuk DPRDGR di Pekanbaru. Jabatan Wali Kota diserahkan kepada Tengku Bey.<br /><br />Berdasarkan kpts Gubernur Riau No.55/1999 tgl 21 Oktober 1999 Pekanbaru menjadi 50 kelurahan. Berdasarkan Perda no.3 tahun 2003 Pekanbaru dimekarkan dari 8 kecamatan menjadi 12 kecamatan. Menurut Perda no.4 tahun 2003 kelurahan dimekarkan menjadi 58 kelurahan. Pada tahun 1966 diadakan lagi penyempurnaan administrasi pemerintahan Pekanbaru. Pekanbaru dibagi 6 kecamatan dan 15 kepenghuluan dan dibagi lagi dengan 92 RK dan 592 RT. Luas kota menjadi 62,96 Km2. Menurut PP 19 tahun 1987 luas kota Pekanbaru menjadi 447,50 Km2 dan pengukuran ulang oleh BPN luas kota Pekanbaru menjadi 632,26 Km2 (1988).<br /><br />Perkembangan penduduk Pekanbaru dari 1950 sebanyak 16.413 jiwa, 25.054 jiwa (1955), 63.407 jiwa (1960),82.500 jiwa (1965),132.068 jiwa (1970), 151.650 jiwa (1975), 169.588 jiwa (1978), dan tahun 2005 sebanyak lebih 700.000 jiwa dengan luas daerah seluas 632,26 Km2. Menurut sensus bahwa prosentase penduduk menurut etnis adalah Melayu (26,1%), Jawa (15,1%), Minangkabau (37,7%), Batak (10,8%), Banjar (0,2%), Bugis (0,2%), Sunda (1,0%) dan suku lainnya (8,8). Penduduk menurut Agama : Islam (90,0%), Kristen (4,2%), Katolik (2,3%), Hindu (0,3%) dan Budha (3,1%). Tingkat pendidikan penduduk Pekanbaru terdiri atas : berpendidikan SLTA (40,79%), berpendidikan SLTP` (22,09%), PT relatif masih kecil. Umur 10 th yang tidak berpendidikan (10,40%) dan penduduk miskin di Pekanbaru tahun 2004 (Balitbang Riau) sebanyak 76.841 jiwa.<br /><br />Berdasarkan kondisi di atas bahwa Pekanbaru dapat dikatakan sebagai kota di dunia yang pertumbuhannya sangat cepat.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">III. Kebudayaan Melayu dengan berbagai Unsurnya</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Pengertian</span><br /><br />Pengertian Kebudayaan Melayu adalah hasil cipta, rasa, karsa dan karya orang Melayu.Melayu ialah nama sub ras yang datang dari darata Cina Selatan dan bersebar dari pulau Pas di timur (Pasifik) ke barat sampai Madagaskar, dari utara di Formosa (Taiwan) sampai ke Selandia Baru diselatan. Sub ras ini dikenal juga sebagai Proto Melay (Melayu Tua), Deutro Melay (Melayu Baru), mereka menggunakan bahasa Melayu. Melayu juga nama kerajaan di Jambi yang berdiri sekitar tahun 644/645 M.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Ciri-ciri Orang Melayu</span><br /><br />Ciri-ciri Orang Melayu (T.Luckman Sinar, 2002) : Islam, cerdik, sangat pintar, sangat sopan, menggunakan bahasa Melayu. Orang Melayu menggunakan bahasa Melayu dan adat Melayu. Ciri-ciri Melayu setelah Islam dianut oleh Orang Melayu yaitu : Agama Islam, adat-resam Melayu, bahasa Melayu.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">3. Unsur-unsur kebudayaan Melayu</span><br /><br />Kebudayaan Melayu unsur-unsurnya merujuk unsure kebudayaan universal yaitu: Sistem mata pencaharian (ekonomi), Sistem kekuasaan/pemerintahan (Politik), sistem kekerabatan-organisasi (sosial), sistem pengetahuan dan teknologi, bahasa, religi dan kesenian.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">4. Nilai-nilai kebudayaan Melayu</span><br /><br />Kebudayaan Melayu mengandung pula nilai-nilai: religius, yuridis, politis, sosial, ekonomis, estetis, dan nilai etis. Nilai-nilai Melayu dalam pembangunan: keterbukaan, kemajemukan, persebatian, tenggang-menenggang, kegotongroyongan, senasib-sepenangungan, malu, bertanggung jawab, adil dan benar, berani dan tabah, arif dan bijaksana, musyawarah dan mufakat, memanfaatkan waktu, berpandangan jauh ke depan, rajin dan tekun, hemat dan cermat, amanah, ilmu pengetahuan, taqwa kepada Allah, dan nilai lainnya: kemandirian, tahu diri, rendah hati, rela berkorban, pemurah, sabar, lapang dada, suka mengalah, tidak serakah, dsb. Nilai-nilai kepemimpinan Melayu yang dituakan oleh kaumnya, yang diberikan kepercayaan, banyak tahunya, banyak tahannya, banyak bijaknya, banyak cerdiknya, banyak pandainya, banyak arifnya, mulia budinya, banyak relanya, banyak ikhlasnya, banyak taatnya, mulia duduknya, banyak sadarnya, banyak tidaknya, dsb.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">5. Seni Bina Melayu</span><br /><br />Kebudayaan Melayu memiliki keragaman Seni Bina (seni Bangunan atau arsitektur tradisional), berupa bangunan rumah kediaman, balai pertemuan, rumah ibadah, istana sultan, dsb. Bentuk bangunan ini kaya dengan ragam bentuk dan ragam hias yang mencerminkan keperibadian Melayu. Ragam hias bangunan Melayu telah disepakati mempunyai bentuk atap kajang atau atap limas dan memiliki Selembayung pada atap itu. Bangunan itu dihiasi dengan ukiran yang bermotifkan hewan/fauna atau tumbuhan/flora, alam seperti ukiran itik pulang petang, keluk pakis, pucuk rebung, dan awan berarak, dsb.<br /><br />Sejak tahun 1980-an bangunan di kota provinsi dan kabupaten diharuskan memiliki cirri kemelayuan. Perda no.14 tahun 2000 adalah tentang izin bangunan di kota Pekanbaru harus berpihak kepada arsitektur Melayu.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">6. Seni Busana</span><br /><br />Busana Melayu untuk laki-laki berupa teluk belanga, gunting cina atau tulang belut yang warnanya sama dengan celana dan pemakaiannya disertai kain samping yang biasanya dari tenunan songket yang terkenal tenunan Siak atau Terengganu. Tutup kepala biasanya disebut kopiah atau songkok. Busana perempuan berupa kebaya labuh, kebaya panjang, dan diikuti dengan selendang dsb.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">7. Seni Tari-Suara-Musik-Sastra</span><br /><br />Seni Tari Melayu seperti tari zapin, joget, serampang. Seni suara Melayu seperti irama Melayu Sri Mersing, Laksamana Raja Dilaut, Dondang Sayang, dsb. Seni Musik seperti irama pengiring zapin, joget, serampang, irama gambus, irama biola, gendang, gong, breng-breng,dsb. Seni sastra seperti puisi, syair, hikayat, pantun, bidal, jampi dsb. Prosa seperti karya Raja Ali Haji, Hikayat, gurindam, syair.dsb. Karya Suman Hs: Mencari pencuri anak perawan, Kawan bergelut, karya Sariamin-Salasih Silaguri : Kalau Tak Untung, dsb.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">IV. Peluang dan Tantangan Pekanbaru menjadi pusat Kebudayaan Melayu pada 2021</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">a. Peluang</span><br /><br />Peluang atau kemudahan yang dapat ditunjukkan dalam mencapai Pekanbaru sebagai pusat kebudayaan Melayu dengan dinamikanya kebudayaan itu sebagaimana tertera berikut ini. Kebudayaan Melayu dengan segala ciri, sifat, dan nilai-nilai yang dikandungnya memberikan peluang yang besar bagi pendukungnya dalam mewujudkan kebudayaan itu. Kebudayaan itu, baik sebagai keperibadian manusianya maupun keperibadian masyarakat pendukungnya serta menjadi profil dari daerah yang telah menjadikan kebudayaan itu sebagai pribadinya.<br /><br />Bagi Kota Pekanbaru untuk dijadikannya Pekanbaru sebagai pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara pada 2021 berdasarkan ketentuan dalam Perda Kota Pekanbaru tentang Visi seperti disebutkan diatas dan misinya yaitu :<br />Menciptakan dan mengembangkan iklim usaha yang kondusif dengan berbasis ekonomi kerakyatan;<br />Menyediakan sekolah dan lembaga pendidikan yang unggul didukung tenaga profesional, sehingga dapat menghasilkan SDM berkualitas, mandiri, kreatif, dan inovatif;<br />Melestarikan dan membina kebudayaan melayu yang mampu mengikuti perkembangan zaman dgn tetap mempertahankan jati diri sehingga tercipta masyarakat maju, mandiri, mampu bersaing;<br />Terpenuhinya kebutuhan hidup dan kehidupan masyarakat; dan<br />Menciptakan masyarakat imtaq melalui pendidikan agama dan memfungsikan lembaga-lembaga keagamaan sebagai wadah pembinaan umat.<br /><br />Realisasi dari visi dan misi itu telah dikeluarkan perda tentang izin bangunan di kota Pekanbaru sebagaimana dikemukakan di atas. Tidak dapat dipungkiri bahwa Pekanbaru sebagai kota yang berawal dari negeri Senapelan/Payung Sekaki yang mendukung budaya Melayu, mereka bertekad meneruskan nilai budaya Melayu yang telah dan akan didukung masyarakatnya yang menjadi pewaris dari Negeri Melayu yaitu Siak Sri Indrapura.<br /><br />Tidak pula dapat dihindari bahwa Pekanbaru sebagai negeri yang penduduknya majemuk sudah tentu mendapat akulturasi budaya dari kelompok masyarakat yang berdomisili di kota ini yang memiliki budaya asalnya pula. Untuk tidak akulturasi itu terlalu dominan maka visi dan misi tsb di atas perlu menjadi ukuran dalam membina dan memelihara budaya asal di negeri ini.<br /><br />Untuk itu pula telah ditetapkan ketentuan-ketentuan yang mengacu kepada lestarinya kebudayaan Melayu itu. Tambahan pula bahwa Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi Riau yang telah pula membuat ketentuan-ketentuan untuk tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Melayu, seperti adanya edaran Gubernur untuk memakai busana Melayu pada hari Juma’t bagi karyawan, murid, siswa dan hari besar, adanya edaran supaya papan nama kantor/lembaga menuliskan huruf Arab Melayu di bawah tulisan latin yang ada pada nama kantor atau lembaga itu.<br /><br />Juga sudah ditradisikan pula menyampaikan pidato atau sambutan supaya diikuti dengan pantun-pantun. Kegiatan pertemuan budaya telah diusahakan untuk membahas materi yang bernuansa Melayu. Sudah diusahakan supaya karya tulis Melayu di pelajari oleh setiap peserta didik dalam proses belajar di sekolah atau di lembaga informal, dengan bahan utama Tunjuk Ajar Budaya Melayu.<br /><br />Banyak lagi faktor yang menunjang makin tumbuhnya peluang bagi Pekanbaru menjadi pusat Kebudayaan Melayu pada 2021 yang akan datang.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">b.Tantangan</span><br /><br />Laju pertumbuhan akibat migrasi spontan relatif tinggi dan menimbulkan pengangguran, kemiskinan, pemukiman kumuh, kerawanan sosial, serta menjamur pedagang kaki lima;<br />Pertumbuhan titik rawan banjir yang belum dapat ditangani secara menyeluruh;<br />Penambahan ruas jalan dalam kota yg belum seimbang dengan lajunya pertumbuhan kendaraan bermotor sehingga menimbulkan kemacetan;<br />Rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi;<br />Dana perimbangan disalurkan tidak tepat waktu sehingga sulit memenuhi jadwal pelaksanaan kegiatan;<br />Keterbatasan dana APBD sehingga banyak usulan masyarakat yang belum tertampung;<br />Belum kondusifnya situasi keamanan dan memerlukan peran serta masyarakat;<br />Rendahnya partisipasi dan kesadaran masyarakat terhadap kepemilikan tanah dalam rangka menunjang pembangunan fasilitas umum dan sosial;<br />Arus globalisasi yang cukup deras menimbulkan pengaruh besar kepada penghayatan kebudayaan Melayu, terutama oleh generasi muda;<br />Riau dan Pekanbaru terletak dipersimpangan jalan dari selatan ke utara, dari barat ke timur;<br />Penanaman investasi kurang peduli dengan kebudayaan tempatan;<br /><br /><span style="font-weight: bold;">V. Kesimpulan dan Saran<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kesimpulan</span></span><br /><br />Kota dan dinamika kebudayaan, kasus Kota Pekanbaru sebagai pusat kebudayaan Melayu dapat dirujuk bahwa perkembangan Pekanbaru dari suatu kampung / kebatinan Senapelan yang masyarakatnya pendukung kebudayaan Melayu yang telah berlangsung sejak abad ke 15 M dan sampai tahun 2006 ini, walaupun diselingi dengan pengaruh dari budaya etnik lainnya, Belanda, Jepang, dan terakhir ini globalisasi senantiasa masih terjadi persebatian masyarakat untuk tetap menjadikan Melayu sebagai keperibadiannya. Mengingat Pekanbaru tumbuh dari jati diri kerajaan Melayu tidak dapat dipungkiri bahwa nilai-nilai itu akan tetap bersemi dihati generasinya sepanjang masa. Tambahan lagi kepedulian pemerintah tetap memprogramkannya dalam pembangunan.<br /><br />Kondisi itu akan makin kuat apalagi telah ditetapkannya Perda yang menetapkan visi dan misi Pekanbaru sebagai pusat kebudayaan Melayu pada 2021. Demikian pula visi Pemda Provinsi Riau yang ditetapkan dalam Perda No. 36 tahun 2001 bahwa Riau sebagai pusat perekonomian dan pusat Kebudayaan Melayu di Asia Tenggara pada 2020.<br /><br />Peluang untuk terwujudnya visi Pekanbaru itu akan sangat tergantung kepada implementasinya sebagaimana yang digariskan oleh Pemda Pekanbaru seperti Penerbitan Tunjuk Ajar Budaya Melayu bekerjasama dengan LAMR (terutama Tunjuk Ajar Berbusana, Arsitektur bangunan Melayu, dsb), menyelenggarakan event budaya Melayu (petang megang, ziarah kubur, festival lampu colok), membuat monumen bercirikan Melayu, menggalakkan tenun songket dan masakan khas Melayu. Pemerintah mewajibkan bangunan mengandung arsitektur Melayu di setiap bangunan pemerintah, swasta dan ruko-ruko.<br /><br />Tantangan dalam mewujudkan Pekanbaru sebagai pusat Kebudayaan Melayu relatif cukup banyak.Namun, berkat kejelian dan ketelitian masyarakat dan pemerintah tantangan itu akan dapat diatasi khususnya diatur dalam Perda. Jika perda itu dapat diimplementasikan bahwa pada masanya Pekanbaru akan menjadi kota sebagai Pusat Kebudayaan Melayu. Pekanbaru sebagai pusat kebudayaan Melayu memerlukan sumber daya manusia dan sumber dana.Urunan dana dari pemerintah provinsi untuk maksud itu perlu dituangkan dalam APBD provinsi dan Kota Pekanbaru itu sendiri.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Saran-Saran</span><br /><br />Mengingat pertumbuhan dan perkembangan kota sejalan dengan dinamika kebudayaan maka perencanaan pembangunan kota hendaknya tetap memperhitungkan perkembangan dinamika kebudayaan Melayu.<br /><br />Dinamika Kebudayaan Melayu relatif sejalan dengan keperluan masyarakat di suatu daerah/kota,maka pembinaan dan pemeliharaan kebudayaan hendaknya selalu menjadikan rokh kebudayaan Melayu menyinari proses pembangunan dan tercermin dalam pisik dan non fisik wajah kota dan nurani masyarakatnya.<br /><br />Untuk konsistennya pelaksanaan pembangunan dengan perkembangan dan tuntutan zaman maka master plan pembangunan itu hendaknya selalu mengacu kepada nilai-nilai kebudayaan Melayu.<br /><br />Untuk terlaksananya pembangunan itu perlu adanya dukungan sumber daya dan sumber dana maka peng-anggaran dalam APBD senantiasa harus sesuai keperluannya.<br /><br />Semua perencanaan akan dapat direalisasikan dan itu bergantung kepada iktikad baik dari semua pihak tanpa adanya penyimpangan-penyimpangan yang mengganggu realisasi itu.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">VI. Penutup</span><br /><br />Pada bagian penutup ini perlu kiranya dikemukakan benang merah materi makalah ini yaitu proses tumbuhnya kota Pekanbaru dari sebuah perkampungan suku Senapelan, berkembang menjadi ibu kota kerajaan Siak, ibu kota provinsi Pekanbaru, dan seterusnya menjadi kresidenan, ibu kota provinsi meliter Jepang, dan masa kemerdekaan menjadi kotapraja, kotamadya, kota dan sekarang menjadi kota besar/Bandaraya atau metropolitan.<br /><br />Akibat perkembangan Pekanbaru relatif cepat, baik dari segi wilayahnya maupun jumlah penduduknya dan diikuti oleh perkembangan bangunan, dari bangunan kampung sekarang sudah berkembang dengan bangunan modern tetapi selalu dengan simbol Kemelayuan. Upacara dan acara Kemelayuan sudah dikembangkan baik dari segi busana, seni bina, seni suara, musik, sastra maupun adat resam Melayu mulai diperagakan, termasuk tenunan songket, makanan khas Melayu. Kedai-kedai makanan Melayu sudah mulai pula tumbuh di Pekanbaru. Aksara Arab Melayu mulai pula digunakan pada nama-nama kantor atau lembaga, dan ini menunjukkan bahwa bahasa Melayu perlu disosialisasikan di tengah-tengah masyarakat.<br /><br />Apabila program mensosialisasikan itu berlangsung terus di daerah, serantau dan antar bangsa, termasuk di negara tetangga, kita yakin implementasi visi dan misi Riau dan Pekanbaru akan memungkinkan terlaksana pada waktunya. Akhirnya dengan segala harapan, kiranya semua pihak dapat memberikan perhatian kepada pembahasan ini dan jika terdapat berbagai kekurangan dan ketidak sempurnaan, semoga dapat diberikan saran dan usul demi kesempurnaan tulisan ini.<br /><br />Terima kasih dan maaf atas segala kekhilafan, wabillahi taufiq walhidayah.<br /><br />Pekanbaru, 23 Oktober 2006<br />Hormat kami,<br /><br />Suwardi Ms dan Isjoni, MSi<br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-54081204034069318302009-08-09T18:53:00.023+07:002009-08-17T01:44:10.573+07:00Edisi Mei 2008<div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">Mesjid Raya Pekanbaru</span><br /><span style="font-weight: bold;">akan Diperluas dan Diperindah</span></span><br /></div><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">PEKANBARU, RiauInfo</span> - Mesjid Raya Pekanbaru yang selama ini menjadi salah satu objek wisata di Pekanbaru akan diperluas dan diperindah. Pengerjaan perluasan dan memperindah mesjid tersebut akan dilakukan Badan Revitalisasi Kawasan Masjid Raya dimulai tahun 2009 mendatang.<br /></div><br /><span class="fullpost"><br /><br />Untuk keperluan tersebut, diperkirakan akan membutuhkan dana sebesar lebih kurang Rp 107 miliar. Dana itu diantaranya digunakan untuk perluasan areal dengan membebaskan lahan masyarakat sebesar Rp 20 miliar, dan pembangunan fisik sebesar Rp87 miliar.<br /><br />Revitalisasi dilakukan melalui tiga zona. Zona pertama areal tempat badah. Zona kedua, merupakan islamic center atau pusat kegiatan Islam. Dan zona ketiga adalah pelabuhan yang mewakili areal istana dan pesanggarahan.<br /><br />Guna lebih menarik wisatawan berkunjung ke tempat ini, beberapa fasilitas juga dilengkapi, seperti pertokoan, ruang serbaguna, museum, perpustakaan, restoran, parkir dan menara mesjid yang memiliki ketinggian 66,66 meter.<br /><br />Meski revitalisasinya baru dilakukan tahun 2009 mendatang, namun pembebasan lahan sudah dilakukan. Saat ini sekurang-kurangnya sudah seperempat hektar lahan telah dilepas oleh masyarakat. Untuk keperluan tersebut telah dikeluarkan biaya sebesar Rp2,5 miliar.<br /><br />Asisten II Setdaprov Riau Nasrun Affendi mengatakan dana yang digunakan untuk revitalisasi Mesjid Raya ini akan menggunakan APBD Provinsi Riau yang ditambah dengan APBD Kabupaten dan kota di Riau. “Jumlahnya tergantung dari kemampuan masing-masing kabupaten,” ungkapnya. ***RiauInfo<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-style: italic;"><span style="font-size:85%;">Sumber :</span></span><br /><span style="font-style: italic;"><span style="font-size:85%;">">http://ardh1net.blogdetik.com/readblog/category/pekanbaru-city/page/4</span></span><br /></div>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-45028636495254369962009-08-09T18:11:00.015+07:002009-08-13T03:01:02.703+07:00Edisi Juni 2008<div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;font-size:180%;" class="newstitle" >Masjid Raya Pekanbaru<br />Segera Direvitalisasi </span><br /> <span class="newstgl">Jumat, 30 Mei 2008 05:51</span><br /></div><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">PEKANBARU (RP)</span> - Peletakan batu pertama revitalisasi Masjid Raya Pekanbaru dilakukan Sekdaprov Riau Mambang Mit Jumat (30/5). Hal yang sama dilakukan Walikota Pekanbaru Herman Abdullah dan perwakilan kabupaten Kampar dan Siak.<br /></div><br /><span class="fullpost"><br /><br />Masjid Raya Pekanbaru yang merupakan saksi sejarah perkembangan kerajaan Siak sekaligus awal mula Kota Pekanbaru memang sudah sepantasnya untuk direvitalisasi. Walikota Pekanbaru Herman Abdullah menyatakan, paling tidak butuh dana Rp100 miliar untuk revitalisasi yang rencananya bakal di budget sharing.<br /><br />"Walau terletak di Kota Pekanbaru, namun masjid ini merupakan saksi sejarah kerajaan Siak yang berada di beberapa daerah, seperti Kabupaten Kampar, Siak dan Pelalawan. Budget sharing kita harapkan dari kabupaten tersebut dalam 2-3 kali anggaran," jelasnya.<br /><br />Ditambahkan Herman, revitalisasi Masjid Raya saat ini masih terganjal ganti rugi lahan yang didanai oleh Pemprov Riau. Pemko Pekanbaru sendiri hanya bertindak sebagai fasilitator. Kepada pemilik lahan, Herman menghimbau agar mau bekerjasama dengan pemerintah. Karena pembangunan Masjid Raya bukan untuk kepentingan bisnis, tapi untuk kepentingan masyarakat juga.<br /><br />"Jika ini jadi tempat wisata religius, maka masyarakat disekitar masjid akan diuntungkan. Pasar BAwah akan berkembang, pendapatan juga akan meningkat," ujar Herman mengakhiri.(humas Pemko) <br /><br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-29569403287479611002009-08-08T03:10:00.029+07:002009-08-16T18:48:29.111+07:00Edisi Agustus 2009<div style="text-align: center; font-weight: bold;"><span style="font-size:180%;">Pemikiran Tentang Sejarah Riau </span><br />Oleh : Prof. Dr. Ong Hok Ham<br /></div><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-style: italic;">Tradisi kesultanan (kerajaan) yang merupakan salah satu pendukung utama kebudayaan Riau memiliki akar dalam tradisi-tradisi kerajaan di Indonesia. Lembaga kesultanan sendiri berperan penting dalam kehidupan dan tradisi budaya Riau. Kesultanan yang terdapat di Riau merupakan kesultanan maritim. Menurut penelitian, kerajaan-kerajaan di Riau tidak memiliki tradisi pertanian, sehingga bila Belanda dan Inggris kemudian mendesaknya ke sektor tersebut, hal itu tentu tidak dapat dipahami tanpa memperhitungkan faktor-faktor di sekililingnya. Dalam percaturan politik internasional ada anggapan bahwa Riau tidak pernah menjadi pusat kekuasaan terpenting atau terbesar, kecuali sebagai pusat pelarian bagi dinasti di sekitarnya yang digulingkan. Anehnya, peneliti lain berpendapat bahwa Riau adalah pusat legitimasi dan merupakan sumber penting kebudayaan kesultanan di sekitarnya. </span><span style="font-weight: bold; font-style: italic;"><br /><br /></span></div><span class="fullpost"><br /><span style="font-weight: bold;">1. Pendahuluan </span><br /><br />Berbicara mengenai sejarah Riau berarti berbicara mengenai kerajaan maritim. Kesultanan Riau muncul pada abad ke-15. Memang ada data dan legenda yang berhubungan dengan sejarah Riau sebelum abad ke-15, akan tetapi data tersebut masih samar dan bersifat dongeng. Data arkeologis masih harus digali untuk dapat membuktikannya. Dilihat dari lokasi Kepulauan Riau dan ramainya perairan di sekitarnya, besar sekali kemungkinannya bahwa Riau sudah kuno. Mungkin penemuan arkeologi berupa pecahan-pecahan porselin akan dapat menunjukkan bahwa kepulauan tersebut sejak dahulu sudah dikunjungi kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia. Kapal-kapal yang terdampar dan bermukim di kepulauan tersebut antara lain berasal dari Cina, Thailand, dan lain-lain.<br /><br />Peninggalan Hindu berupa candi mungkin tidak akan ditemukan di Kepulauan Riau, sebab untuk mendirikan candi memerlukan banyak tenaga manusia seperti halnya di kerajaan pedalaman yang agraris. Peninggalan lain seperti patung, prasasti, dan lain-lain kemungkinan ada, sebab pengaruh Hindu terlihat pada dongeng bahwa yang melahirkan Raja-raja Riau adalah seorang Ibu (Ratu). Dongeng seperti ini merupakan pengaruh Hindu atau bahkan pengaruh kepercayaan pra-Hindu. Yang dimaksudkan Ratu adalah Putri Bintan yang dinikahkan dengan Pangeran Palembang (ENI, Vol. III: 605-626). Dalam sejarah Raja-raja Riau disebutkan bahwa orang tua Putri Bintan adalah Tun Sri Binai dan Raja dari Bukit Siguntang yang menjadi raja pertama Riau (Bintan) (Effendy, 1973; Wall, 1892). Tun Sri Binai ini menurunkan raja-raja di Johor, Singapura, Melaka, dan sekitarnya.<br /><br />Hal yang menarik dari tradisi ini adalah adanya kemiripan dengan tradisi sejenis di Indonesia, misalnya mengenai Ken Dedes yang menurunkan Raja-raja Jawa Timur yang berakhir pada Kerajaan Majapahit. Di Sumenep juga dikisahkan bahwa ratu (raja) pertama adalah seorang putri yang menikah dengan anak gembala. Peran Nyai Loro Kidul sebagai pelindung dan garwa abstrak Raja Mataram (Jawa Tengah) Islam juga menunjukkan arah yang sama. Di Aceh ada tiga ratu yang pernah memerintah Kerajaan Aceh setelah wafatnya Iskandar Muda (1636). Sebenarnya istilah “ratu” dalam bahasa-bahasa di Kepulauan Indonesia berlaku bagi raja pria maupun wanita. Istilah “ratu” berasal dari kata “kraton” yang terdapat dalam berbagai bahasa di Indonesia yang menunjukkan kompleks istana.<br /><br />Dengan demikian, penulis ingin menunjukkan bahwa tradisi kesultanan (kerajaan) yang merupakan salah satu pendukung utama kebudayaan Riau memiliki akar dalam tradisi-tradisi kerajaan di Indonesia. Tradisi Ken Dedes dari dinasti raja-raja Hindu Jawa Timur juga terdapat pada dinasti Mataram Islam (abad ke–16), tradisi Kerajaan Sumenep di Madura, tradisi Islam, dan seterusnya. Lembaga kesultanan sangat penting dalam kehidupan dan tradisi budaya Riau. Oleh karena itu, penulis mencoba menyorotinya lebih lanjut dan mencoba mengambil unsur-unsur yang membentuk jati diri Riau.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Abad Maritim Indonesia (Abad XVI-XVII) </span><br /><br />Hasil penelitian terakhir seorang sejarawan Australia dari Australian National University di Canberra menunjukkan bahwa di Kepulauan Indonesia dan Asia Tenggara pada abad ke-16 terdapat suatu kehidupan maritim dan perkotaan. Asia Tenggara (termasuk Indonesia), dalam abad ke-16 didominasi oleh kesultanan maritim (Reid, 1979). Kesultanan agraris yang berada di pedalaman hanya ada beberapa, seperti Mataram di Jawa Tengah, Ayuthia di Thailand, dan Pagan di Burma/Myanmar. Pusat-pusat kekuasaan yang lain seperti kerajaan-kerajaan di pesisir utara Pantai Jawa, yaitu Banten, Demak, Kudus, Surabaya, Pamekasan, Sumenep; di Sumatera, yaitu Aceh, Siak, Indragiri, Pagarruyung (Minangkabau); di Sulawesi, yaitu Makassar, Goa, Bone, Ternate, Tidore; atau di Semenanjung Malaysia (Malaka); dan lainnya adalah kerajaan maritim. Bintan (Tanjungpinang atau Riau) juga merupakan kerajaan maritim.<br /><br />Penduduk kerajaan maritim adalah pelaut, nelayan, atau tukang. Mereka bersifat urban, penduduk kota. Berbeda dengan kerajaan agraris di pedalaman yang memiliki cukup dana dan tenaga manusia yang menetap, dengan waktu luang untuk dapat mendirikan candi-candi atau peradaban kraton lainnya, kerajaan maritim tidak cukup memiliki peradaban kraton. Hal ini karena kerajaan maritim selalu berhubungan dengan luar negeri untuk berdagang, sehinggga dana dan tenaga dipakai untuk menjalin hubungan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli antropologi Singapura, Dr. Vibien Wee, juga menunjukkan bahwa orang Bintan (Riau) dan Semenanjung Malaysia atau Sumatera tidak bertradisi pertanian. Hal yang sama dibuktikan oleh A. Reid (1979) bagi Banten, Tuban, Gresik dan lain-lain di pesisir utara Jawa. Orang Belanda dan Inggris menanamkan tradisi pertanian bagi orang Riau dan memaksanya masuk ke sektor tersebut. Sebelumnya, sejarawan India, Rajaratnam, mengemukakan bahwa peran kolonial dalam membentuk pola mata pencaharian rakyat di Asia Tenggara sangat penting. Sejarah Kepulauan Riau tentu tidak dapat dilihat tanpa memperhitungkan faktor-faktor di sekelilingnya dan faktor internasional lainnya.<br /><br />Dalam bacaan sejarah lokal seperti Sejarah Melayu dan berbagai silsilah, terlihat bahwa sejarah Hindu terikat dengan kekuasaan-kekuasaan di sekitar perairannya. Malaka (kerajaan terbesar abad ke-15 sampai awal abad ke-16), Jawa, Minangkabau, Sumatera Timur, Semenanjung Melayu lainnya, Portugis, VOC, English East India Company (EEIC), dan Bugis (sejak abad ke-17 dan ke-18) juga berperan. Dalam percaturan politik internasional, Riau tidak pernah menjadi pusat kekuasaan terpenting atau terbesar. Riau hanya sebagai tempat pemukiman Orang Laut dan tempat pelarian raja-raja yang sah. Artinya, Riau merupakan pusat pelarian bagi dinasti atau wangsa sah di sekitarnya yang digulingkan. Dengan demikian Bintan merupakan pusat legitimasi, sehingga menjadi sumber penting dari kebudayaan kesultanan di sekitarnya, namun hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut. Sementara orang berpendapat bahwa di kesultanan maritim konsep turunan sah lebih penting daripada di kerajaan agraris, dimana legitimasi raja adalah atas dasar konsep titisan. Hal ini tentu bersifat relatif di kedua sistem politik tersebut.<br /><br />Kalau sebelumnya dikatakan bahwa sejarah Riau berhubungan erat dengan keadaan di sekitarnya, maka dalam abad ke-15 kekuasaan terbesar di perairan Selat Malaka dipegang oleh Kesultanan Maritim Malaka. Kesultanan maritim ini merupakan pelabuhan terbesar di Asia Tenggara yang dihuni oleh lebih dari seratus ribu penduduk. Menurut Thomas Pire, Malaka mengalahkan kota Venesia pada masa kejayaannya, padahal Venesia merupakan pelabuhan dengan kekuatan maritim terbesar di Laut Mediterania. Malaka merupakan pelabuhan transit, sekaligus sebagai gudang dan pasar bagi semua hasil bumi dari Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan Cina. Para sejarawan menyebutnya sebagai imperium maritim terbesar sejak Sriwijaya. Kebesaran Malaka disebabkan oleh kesetiaan dan dukungan Orang Laut dan para pengembara (gypsi laut) yang memakai Riau sebagai salah satu pusat tempat berteduh.<br /><br />Pengaruh politik imperium ini tidak diketahui secara pasti. Ada dugaan bahwa Riau berada di bawah pengaruh politik Malaka, dalam arti Imperium Tradisional Asia Tenggara (Reid, 1979). Dengan porosnya yang berada di bawah pengaruh kekuasaan Malaka atau Imperium Tradisional Asia Tenggara, bukan berarti Riau diduduki oleh tentara Malaka atau pejabat, karena untuk mengadakan ekspansi teritorial semacam itu Malaka maupun kerajaan lainnya tidak mampu. Menurut konsep tradisional yang berkembang saat itu, yang dimaksud dengan di bawah pengaruh imperium adalah raja setempat diangkat oleh Sultan Melaka atau seorang Pangeran Melaka dan pengikutnya menduduki salah satu pulau di Riau dan berkuasa di sana sebagai raja dengan pengakuan Sultan Melaka.<br /><br />Bila seorang raja tidak diangkat secara langsung oleh Sultan Melaka, maka raja setempat dinikahkan dengan seorang Putri Melaka. Melalui perkawinan tersebut, unsur kesetiaan dapat ditekankan. Dalam konsep politik dan etika kerajaan, unsur kesetiaan menjadi hal yang sangat penting, sehingga kesetiaan kadang-kadang bersifat buta, seperti dalam kisah Hang Tuah.<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Sumber :</span><br /><span style="font-style: italic;">melayuonline.com/article/?...pemikiran-tentang-sejarah-riau</span><br /></div><div style="text-align: right;"><span style="font-style: italic;">11 Desember 2007</span><br /></div>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-33446605182761090832009-08-05T19:50:00.019+07:002009-08-09T23:38:17.071+07:00Edisi Agustus 2009<div style="font-weight: bold;" class="tanggal"><span style="font-size:85%;">Rabu, 05 Agustus 2009 , 07:56:00</span></div> <div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">2010, Wajib Muatan Lokal<br />Budaya Melayu</span></span><br /></div><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">PEKANBARU (RP)</span> - Wali Kota Pekanbaru, Drs H Herman Abdullah MM meminta Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Pekanbaru memasukan mata pelajaran muatan lokal tentang budaya Melayu.<br /></div><br /><span class="fullpost"><br />Muatan lokal ini sebenarnya memperkuat mata pelajaran tulisan Arab Melayu yang sebelumnya sudah diterapkan untuk tingkat SD. Namun untuk mata pelajaran budaya Melayu ini diberlakukan untuk tingkat SD-SMA. ‘’Saya minta muatan lokal tentang budaya Melayu ini tak hanya diterapkan di tingkat SD saja tapi harus juga di tingkat SMP dan SMA. Jadi tolong buat surat instruksi ini kepada Disdik,’’ ucap Herman Abdullah kepada Plt Sekko Pekanbaru, H Zulkifli SH dan Kadis Budaya dan Pariwisata, Drs H Syahril Manaf saat hearing bersama dengan LAMR Pekanbaru, Selasa (4/8) di ruang rapat Kantor Wali Kota.<br /><br />Dirinya berharap pelajaran muatan lokal itu bisa diterapkan secepatnya sehingga pengembangan budaya Melayu kepada generasi penerus bisa maksimal.<br /><br />Kadisbudpar Kota Pekanbaru, Syahril Manaf, menegaskan sebelumnya untuk muatan lokal hanya tulisan Arab Melayu saja. ‘’Itu untuk tingkat SD saat saya menjadi Kadisdik. Tapi setelah saya menelaah maka perlu hal itu digabungkan menjadi mata pelajaran muatan lokal berupa pelajaran budaya Melayu,’’ ucap Syahril Manaf.<br /><br />Jadi untuk pelajaran muatan lokal pelajaran budaya Melayu, jadi ada dimuat pelajaran tentang pakaian Melayu, tulisan Arab Melayu, adat istiadat Melayu, makanan Melayu. ‘’Kita berharap tahun 2010 sudah mulai,’’ ucapnya.(esi)<br /><br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-52617591277754109382009-08-05T18:42:00.019+07:002009-08-16T18:52:51.307+07:00Edisi Agustus 2009<div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">Senapelan Jadi Kawasan Melayu</span></span><br /><span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Laporan ERWAN SANI, Pekanbaru</span><br /><span style="font-style: italic; font-weight: bold;">erwansani@riaupos.com</span><br /></div><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;"></span>Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru didesak Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Pekanbaru untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang kawasan Senapelan sebagai kawasan budaya Melayu. Selain itu kawasan Senapelan itu dituntut agar dimasukkan dalam RTRW yang sedang dibahas Pemko Pekanbaru saat ini.<br /></div><br /><span class="fullpost"><br /><br />Selain meminta pembuatan Perda tersebut, beberapa rekomendasi dari Musda II LAMR Pekanbaru tahun 2009 juga meminta agar Datuk Badar Setia Amanah Drs H Herman Abdullah MM, agar mengembangkan nilai-nilai budaya dan melindungi dari pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya Melayu dan syariat Islam.<br /><br />‘’Kita berharap Perda tentang kawasan itu disegerakan untuk dibuat Pemko dalam waktu dekat,’’ ucap Ketua LAMR Pekanbaru, H Nasrun Effendi didampingi seluruh pengurus LAMR kepada wali kota, Selasa (4/8) di ruang rapat wali kota.<br /><br />Bukan hal itu saja yang diminta LAMR Pekanbaru, namun beberapa hal lainnya seperti meminta agar Pemko membuat Perda tentang sarana hiburan yang berbasiskan budaya Melayu yang mengharamkan judi, prostitusi, minuman keras dan Narkoba.<br /><br />Dan yang lebih menarik, dalam rekomendasi pihak LAMR Pekanbaru juga memberikan saran agar Pemko mempertahankan kebijakan berpakaian Melayu kepada setiap siswa dan komponen masyarakat yang dilaksanakan setiap Jumat. Dan terpenting lagi pihak LAMR Pekanbaru agar memperhatikan pembangunan gedung LAMR Pekanbaru sampai sekarang belum selesai.<br /><br />Menyikapi beberapa hal yang disampaikan pengurus LAMR Pekanbaru itu, dengan tegas Herman Abdullah mengatakan, bahwa sebagai pembawa amanah masyarakat Pekanbaru. Dirinya sudah berkomitmen mengembangkan budaya Melayu Pekanbaru. Sebab sampai sekarang dirinya tetap komit dengan pengembangan budaya seperti, petang megang, berpakaian Melayu baik di sekolah, instansi pemerintahan dan BUMD milik Pemko Pekanbaru. ‘’Ke depan berpakaian Melayu ini juga kita minta dilakukan pihak perbankan konvensional yang ada di Pekanbaru,’’ harapnya.<br /><br />Selain itu dirinya tetap komit dengan pengembangan budaya seperti lampu colok dan juga pengembangan khas budaya Melayu seperti songket dan makanan khas Melayu. Begitu juga dengan bangunan juga dikedepankan khas Melayu. ‘’Walaupun sampai sekarang masih di depannya saja,’’ aku wali kota.<br /><br />Kemudian berkaitan dengan dengan Perda kawasan Senapelan sebagai kawasan budaya Melayu, itu sangat didukungnya. ‘’Saya mendukung apa yang diinginkan LAMR Pekanbaru terhadap Perda itu,’’ ucapnya.(hen)</span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-66731629013626499762009-07-26T17:16:00.074+07:002009-08-26T21:32:21.610+07:00Edisi Juli 2009<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://i485.photobucket.com/albums/rr217/kubah-senapelan/LAM%20RIAU/LAMRIAU.gif"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 91px; height: 121px;" src="http://i485.photobucket.com/albums/rr217/kubah-senapelan/LAM%20RIAU/LAMRIAU.gif" alt="" border="0" /></a><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">PIDATO SAMBUTAN DAN PENGARAHAN</span><br /></div><div style="text-align: center; font-weight: bold;"><span style="font-size:130%;">KETUA UMUM LAM RIAU KOTA PEKANBARU</span><br />PADA ACARA<br /><span style="font-size:130%;">PENGUKUHAN PENGURUS LAM RIAU PEKANBARU<br />DI BALAI ADAT MELAYU RIAU - PEKANBARU<br />21 JUNI 2009 M - 26 JUMADIL AKHIR 1430 H </span><br /></div><br /><br /><br /><div style="text-align: center;"><div style="text-align: justify;"><span style="font-style: italic;">Bismillahirrahmanirrahim</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Assalamualaikum wr, wb.</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Alhamdulillahi robbil’alamin, Wal akibatul muttaqin wash sholatu wassalamu ‘alaa asyrofil ambiya i-wal mursalin, sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihii wa ash haa bihii rasulillahi ajma’in.</span><br /></div><span style="font-weight: bold; font-style: italic;"><br /></span></div><span class="fullpost">Ym. Datuk Bandar Setia Amanah sekaligus Walikota Pekanbaru (beserta Isteri)<br />Yth. Datuk Bijak Bestari Ketua Umum LAM Riau<br />Yth. Encik-encik, Tuan-tuan dan Puan-puan<br /><br />Yang kecil tak disebut nama<br />Yang besar tak dihimbau gelar<br />Yang bertuah dengan marwahnya<br />Yang berhormat dengan berkatnya<br />Yang alim dengan amanahnya<br />Yang tua dengan petuahnya<br />Yang muda dengan takahnya<br />Yang Datuk dengan kuasanya<br />Ninik-mamak dengan adat pusakanya<br />Yang bijak dengan arifnya<br />Yang cerdik dengan pandainya<br />Yang datang dari hulu dan hilir<br />Yang jauh tundan bertundan<br />Yang dekat sogo bergesa<br />Yang terlingkup alam nan empat<br />Yang tersungkup oleh adat<br />Yang ternaung oleh lembaga<br />Yang terlindung oleh ico dan pakaian<br /><br />Jemputan majelis yang berbahagia,<br /><br />Alhamdulillah wa syukurillah, pertama sekali marilah kita mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah mencurahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat hadir di majelis yang mulia ini, dalam acara Pengukuhan Pengurus LAM Riau Kota Pekanbaru masa bhakti tahun 2009 – 2014. Tersebab itu, perkenankanlah kami menyampaikan ucapan tahniah serta setinggi-tinggi terima kasih.<br /><br />Selanjutnya, teriring selawat dan salam kita tujukan pula kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah menyampaikan amanah Ilahi kepada kita, sehingga kita dapat menikmati ilmu pengetahuan yang membimbing kita mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat kelak. Allahummasholliala sayidina Muhammad waala alihi sayidina Muhammad. Semoga dengan kita selalu berselawat ini, kita mendapat safaat dikemudian hari. Aamiin ya robbal alamin.<br /><br />Encik-encik, tuan-tuan dan puan-puan yang saya hormati,<br /><br />Pada tanggal 6 Juni 2009 yang baru lalu, Ym. Datuk Bandar Setia Amanah, telah berkenan melantik Pengurus Harian LAM Riau Kota Pekanbaru masa bhakti 2009-2014, yang dipilih dalam Musda II LAM Riau Kota Pekanbaru. Selanjutnya, Tim Formatur melengkapi Susunan Pengurus Pleno, alhamdulillah, sudah kita sama-sama kita saksikan pengukuhannya. Pengurus Pleno ini merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan Pengurus Harian. Dengan demikian, lengkaplah sudah Kepengurusan LAM Riau Kota Pekanbaru masa bhakti 2009-2014.<br /><br />Encik-encik, tuan-tuan dan puan-puan yang saya hormati,<br /><br />Kita terlahir sebagai makhluk yang disebut manusia ini adalah takdir. Kita terlahir di tanah Pekanbaru Riau ini adalah takdir. Manusia makhluk sosial hidup berkelompok adalah takdir. Hubungan interaksi diantara manusia menimbulkan kebudayaan adalah takdir. Budaya satu kelompok berbeda dengan kelompok lain adalah takdir. Kelompok manusia kita ini disebut kelompok Melayu adalah takdir. Dan kita sebagai umat Islam percaya dan beriman dengan takdir. Takdir yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT adalah sebagai adat sebenar adat. Oleh karena itu, kita wajib menjaga, memelihara dan melestarikan nilai-nilai yang terkandung dalam adat budaya Melayu tersebut. Dalam rangka itulah kita berhimpun pepat berada di majelis ini.<br /><br />Sebagaimana kita ketahui bersama, dari segi budaya, Melayu itu merangkumi seluruh penduduk pribumi yang berdiam di sebagian besar di Asia Tenggara yang kita kenal sebagai Melayu Nusantara. Tidak terbatas pada agama, etnis, bahasa, adat istiadat dan Negara yang diikuti kelompok serumpun tersebut. Sebut saja misalnya, Melayu Aceh, Melayu Batak, Melayu Minang, Melayu Jawa, Melayu Bugis, Melayu Banjar dan sebagainya. Ada yang bermastautin di Semenanjung Malaya, di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya. Ada yang menganut agama Islam, Kristen, Hindu, Animesme dan sebagainya. Semuanya, mau tidak mau, suka tidak suka, adalah rumpun Melayu.<br /><br />Khusus yang bemukim di Riau ini, kita sebut dengan suku Melayu Riau dan lebih khusus lagi yang bermukim di Kota Pekanbaru kita sebut dengan puak Melayu Pekanbaru. Suku Melayu Riau yang puak Pekanbaru ini, kita kenali sebagai satu kelompok Melayu yang dibatasi pada kesamaan menganut agama Islam, bertutur bahasa Melayu, menjalani tradisi adat istiadat Melayu. Oleh karena itu, penduduk Pekanbaru yang pribumi dari keturunan berbagai suku sebagaimasa disebutkan di atas, bertutur dalam bahasa Melayu, beragama Islam dan mengikuti adat istiadat Melayu, semuanya mestinya dianggap sebagai orang Melayu Pekanbaru. Bahkan orang bukan pribumi yang kawin dengan orang Melayu dan memeluk agama Islam juga diterima sebagai orang Melayu.<br /><br />Encik-encik, tuan-tuan dan puan-puan yang saya hormati,<br /><br />Dalam visi Riau 2020 dan visi Kota Pekanbaru 2020, yang sudah menjadi kesepakatan kita semua, secara jelas dan tegas menempatkan budaya Melayu sebagai roh dan payung panji dari pembangunan diberbagai bidang. Hal ini dapat kita maklumi, karena masyarakat hukum adat sebagau suatu komunitas antropologis yang secara berlanjut mendiami suatu wilayah yang sama secara turun temurun, pada tataran internasional, sudah mendapat pengakuan yuridis dalam Konvensi ILO Nomor 169 Tahun 1989 Tentang Indigenous and Tribal People in Independent Countries. Artinya, tidak boleh dan tidak dibenarkan atau lebih tepat lagi dianggap sebagai tindakan melawan hukum, bila ternyata ada kegiatan pembangunan di Wilayah Propinsi Riau yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya Melayu Riau atau kegiatan pembangunan di Wilayah Kota Pekanbaru yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya Melayu Pekanbaru.<br /><br />Yang selalu kita pertanyakan adalah; bagaimana definisinya, bentuk formatnya, adat istiadatnya mengenai jati diri dan nilai-nilai budaya Melayu Pekanbaru itu; siapa yang berhak menentukannya, apa sanksi bila ada yang melanggarnya; siapa yang melakukan eksekusi sanksi itu; Inilah yang belum tuntas jawabannya. Tentu saja kita tidak ingin terjebak dengan symbol-simbol dan kegiatan serimonial yang kadang terkesan diada-adakan, bid’ah yang bertentangan dengan filsafah adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah.<br /><br />Encik-encik, tuan-tuan dan puan-puan yang saya hormati,<br /><br />Dalam hal ini, kami berpandangan, sesuai dengan tujuan dan tugas pokok LAM Riau sebagaimana tertulis dalam AD/ART, dimana LAM Kota Pekanbaru juga berada di bawahnya, maka LAM Riau Kota Pekanbaru adalah institusi yang tepat untuk diberi peran dan tanggungjawab mengurusi dan menjawab berbagai pertanyaan tersebut di atas tadi.<br /><br />Kami yakin, Pemerintah Kota Pekanbaru yang dipimpin oleh Ym. Datuk Bandar Setia Amanah selaku panji payung, sudah memikirkan untuk memberikan peran dan perhatian yang seimbang kepada LAM Kota Pekanbaru sesuai dengan tugas pokok yang tidak ringan yaitu menggali, membina, memelihara dan mengembangkan nilai-nilai adat dan budaya Melayu sebagai landasan memperkuat dan memperkokoh jati diri masyarakat Melayu yang bermarwah dan bermartabat. Bila ini tidak dilakukan, tentulah kita akan terjerumus kepada tindakan melawan hukum, yaitu melanggar UUD 1945, melanggar UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta melanggar Perda tentang Visi dan Misi Kota Pekanbaru 2020, lebih tepatnya tidak mengakui eksistensi masyarakat hukum adat dan secara sistimatis melakukan pemusnahan etnis dan budaya. Tindakan melawan hukum seperti ini tentu semua kita tidak menginginkannya terjadi.<br /><br />Oleh karena itu, bila pada saatnya nanti, Datuk Bandar Setia Amanah berkenan memberikan peran dan tanggungjawab secara konstruktif kepada LAM Kota Pekanbaru sebagaimana kami sebutkan di atas, maka insya Allah kami LAM Kota Pekanbaru dengan segala kerendahan hati dan kebulatan tekad menyatakan kesiapan kami.<br /><br />Encik-encik, tuan-tuan dan puan-puan yang saya hormati,<br /><br />Dalam Musda yang lalu kami telah mengemukakan Visi LAM Kota Pekanbaru Tahun 2020, yaitu, Terwujudnya kota Pekanbaru sebagai pusat Budaya Melayu di Propinsi Riau Tahun 2020, dengan misi; menghimpun, membakukan dan mensosialisasikan nilai-nilai budaya Melayu Pekanbaru; menerapkan nilai-nilai budaya Melayu Pekanbaru dalam kehidupan masyarakat; dan mengawasi serta menangkal budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya Melayu Pekanbaru.<br /><br />Dari visi dan misi ini kami merumuskan beberapa langkah-langkah strategis yaitu:<br />Membuat Grand Skenario penerapan nilai-nilai budaya Melayu dan selanjutnya ditetapkan dalam bentuk PERDA Kota Pekanbaru. Membuat program kerja yang kongkrit, aplikatif dilengkapi dengan jadwal dan target tertentu dan terukur Konsolidasi dan koordinasi organisasi secara hirarkhis mulai dari tingkat Kecamatan sampai tingkat Kelurahan Menjadikan nilai-nilai budaya Melayu Pekanbaru sebagai kurikulum muatan lokal pada semua jenjang pendidikan Melakukan penelitian terhadap nilai-nilai dan adat istiadat budaya Melayu Pekanbaru dan dibakukan serta disosialisasikan Melakukan kampanye bahasa Melayu umumnya dan bahasa Melayu Pekanbaru khususnya Melibatkan partisipasi semua masyarakat perkauman dalam setiap kegiatan Membuat sistem informasi dan membangun jejaring serta memanfaatkan media global dan IT Mengadakan kerjasama kemitraan dengan Pemko Pekanbaru dalam menjadikan nilai-nilai budaya Melayu sebagai roh dan payung panji pembangunan Kota Pekanbaru. Bila sembilan langkah ini dijalankan dengan konsisten dan konsekuen, insya Allah Kota Pekanbaru terwujud menjadi pusat budaya Melayu di Propinsi Riau.<br /><br />Encik-encik, tuan-tuan dan puan-puan yang saya hormati,<br /><br />Selanjutnya, kepada karib kerabat Pengurus LAM Kota Pekanbaru yang baru saja dikukuhkan, saya yakin dan percaya, kita semua sudah menyatakan sikap dan berbulat tekad akan bekerjasama mencurahkan fikiran, bekerja sekuat tenaga, sedaya upaya untuk memikul beban tugas dan tanggung jawab yang diamanahkan Musda kepada kita. Mari kita hindari semua perbedaan yang menimbulkan perpecahan, kita hilangkan budaya perajuk Melayu, kita kembangkan terus pemikiran-pemikiran dan dialog yang memperkaya khasanah nilai-nilai budaya Melayu yang bermarwah dan bermartabat untuk mewujudkan masyarakat Adat dan Budaya Melayu Pekanbaru yang maju, adil dan sejahtera dalam tatanan masyarakat madani dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selamat mengabdi dan tahniah semoga Allah memberkahi kita semua. Aamiin ya robbal alamin.<br /><br />Encik-encik, tuan-tuan dan puan-puan yang saya hormati,<br /><br />Izinkan pula kami menyampaikan saran pendapat kepada Datuk-datuk dan Tuan-tuan Pengurus LAM Riau.<br /><br />Yang pertama, di dalam AD/ART dinyatakan bahwa LAM Riau berbentuk konfederasi, dan LAM Kabupaten/Kota sebagai federasi yang otonom. Dengan demikian, LAM Kabupaten/Kota dinamai ‘LAM Riau Kabupaten/Kota’ yang bersangkutan. Aturan organisasi LAM Kabupaten/Kota tunduk kepada AD/ART LAM Riau, namun untuk biaya pelaksanaan program kegiatannya, LAM Kabupaten/Kota dinyatakan otonom alias dana ditanggung sendiri oleh LAM Kabupaten /Kota. Hal ini terasa janggal dan belum proporsional. Idealnya, bila aturan ditentukan oleh LAM Riau, maka konsekuensinya LAM Riau juga mengalokasikan sejumlah dana kepada LAM Riau Kabupaten/Kota.<br /><br />Yang kedua, sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa suku Melayu Riau terdiri dari berbagai puak suku yang otonom. Secara umum, jenis menurut nilai-nilai adat, pada tataran adat sebenar adat, adat yang diadatkan dan adat yang teradat, pada semua puak suku dapat dipandang hampir sama. Namun, pada jenis tataran adat istiadat, masing-masing suku puak memiliki simbol dan ciri-ciri tertentu yang berbeda satu dengan yang lainnya.<br /><br />Selama ini, Pemangku-pemangku Adat sebagai Pucuk Pimpinan Adat, berhimpun dalam Majelis Kerapatan Adat (MKA), duduk sama rendah, tegak sama tinggi, terjaga marwah dan martabatnya. Sekarang. MKA diganti dengan nama Dewan Penasehat, dengan fungsi tidak lagi sesuai dengan patut alurnya. Bila hal ini kita biarkan, maka kami khawatir LAM Riau tidak lagi representatif sebagai panji payung adat budaya Melayu Riau. Kami berharap, untuk ke depan nanti, hal ini perlu dievaluasi dan menjadi pemikiran kita bersama.<br /><br />Encik-encik, tuan-tuan dan puan-puan yang saya hormati,<br /><br />Terakhir, kepada seluruh sanak saudara serumpun Melayu yang tergabung dalam berbagai Paguyuban yang berada di Kota Pekanbaru, kami sampaikan bahwa secara budaya, kita masih satu rumpun Melayu, maka oleh karena itu kami mengajak kita semua, marilah kita perkuat adat istiadat serumpun yang sudah ada dan sama, dan kita akulturasikan adat istiadat yang masih berbeda untuk memperkuat dan memperkokoh penerapan nilai-nilai budaya rumpun Melayu.<br /><br />Bak kata bijak orang tua-tua, ‘di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, di mana air disauk, di sana ranting dipatah’. Maknanya, bukan mustahil, dari rumpun Melayu Nusantara, menjadi suku Melayu Riau, dari suku Melayu Riau, menjadi puak Melayu Pekanbaru. Sejarah telah membuktikan, Raja Haji Fisabilillah, Melayu Bugis menjadi pahlawan Nasional kebanggaan Melayu Riau. Suman Hs alias Hasibuan, Melayu Mandailing menjadi budayawan Nasional kebanggaan Melayu Riau. Dan masih banyak lagi yang lainnya yang belum pantas kami sebutkan, karena beliau-beliau tersebut masih hidup. Semuanya menjadi Melayu Riau dan turut serta menjadi pengawal marwah dan martabat nilai-nilai budaya Melayu.<br /><br />‘Tak Melayu Hilang Di Bumi’ bukan slogan kosong, tapi semangat yang sudah teruji dan terbukti. Kita yakin, bila kita bersatu padu, kita akan mampu menghadapi gelombang dampak negatif dari globalisasi yang akan menggoyahkan nilai-nilai budaya kita yang telah kita jadikan sebagai filsafah Negara kita yaitu Pancasila.<br /><br />Di beberapa kota besar di dunia, dengan penduduk beragam suku, beragam adat istiadat, bahkan beragam bangsa, mereka menciptakan sebuah slogan yang memberikan semangat rasa kebersamaan, semangat rasa persatuan, semangat rasa memiliki, sehingga menggugah partisipasi seluruh penduduk kota tersebut yang akhirnya menimbulkan suatu kekuatan yang dahsyat untuk membangun kotanya, membangun peradabannya dan mewujudkan masyarakat madani.<br /><br />Sebagai contoh, kota New York mempunyai slogan New Yorker, penduduknya menyebut dirinya New Yorker; penduduk kota Singapura, menyebut dirinya Singaporean, penduduk Kuala Lumpur, mengaku dirinya KLlite, orang Kota Pineng, menyebut dirinya Pinengate. Lalu bagaimana dengan orang Pekanbaru ? Saya usulkan penduduk Pekanbaru menyebut dirinya POKANIAN. ‘Pokan’ berarti ‘Pekan’, ‘nian’ bisa juga berarti ‘amat’. Pokanian artinya orang Pekanbaru atau bisa juga berarti ‘Sangat Pokan’. POKANIAN artinya ORANG POKAN<br /><br />I am ‘pokanian’<br />Saya orang Pokan<br />Kulo wong pokan<br />Ambo urang pokan<br />Aku oghang pokan<br />WAKDEN UGHANG POKAN<br /><br />Ndak sulik, kan ?<br /><br />Bersempena Haghi Jadi Kota Pokanbahgu ke 225, wakden mengajak kito semuo, Maghilah kito jadi ughang pokan.<br /><br />WAKDEN POKANIAN<br />Be Pokanian !!!<br /><br />Encik-encik, tuan-tuan dan puan-puan yang saya hormati,<br /><br />Ibarat berjalan sudah sampai ke batas Umpama berkayuh sampai ke pulau Bila unut sampai ke bakal Umpama sungai sampai ke guguk Ibarat memanjat sampai ke puncak Ke atas tercium harum langit Ke bawah tampak kerak bumi Yang ruas sampai ke buku Ibarat kaji sudah berkhatam.<br /><br />Dengan demikian selesai sudah sambutan dan sekaligus pengarahan ini. Perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas kesabaran hadirin mengikuti dan mendengarkannya. Dan sekaligus memohon ma’af. Entah kami tersalah tingkah. Entah kami tersalah kata. Entah kami tersalah langkah. Sekali lagi mohon diberi maaf.<br /><br />Lebat kayu pantang ditebang, Sudah berbuah lalu berdaun, Adat Melayu jangan dibuang, Sudah pusaka turun temurun Padat tembaga jangan dituang, Kalau dituang melepuh jari, Adat pusaka jangan dibuang, Kalau dibuang binasa Negeri Tanam selasih ditepi jalan, Sudah dipenggal lalu kumpulkan,<br /><br />Terima kasih kami ucapkan, Salah dan janggal mohon dimaafkan Wabillahi taufiq wal hidayah<br /><br /><br /><br /> Wassalamualaikum wr wb<br /> Pekanbaru, 21 Juni 2009<br /><br /><br /> LAM Riau Kota Pekanbaru,<br /> Ketua Umum,<br /><br /><br /><br />Ir. H. Nasrun Effendi, MT<br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-39333639858915271412009-07-26T14:30:00.044+07:002009-08-09T23:24:21.680+07:00Edisi Juni 2009<p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: normal;" align="center"><b style=""><span style=""></span></b></p><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;font-size:180%;" >LAM Perjuangkan Perda Kemelayuan </span></div><br /> <br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">PEKANBARU (RP)</span> - Kota Pekanbaru didominasi oleh suku Melayu, namun sayangnya hingga kini kemelayuan itu sedikit luntur. Mulai dari bentuk arsitektur bangunan hingga adat dan kesopanan. Mungkin hanya dengan adanya aturan melalui Peraturan Daerah (Perda) semua itu akan berjalan lancar. Itu yang menjadi prioritas perjuangan Lembaga Adat Melayu (LAM) Pekanbaru.<br /></div><br /><span class="fullpost"><br />Hal ini diungkapkan Ketua LAM Pekanbaru, Ir H Nasrun Effendi MT kepada Riau Pos, Ahad (21/6) di sela pengukuhan pengurus LAM Pekanbaru periode 2009-2014 di Gedung Balai Adat Melayu Riau.<br /><br />‘’Kita akan perjuangkan dalam rangka penjagaan adat dan tradisi Melayu hingga terbentuknya Perda tentang itu. Itu yang harus kita prioritaskan. Selain itu juga mengajarkan adat Melayu kepada generasi muda yang ada di Pekanbaru,’’ jelasnya.<br /><br />Menurutnya, salah satu yang sangat perlu dijaga adalah arsitektur bangunan yang ditinggalkan ciri kemelayuannya. Bukan hanya itu, bangunan-bangunan tua yang memang bercirikan Melayu sudah mulai hilang di Pekanbaru ini. Namun, beberapa bulan belakangan ini, Nasrun mengaku Pemko mulai memperhatikan sejarah Melayu yang ada di Pekanbaru.<br /><br />‘’Ironis melihat Kota Bertuah tak lagi punya bangunan bercirikan Melayu. Namun, kita berikan apresiasi kepada Pemko juga yang sudah mulai memperhatikan hal ini,’’ ujarnya.<br /><br />Terkait hal tersebut, Wali Kota Pekanbaru, H Herman Abdullah MM yang juga hadir bersama istrinya sangat mendukung program LAM tersebut. Sebagi bukti, Wali Kota yang bergelar Datok Bandar Setia Amanah ini sudah meminta Dinas Pendidikan untuk memasukkan bahasa Melayu sebagai muatan lokal dalam proses pembelajaran. Hanya saja itu belum berjalan dengan baik.<br /><br />Tentang bangunan yang bercirikan Melayu, memang diakuinya masih kurang mendapatkan perhatian. Ke depan Wali Kota berjanji akan berusaha memenuhi dan menjaga adat istiadat Melayu itu baik dari infrastruktur maupun kehidupan sehari-hari.<br /><br />‘’Saya sangat mendukung hal itu, semua yang bercirikan Melayu memang identik dengan Kota Pekabaru ini. Yang jelas dalam waktu dekat semua akan kita usahakan,’’ jelasnya.<br /><br />Namun, Wali Kota juga meminta kepada masyarakat jangan mengecilkan makna Melayu. Menurutnya Melayu itu sangat global, mulai dari Sumatera hingga Irian merupakan kemelayuan. Jadi semua warga Pekanbaru itu adalah Melayu dan memiliki tanggungjawab yang sama menjaga adat istiadat Melayu.(cr2/mng)</span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-35662315484994243762009-06-02T17:39:00.037+07:002009-08-12T22:18:40.501+07:00Edisi Juni 2009<div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;font-size:180%;" >سـيك سـري إنـدرڤـور<br />دار الـسـلام الـقـيـام</span><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;"><br />Syair Siak Sri Indrapura<br />Dar Al-Salam Al-Qiyam</span></span><br />Oleh : SPN. Drs. Ahmad Darmawi, M.Ag<br /></div><br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">A. MUQADDIMAH</span><br /><br />001. Dengan Bismillah sebermula kata<br />Membasahi lidah semogalah pokta<br /> Limpah Rahmat-Nya ke alam semesta<br /> Taufiq dan Hidayah-Nya nan hamba pinta<br /><br /><span class="fullpost">002. Dengan Bismillah syair dimanqul<br /> Hikayat dan kisah riwayat berqaul<br /> Merangkai peristiwa sejarah dibuhul<br /> Berdasar kenyataan fakta disimpul<br /><br />003. Hikmah Bismillah sejarah dibayan<br /> Berkat kalimah Malik al-Dayan<br /> Rahman dan Rahim-Nya sepanjang zaman<br /> Cantik Indah-Nya sungguhlah hasnan<br /><br />004. Kepada Nabi Sayyid al-Salam<br /> Beserta keluarga shahabat ikram<br /> Thabi’ Thabi’in ‘Ulama muhtaram<br /> Bersama Auliya mujahid Islam<br /><br />005. Shalawat dan Salam terucap serta<br /> Nabi dan keluarga sahabat merata<br /> Do’a arwah disampaikan nyata<br /> Kepada nan hilang mendahului kita<br /><br />006. Berkat ucapan shalawat salam<br /> Syair ditekat qiyas bersulam<br /> Bertenun sejarah syair di qalam<br /> Siak Indrapura Dar al-Salam al-Qiyam<br /><br />007. Dihimpunlah huruf membentuk kata<br />Merangkai peristiwa beralaskan fakta<br />Mengulas sejarah berdasarkan data<br />Semoga jelas sebarang berita<br /><br />008. Berawal Alif hinggalah ke Ya<br />Tersusun syair mutiara cahaya<br />Madah digubah maknanya kaya<br />Siak Indrapura negeri auliya<br /><br />009. Rangkai peristiwa sedia digubah<br />Siak bermadah syair diwarkah<br />Siak Indrapura negeri kamilah<br />Semoga kaya sebarang khazanah<br /><br />010. Siak Indrapura Dar al-Salam al-Qiyam<br />Demikianlah tajuk syair disulam<br />Bertenun sejarah songket muhtaram<br />Berdedai budaya badarul alam<br /><br />011. Siak Sri Indrapura syair dikata<br />Bukannya dongeng tetapi cerita<br />Kisahnya shahih riwayatnya nyata<br />Beralaskan sejarah berdasarkan fakta<br /><br />012. Syahdan dibuka lembaran riwayatnya<br />Tersebut prihal negeri Siak namanya<br />Sri Indra pura sebutan lengkapnya<br />Dar al-Salam al-Qiyam kamilatnya<br /><br />013. Sejarah Siak riwayatnya nyata<br />Berbagai kitab menukil serta<br />Perihal negeri tahta permata<br />Melalui syair hamba berwarta<br /><br />014. Sejarah Siak sejak dahulu kala<br />Dari kerajaan tumbuh bermula<br />Hingga kemerdekaan demikian pula<br />Kembali diungkap sedia kala<br /><br />015. Ayuhai ikhwan hamba serukan<br />Kepada nin tuan hamba harapkan<br />Terkhilaf bicara mohon maafkan<br />Tersalah sejarah mohon betulkan<br /><br />016. Yang segenggam patut digunungkan<br />Yang setitik baiknya dilautkan<br />Yang pendek elok dipanjangkan<br />Yang panjang potong singkatkan<br /><br />017. Yang sebungkah bila digunungkan<br />Yang setetes jika dilautkan<br />Yang baik kan menjadi pedoman<br />Yang buruk kan menjadi sempadan<br /><br />018. Sejarah tersurat dalam maknanya<br />Baik dan buruk jelas bedanya<br />Terpulang maklum pembaca sekaliannya<br />Mengambil tauladan serta i’tibarnya<br /><br /><span style="font-weight: bold;">B. SEBELUM SIAK BERNAMA SIAK</span><br /><br />019. Tersebutlah negeri di bawah angin<br />Sebelah Timur Tanjung Comorin<br />Hindia depan arahnya alamin<br />Tujuan migrasi Melayu bermustautin<br /><br />020. Penduduk Nusantara generasi pertama<br />Proto Melayu bangsanya bernama<br />Bermigrasi ke Nusantara waktunya lama<br />Ras Wedda demikianlah nama<br /><br />021. Gelombang pertama terjadi migrasi<br />Sekitar dua ribu lima ratus Sebelum Masehi<br />Hingga seribu lima ratus Sebelum Masehi<br />Ke wilayah Nusantara tujuan migrasi<br /><br />022. Bilakah masa awal mulanya<br />Tiada pasti bilakah masanya<br />Di negeri mana daerah tujuaannya<br />Tiada tentu tempat pastinya<br /><br />023. Menurut dugaan migrasi manusia<br />Penghuni pertama di Tenggara Asia<br />Berasal dari belakang benua Hindia<br />Di sekitar kaki pegunungan Himalaya<br /><br />024. HR van Heekeren berpendapat syahda<br />Proto Melayu adalah ras wedda<br />Dengan Austroloide migrasi ada<br />Negrito dan Melanisia sama berada<br /><br />025. Mereka datang diawalnya waktu<br />Setelah zaman es berakhir tentu<br />Di zaman mesoliticum mengikut waktu<br />Pendukung awal budaya zaman Batu<br /><br />026. Penghuni pertama Nusantara kita<br />Sisa keturunan masih ditemui fakta<br />Akit dan Laut Sakai diperkata<br />Talang Mamak dan Bonai pun serta<br /><br />027. Di Pantai Timur Pulau Sumatra<br />Lautan Cina di Selatan mara<br />Terhampar negeri indra pura<br />Negeri bahari sungai bermuara<br /><br />028. Sebelum siak bernama siak<br />Sungai Jantan namanya suak<br />Belum dihuni sebarang puak<br />Berhutan belukar dipenuhi semak<br /><br />029. Sebelum Siak namanya disebutkan<br />Siak masih bernama Sungai Jantan<br />Ketika wilayah belumlah bertuan<br />Datanglah manusia memulai kehidupan<br /><br />030. Sewaktu nenek masih makan keluang<br />Sewaktu gagak masih putih tak berbelang<br />Tersebutlah suatu negeri luas terbentang<br />Alur sungainya dalam berarus tenang<br /><br />031. Di sekitar wilayah daerah Siak<br />Orang Sakai ‘lah lama bertapak<br />Penduduk asli masih berjejak<br />Hingga sekarang masihlah tampak<br /><br />032. Sakai hidup dalam darurat<br />Hidup selingkung di hutan lebat<br />Berladang berburu kerja dijabat<br />Menyara hidup kaum kerabat<br /><br />033. Ketika migrasi kedua terjadi<br />Tigaratus tahun Sebelum Masehi<br />Mereka menjadi penduduk pribumi<br />Dengan kebudayaan yang agak tinggi<br /><br />034. Deutro Melayu bangsa bernama<br />Melayu Muda disebutkan nama<br />Kebudayaan maju serta perima<br />Datang mendesak penduduk lama<br /><br />035. Masa beredar waktupun berganti<br />Tepian sungai berpenghuni pasti<br />Di Sungai Jantan negeri bersebati<br />Berkembang pesat sudahlah pasti<br /><br />036. Demikian kisah zaman dahulunya<br />Sungai Jantan panjang sejarahnya<br />Karena terbatas berita tentangnya<br />Cukup sekian hamba menceritakanya<br /><br /><span style="font-weight: bold;">C. SIAK SEBELUM JADI KERAJAAN SIAK</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. SIAK DI BAWAH KEKUASAAN MELAKA</span><br /><br />037. Shahibul hikayat ada berkata<br />Raja berkuasa pemerintahan bertata<br />Sultan Mansyur Syah nama dikata<br />Maharaja Melaka Sultan bertahta<br /><br />038. Adapun akan Sultan Mansyur Syah<br />Adalah putera Sultan Muzaffar Syah1<br />Sultan nan adil memegang amanah<br />Kerajaannya besar namanya masyhurah<br /><br />039. Pada pemerintahan Baginda Sultan<br />Kekuatan Melaka sangat diperhitungkan<br />Laksamana terkemuka menjadi andalan<br />Hang Tuah beserta saudaranya sekalian<br /><br />040. Arakian Sultan memberi perintah<br />Menyerang Siak kuasai wilayah<br />Taklukan Permaisura2 yang berdaulah<br />Kepada Melaka tak mau menyembah<br /><br />041. Sultan menitahkan Seri Awadani3<br />Sang Jaya Pikrama juga menyertai<br />Sang Surana ikut mengiringi<br />Ikhtiar Muluk ikut menuruti<br /><br />042. Enampuluh kelengkapan dibawa siaga<br />Tiga puluh lancaran bertiang tiga<br />Beberapa hari tiada terduga<br />Ke negeri Siak mereka kan berlaga<br /><br />043. Hulu balang Maharaja Permaisura<br />Terkejut mendapati armada tidak terkira<br />Menyampaikan berita pada Maharaja<br />Kelengkapan Melaka menyerang segera<br /><br />044. Permaisura memerintah Mangkubumi<br />Tun Jana Pakibul namanya menteri<br />Menghimpun pasukan dan hamba abdi<br />Rakyat Siakpun turut dipersenjatai<br /><br />045. Pasukan Permaisura berusaha melindungi<br />Di tepian sungai kota Siak dibentengi<br />Serang menyerang silih berganti<br />Pasukan Siak banyaklah yang mati<br /><br />046. Karena pasukannya mati berkaparan<br />Permaisura langsung memimpin peperangan<br />Mengerahkan seluruh kekuatan pasukan<br />Mempertahankan Siak habis-habisan<br /><br />047. Melihat Permaisura memimpin peperangan<br />Ikhtiar Muluk4pun memasuki pertempuran<br />Dipanahnya Permaisura satu berketepatan<br />Menembus dada menyebabkan kematian<br /><br />048. Melihat Permaisura mati terkulai<br />Pasukannya pecah bercerai berai<br />Armada Melaka bersorak sorai<br />Siak dikuasai hingga ke balai<br /><br />049. Sedang anak Maharaja Permaisura<br />Megat Kudu namanya tertera<br />Kepada Seri Awadani dibawa segera<br />Dibawa ke Melaka ditawan lara<br /><br />050. Ke negeri Melaka sampailah segera<br />Sultan Mansyur Syah menyambut gembira<br />Para panglima dihadiahi sejahtera<br />Hulu balang semua sama setara<br /><br />051. Ikhtiar Muluk diarak keliling negeri<br />Persalinan dan hadiah banyak diberi<br />Sedangkan kepada Seri Awadani<br />Diangkat sebagai Perdana Menteri<br /><br />052. Kepada tawanan tidaklah aniaya<br />Megat Kudu dipersalinkan patutnya<br />Kemudian dinikahkan dengan puterinya<br />Raja Mahadewi demikianlah namanya<br /><br />053. Megat Kudu kemudian dirajakanya<br />Di Negeri Siak tahta tempatnya<br />Sultan Ibrahim gelar masyhurnya<br />Tun Jana Pakibul jadi Mangkubuminya<br /><br />054. Bertahun-tahun lama waktunya<br />Melaka menjadi induk pemerintahannya<br />Kepada Melaka Siak takluk adanya<br />Hingga kerajaan Johor menggantikannya<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. HANG TUAH KE TANAH SIAK</span><br /><br />055. Di Siak Megat Kudu menjadi Raja<br />Sedang di Melaka yang jadi Maharaja<br />Sultan Alaiddin Riayat Syah nama dieja<br />Amarnya syahda kebijakannya dipuja<br /><br />056. Alaiddin Riayat Syah Sultan berperi<br />Baginda gemar mengelilingi negeri<br />Sembang meronda seorang diri<br />Mengawal lingkungan di malam hari<br /><br />057. Keamanan rakyatnya aman terpatri<br />Terutama pengawalan keamanan negeri<br />Baginda menghukum penyamun dan pencuri<br />Banyaklah yang mati di tangannya sendiri<br /><br />058. Menurut cerita shahibul hikayat<br />Sultan Ibrahim raja berdaulat<br />Di negeri Siak tempat wilayat<br />Kepada Melaka menjunjung daulat<br /><br />059. Adalah seorang berbuat kesalahan<br />Kepada Ibrahim Baginda Sultan<br />Pada Tun Jana Pakibul ia perintahkan<br />Membunuh pesalah sebagai hukuman<br /><br />060. Berita tersebut sampai ke Melaka<br />Sultan Alaiddin Maharaja Melaka<br />Mendengar berita Baginda murka<br />Karena tercoreng arang ke muka<br /><br />061. Tersebab menghukum tanpa sepengatahuannya<br />Dipandang salah menurut adatnya<br />Mesti ditegur menurut patutnya<br />Atau dihukum menurut kadarnya<br /><br />602. Diperintahlah Hang Tuah Laksamananya<br />Ke negeri Siak untuk memeriksanya<br />Sesampainya di Siak Tuan pun bertanya<br />Pada Tun Jana Datuk Mangkubuminya<br /><br />063. Tun Jana Pakibul menjawab tanya<br />Ianya mengikut titah Sultannya<br />Kerana pesalah durhaka lakunya<br />Kepada Sultan* makhdum junjungannya<br /><br />064. Mendengar Tun Jana menjawab kata<br />Hang Tuah murka tiada terkata<br />Sultan Ibrahim pun ditemui serta<br />Setelah berhadap Hang Tuah berkata:<br /><br />065. Tiada berbudi kiranya tuan<br />Tak ubah umpama orang hutan<br />Tiada tahukah cara kebiasaan<br />Sehingga adat tiada diperhatikan<br /><br />066. Menghukum bunuh tanpa memberitahukan<br />Ke negeri Melaka pada Baginda Sultan<br />Hendak merajalelakah kiranya tuan<br />Di Siak ini dengan tak berpatutan<br /><br />067. Sultan Ibrahim dan pembesar kerajaan<br />Tiada berani menyahut perkataan<br />Terhadap Hang Tuah mereka segan<br />Kerana ianya kepercayaan Sultan<br /><br />068. Ketika Hang Tuah akan kembali<br />Ke negeri Melaka melaporkan peri<br />Keadaan sebenar yang terjadi<br />Sultan Ibrahim mohon diampuni<br /><br />069. Pada Sultan Ibrahim Tuah berkata<br />Kemaafan Baginda misti dipinta<br />Sultan Alauddin penguasa tahta<br />Perbuatlah surat sebarang kata<br /><br /><span style="font-weight: bold;">GLOSARI</span><br /><br />070. Setelah beberapa hari Tuah di Siak<br />Sebelum ke Melaka pulang bertolak<br />Berbagai hadiah ditampik tidak<br />Hang Tuah dipersalin selengkap tegak<br /><br />071. Sultan Ibrahim berkirim suratlah<br />Kepada Maharaja mengangkat sembah<br />Memohon maaf kerana tersalah<br />Tanpa musyawarah hukum dititah<br /><br />072. Demikian adat Melayu suatu ketika<br />Jangankan di dalam negeri Melaka<br />Tidak memberi tahu Baginda murka<br />Apalagi di negeri taklukan Melaka<br /><br /><span style="font-weight: bold;">3. KEKUASAAN MELAKA PINDAH KE JOHOR</span><br /><br />073. Sultan Alaidin Syah Maharaja Melaka<br />Menyerang Pekantua titahnya pokta<br />Seri Nara Diraja pemimpin pasukan terkemuka<br />Pekantua dapat dikuasai Melaka<br /><br />074. Baginda Sultan mengangkat puteranya<br />Di Pekantua Munawar Syah dirajakannya<br />Sejak itu nama Pekantua digantinya<br />Pekantua Kampar nama kerajaannya<br /><br />075. Ketika Sultan Alaiddin wafat bersyahda<br />Raja Muhammad menggantikan Baginda<br />Menjadi Maharaja Melaka Persada<br />Sultan Mahmud Syah gelaran Baginda<br /><br />076. Sewaktu Mahmud Syah jadi rajanya<br />Baginda tega membunuh saudaranya<br />Raja Zainal nan elok parasnya<br />Tersebab banyak perempuan menyukainya<br /><br />077. Mahmud Syah kelakuan menyalah<br />Merebut paksa Tun Tijah5<br />Juga berkehendak meminang serakah<br />Putri Gunung Ledang gairahnya tumpah<br /><br />078. Baginda pulalah yang berbuat sumbang<br />Dengan Istri Tun Biajit6 tercoreng arang<br />Tun Fatimah7 pun dinikahi garang<br />Setelah membunuh ayah dan suami orang<br /><br />079. Hanya kerana berahikan Tun Fatimah<br />Bendahara Sri Maharaja berupaya mencegah<br />Bendahara dibunuh dengan alasan fitnah<br />Bagitu juga Tun Ali suami Tun Fatimah<br /><br />080. Setelah membunuh Bendahara Sri Maharaja<br />Dengan alasan yang dibuat sengaja<br />Qadha dan Qadar jatuh ke raja<br />Melaka dilanggar Peringgi mudah sahaja<br /><br />081. Dikala agama dan adapt tiada bermuka<br />Armada Peringgi menyerang Melaka<br />Alfonso d’Albuquerque8 siangkara murka<br />Tahun lima ratus sebelas jatuhlah Melaka<br /><br />082. Sultan bersama dengan puteranya<br />Raja Ahmad demikian namanya<br />Ke daerah Riau menyingkir akhirnya<br />Pekantua Kampar jadi tujuannya<br /><br />083. Baginda dinobat ketika di Kampar<br />Menjadi Sultan dua tahun bereda<br />Akhirnya mangkat Raja nan Akbar<br />Nnan Hilang digelar Marhum Kampar<br /><br />084. Baginda digantikan oleh puteranya<br />Raja Ali sang Putera Mahkotanya<br />Setelah dinobat menurut adatnya<br />Sultan Alaiddin Riayat Syah Dua masyhur gelarnya<br /><br />085. Setelah beberapa lamanya ada<br />Tun Perkasa diangkat Baginda<br />Sebagai Mangkubumi pendamping Baginda<br />Dianugrahi gelar sebagai Raja Muda<br /><br />086. Untuk pekerjaan nan selanjutnya<br />Sultan meninggalkan Pekantua<br />Ke Kuala Johor tempat tujuannya<br />Mendirikan kerajaan baru disana<br /><br />087. Setelah tapak kerajaan didirikan<br />Johor berkembang sangat mengesankan<br />Sampailah ajal yang ditaqdirkan<br />Diganti Putera Sultan yang meneruskan<br /><br />088. Kerajaan Johor penerus kerajaan Melaka<br />Begitu pula bekas taklukan Melaka<br />Ke Sultan Johor tak berani durhaka<br />Termasuklah Siak mnundukkan muka<br /><br />089. Di negeri Siak ditunjuk penguasanya<br />Kerajaan Johor yang menjadi induknya<br />Hubungan keduanya seperti sebelumnya<br />Sewaktu Melaka masih menguasainya<br /><br />090. Semasa Johor berkuasa sepenuhnya<br />Oleh Baginda Raja Abdullah ditunjuknya<br />Di negeri Siak sebagai rajanya<br />Sultan Khoya Ahmad Syah gelarannya<br /><br />091. Masa Seri Maharaja lamalah jua<br />Sultan Abdul Jalil Riayat Syah Dua9<br />Di negeri Siak dirajakan Dewa<br />Raja Hasan putera Baginda jumawa<br /><br />092. Lamanya masa Hasan beraja jua<br />Mewakili Maharaja Johor kuasa bersua<br />Seribu limaratus sembilan enam tarikhnya tua<br />Hinggalah seribu enamratus enampuluh dua<br /><br />093. Karena berdasar berbagai pertimbangan<br />Alasan politik, ekonomi dan keuangan<br />Keberadaan wakil Maharaja Sultan<br />Di negeri Siak kemudian ditiadakan<br /><br />094. Sebagai pengganti Raja yang berkuasa<br />Di negeri Siak ditunjuk sebagai Penguasa<br />Seorang Syahbandar mewakili Maharajasa<br />Di Sabak Auh berkedudukan selesa<br /><br />095. Sewaktu Raja Kecil melewati kuala<br />Sebelum menyerang Johor akan dimula<br />Di Sabak Auh Raja berniaga pula<br />Membayar pancung alas cukai kepala<br /><br />096. Keberadaan Syahbandar ada dipersua<br />Di negeri Siak berlangsung lamalah jua<br />Hingga tahun seribu tujuhratus duapuluh dua<br />Sampai Raja Kecil mengambil alih kuasa semua<br /><br /><span style="font-weight: bold;">D. PENGABSAHAN RAJA KECIL</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. PERISTIWA SEULANG NANGKA</span><br /><br />097. Berbagai kitab saling berbelahan<br />Prihal riwayat mitos pengabsahan<br />Benarkah Raja Kecil keturunan Sultan<br />Pancar nasabnya saling bertalian<br /><br />098. Kebanyakan pendapat mengaku syahda<br />Raja Kecik keturunan Sri Baginda<br />Sultan Mahmudsyah Paduka Ayahanda<br />Sebagai Sultan Johor dipercaya berada<br /><br />099. Merujuk kata shahib al-hikayah<br />Tuhfat al-Nafis menyurat riwayah<br />Raja Ali Haji empunya hujjah<br />Mengungkap riwayat secara kamilah<br /><br />100. Tersebut seorang keturunan Baginda<br />Sultan Mahmudsyah nama berada<br />Maharaja kedua Johor persada<br />Penuh teka teki pendapatpun berbeda<br /><br />101. Bermula peristiwa seulas nangka<br />Istri laksamana mengidam ketika<br />Ayapan Baginda berupa nangka<br />Keinginan janin dirahim bersuaka<br /><br />102. Adapun Sri Baginda ada prihalnya<br />Berbinikan peri konon kabarnya<br />Dari makhluk Jin demikian bangsanya<br />Pada istri manusia kurang disukainya<br /><br />103. Maka pada hari suatu ketika<br />Sida-sida Istana membawa nangka<br />Mempersembahkan ayapan yang disuka<br />Sedang Baginda masih diperaduan seloka<br /><br />104. Baginda belum terjaga kiranya<br />Nangka ditaruh di tempat biasanya<br />Tidak lama berselang waktunya<br />Istri Megat Seri Rama melihatnya<br /><br />105. Melihat nangka yang diidamkannya<br />Kepada Sida-sida iapun memintanya<br />Walaupun seulas cukup kiranya<br />Sekedar memenuhi hajat janinnya<br /><br />106. Tak lama berselang terjagalah Baginda<br />Disuguhi nangka oleh Biduanda<br />Hasil buah-buahan kebun mayapada<br />Makanan kesukaan Seri Baginda<br /><br />107. Melihat nangka Baginda terpana<br />Didapati nangka tiada sempurna<br />Baginda heran bertanya sukma<br />Yang seulas diletakan dimana<br /><br />108. Sida-sida menjelaskan hitungan angka<br />Perihal tak lengkapnya seulas nangka<br />Istri Megat Seri Rama meminta suka<br />Karena sedang mengidamkan nangka<br /><br />109. Apabila mendengar sebab perkara<br />Bagindapun murka tiada terkira<br />Memerintah pengawal menitah Bintara<br />Istri Megat Seri Rama dipanggil segera<br /><br />110. Usul periksa tidak disyaratkannya<br />Mahupun bertanya sebab musababnya<br />Istri Megat Seri Rama dihukum karenanya<br />Kemudian Baginda membelah perutnya<br /><br />111. Istri Megat Seri Rama wafat akhirnya<br />Bersama janin di dalam perutnya<br />Terlihatlah janin memagut nangkanya<br />Baginda menyesal sejadi-jadinya<br /><br />112. Megat Seri Rama mengatur cara<br />Membalas dendam dengan segera<br />Minta persetujuan Datuk Bendahara<br />Serta dukungan pembesar istanapura<br /><br />113. Kepada Bendahara berkata durja<br />Hamba kan durhaka kepada raja<br />Jika Bendahara ‘nak menjadi raja<br />Sesuai musabab tepat sahaja<br /><br />114. Walaupun Bijawangsa abdi terpercaya<br />Kepada Sri Baginda setianya jaya<br />Tanpa usul periksa dihukum aniaya<br />Fitnah membunuhnya Baginda terpedaya<br /><br />115. Karena Bijawangsa telah tiada<br />Mudahlah Megat mencelakai Baginda<br />Hamba derhaka kata pertanda<br />Membabi buta diparangnya Baginda<br /><br />116. Sebelum Baginda sampai ajalnya<br />Dicabutlah sekin dari sarungnya<br />Kepada Megat Seri Rama dilontarnya<br />Sekin mengena penghantar nyawanya<br /><br />117. Baginda meninggal di atas julang<br />Dalam sejarah dinukil terang<br />Gelarnya Sultan mangkat dijulang<br />Demikian taqdir Sultan nan malang<br /><br />118. Gelar lainnya disebutkan budi<br />Marhum Kota Tinggi makam bilhadi<br />Dimana tempat peristiwa terjadi<br />Tempat Sultan beristirahat abadi<br /><br />119. Wafatlah Sultan dengan tiada belas<br />Di hari Jum’at pukul sebelas<br />Pada seribu seratus sebelas<br />Tahun Qamariyah tercatat jelas<br /><br />120. Mengikut musyawarat pembesar kerajaan<br />Mereka sepakat dalam keputusan<br />Mengangkat Bendahara10 jadi Sultan<br />Anak Tun Habib demikian disebutkan<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. MITOS PEMBUAHAN RAJA KECIL</span><br /><br />121. Syahdan adalah suatu malam<br />Baginda berahikan peri purindam<br />Terpancarlah air syahwat mahnikam<br />Di atas tikar anyaman bersulam<br /><br />122. Lalu Baginda memanggil gundiknya<br />Encik Apong demikian namanya<br />Anak Datuk Laksamana satu-satunya<br />Datang memenuhi perintah Bagindanya<br /><br />123. Pada Encik Apong Baginda berkata<br />Kepada gundik nan cantik jelita<br />Jikalau hendak berputrakan raja pokta<br />Telanlah mahnikamku dengan cinta<br /><br />124. Encik Apong sedia melakukanya<br />Mengikut titah bergairah lakunya<br />Seraya menelan mahnikan rajanya<br />Buntinglah ia dengan taqdir-Nya<br /><br />125. Riwayat lain ada mengatakan<br />Setelah wafat Baginda Sultan<br />Jenazahnya tiada segera dikebumikan<br />Tersebab kerana ada keganjilan<br /><br />126. Sultan Mahmud Syah ajaib kisah<br />Ketika mangkat zakarnya tak rebah<br />Keras berdiri laksana galah<br />Penanda Baginda memendam gairah<br /><br />127. Kerabat istana menunda penguburannya<br />Memahami Baginda memendam berahinya<br />Kepada Cik Apong seorang gundiknya<br />Diperintahlah ia menyebadani Tuannya<br /><br />128. Selesai Cik Apong menyebadani Tuannya<br />Zakar Baginda rebah seperti biasanya<br />Lalu dikubur sebagaimana mestinya<br />Setelah mewariskan benih pada gundiknya<br /><br />129. Tak lama waktu setelah mangkatnya<br />Encik Apong bunting konon kabarnya<br />Mana yang benar cerita patutnya<br />Kepada Allah dikembalikan semuanya<br /><br />130. Sebelah Terengganu ada mengatakan<br />Walaupun Baginda tak suka perempuan<br />Karena istrinya peri bangsa bunian<br />Pada Encik Apong pernah bersebadan<br /><br />131. Sebelum peristiwa pembunuhan<br />Terhadap Seri Baginda Sultan<br />Encik Apong hamil duluan<br />Sebagai istri Gundik kesayangan<br /><br />132. Adapun latar belakang ceritanya<br />Menguatkan mitos pengabsahannya<br />Keturunan Baginda pancar nasabnya<br />Raja Johor Mahmud Syah ayahandanya<br /><br /><span style="font-weight: bold;">3. ENCIK PONG BUNDA RAJA KECIL</span><br /><br />133. Di istana tersiar berita kononnya<br />Keturunan Sultan ada penerusnya<br />Pada seorang diantara gundiknya<br />Yang sedang hamil keadaan dirinya<br /><br />134. Mendengar berita murkalah Bendahara<br />Memerintah bidan memeriksa segera<br />Perempuan istana yang hamil gahara<br />Bendahara menitah bunuh jelas tertera<br /><br />135. Perempuan bunting dibunuh semuanya<br />Tak kira siapapun dia adanya<br />Selain perempuan istana jadi sasarannya<br />Rakyat jelatanpun terkena getahnya<br /><br />136. Demikian riwayat yang hamba dapat<br />Banyak macamnya berbagai pendapat<br />Ke pangkal kaji syairpun disingkat<br />Berpindah riwayat ke lain tempat<br /><br />137. Akan Encik Apong yang sedang bunting<br />Nyawanya terancam nasibnya genting<br />Tiada tempat hendak berpaling<br />Jiwanya gundah hatinya runsing<br /><br />138. Ketika Cik Apong ditanyakan halnya<br />Apakah anak Baginda yang dikandungnya<br />Kerana takut terancam jiwanya<br />Ia bersumpah tiada mengakuinya<br /><br />139. Encik Apong berkata pada yang menanya<br />Jika benih Baginda yang dikandungnya<br />Dengan bersumpah lalu memastikannya<br />Tak akan melihat wajah anaknya<br /><br />140. Kepada laksamana orangtua kandungnya<br />Memohon perlindungan akan nasibnya<br />Encik Apong berbisik membuka rahasianya<br />Janin dikandung benih Baginda adanya<br /><br />141. Abdul Jalil11 naik murkanya<br />Menyerang istana tahtapun didudukinya<br />Perempuan yang bunting dibunuh semuanya<br />Tiada dikira siapaun suaminya<br /><br />142. Dalam suatu riwayat tersebut ninda<br />Pelarian Encik Apong berpada-pada<br />Meninggalkan istana bekalan tiada<br />Bersama dengan seorang Nakhoda<br /><br />143. Encik Apong dilarikan secepatnya<br />Untuk menyelematakan jiwa raganya<br />Washilah penerus keturunan rajanya<br />Di suatu tempat rahasia persembunyiannya<br /><br />144. Encik Apong dibawa Nakhoda Malin<br />Di dalam hutan hinggalah ia bersalin<br />Di Hulu Sungai Johor ia bermastautin<br />Selamatlah Cik Apong lahir dan batin<br /><br />145. Nakhoda Malin memberi namanya<br />Putera Sultan yang dibawanya<br />Raja Kecil demikian adanya<br />Anak Mahmud Syah Raja junjungannya<br /><br />146. Untuk menghindar kejaran yang ditakutkan<br />Ke daerah Jambi Raja Kecil dilarikan<br />Ke Indragiri pelarianpun diteruskan<br />Hingga Pagaruyung tujuan disampaikan<br /><br />147. Dalam tersebut riwayat lainnya<br />Sedikit berbeda kisah pelariannya<br />Perihal siapa yang menyelamatkannya<br />Serta di mana tempat penyelamatannya<br /><br />148. Dalam pelarian lahirlah putera<br />Di tempat sunyi rahasia pura<br />Wajahnya mirip sangat kentara<br />Dengan Mahmud Syah Sultan gahara<br /><br />149. Kerana setia kepada sumpahnya<br />Anak yang lahir dipisahkan darinya<br />Kepada Laksamana ayahandanya<br />Diserahkan anak permata jiwanya<br /><br />150. Keberadaan Cik Pong hilang pantauan<br />Akhirnya meninggal dalam kepiluan<br />Putuslah kisah dengan berketentuan<br />Bunda Raja Kecil ianya puan<br /><br /><span style="font-weight: bold;">E. RAJA KECIL PENDIRI KERAJAAN SIAK</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. RAJA KECIL SANG PETUALANG</span><br /><br />151. Riwayat lain cerita seumpama<br />Encik Apong selamat bersama<br />Panglima Bebas tersebut nama<br />Dari Pagaruyung asalnya Panglima<br /><br />152. Ke Putri Jenilan Cik Apong diserahkan<br />Aman dilindungi serta dipeliharakan<br />Hingga Encik Apong melahirkan<br />Seorang putera tampan rupawan<br /><br />153. Putri Jenilan tertarik hatinya<br />Untuk mengangkat sebagai anaknya<br />Setelah Tuan Bujang diuji cobanya<br />Sunguhlah ia keturunan raja adanya<br /><br />154. Adapun ujian yang dilakukan<br />Sangatlah berat lagi menakutkan<br />Di kayu jelatang tubuhnya disandarkan<br />Kepada badan getahnya menggatlakan<br /><br />155. Kuasa Allah nyata buktinya<br />Pengaruh gatal tiada mengenainya<br />Kalaulah bukan keturunan raja adanya<br />Pastilah rusak binasa tubuhnya<br /><br />156. Ujian lainnya dapat membinasa<br />Dipakaikan mahkota Raja berkuasa<br />Yam Tuan Sakti nama Rajasa<br />Raja Pagaruyung yang perkasa<br /><br />157. Jika pemakai bukan turunan bersuaka<br />Terkena tulah laknat mahkota pataka<br />Akan mendapat kutukan mala petaka<br />Menyebabkan kematian dengan seketika<br /><br />158. Setelah lulus ujian yang musykil<br />Diangkatlah ia sepenuh kamil<br />Sebagai Putera Raja bergelar Jamil<br />Yang Dipertuan Cantik Raja Kecil<br /><br />159. Anak Cik Apong putera rembulan<br />Jadi anak angkat Puteri Jenilan<br />Gelar si Buyong nama panggilan<br />Tuan Bujang nama timbalan<br /><br />160. Sejak menjadi keluarga Diraja<br />Tuan Bujang terjamin manja<br />Dididik menurut adat raja-raja<br />Sesuai dengan usul ditaja<br /><br />161. Geruyong Yang Dipertuan Raja Kecil<br />Memainkan senjata sangatlah terampil<br />Ilmu di badan tidaklah secuil<br />Fikirnya pokta tiada musykil<br /><br />162. Setelah dewasa pengembaraan tiba<br />Hingga ke Parlembang ia menghamba<br />Jadi Penjawat Tepak Paduka hamba<br />Kedudukan terhormat di istana purba<br /><br />163. Bersama Paduka Sultan Lambayang<br />Ke Negeri Johor ia bertandang<br />Singgah ke Rawas ketika pulang<br />Bertemu pandang perempuan terbilang<br /><br />164. Buluh perindu dua sebati<br />Raja Kecil berahi pasti<br />Rasakan hidup bagaikan mati<br />Bila tak jumpa sijantung hati<br /><br />165. Menggegar persada anjung istana<br />Mengantarkan rindu suara bahana<br />Pada Putri Dipati Raja Kecil terpesona<br />Makan tak enak tidurpun tak lena<br /><br />166. Putri Dipati demikian pula halnya<br />Tak kuasa menutup kekagumannya<br />Kepada Raja Kecil terpaut hatinya<br />Mengharap dilamar oleh idamannya<br /><br />167. Telangkai hati datang beriring<br />Melamar Puteri Dipati Batu Kucing<br />Puteri idaman kemudian dipersunting<br />Dengan bahagia keduanya bersanding<br /><br />168. Dari pernikahannya yang pertama<br />Beberapa tahun tak begitu lama<br />Raja Kecil memperoleh putra utama<br />Tengku Alamuddin demikian nama<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. RAJA KECIL JADI SULTAN JOHOR</span><br /><br />169. Setelah pulang dari pengembaraannya<br />Ke Pagaruyung tempat asalnya<br />Gelar kemuliaan diberikan padanya<br />Raja Beraleh demikian namanya<br /><br />170. Setelah lama hidup di rantau<br />Di negeri orang di Minangkabau<br />Seruan leluhur datang menghimbau<br />Negeri leluhur Kerajaan Johor-Riau<br /><br />171. Maksud ke Johorpun segera berjalan<br />Pada Ibu angkatnya Puteri Jenilan<br />Yam Tuan Sakti pun memberi timbalan<br />Dengan kelengkapan berbagai bekalan<br /><br />172. Sekapur Sirih bekalan diberikan<br />Seuntai rambut juga disertakan<br />Pedang Raja Kuantan12 diberikan<br />Cap pengenal Minang ditandakan<br /><br />173. Kesemua bekalan yang diberi<br />Sebagai penanda pengenal diri<br />Bahwa pembawa mengisyaratkan peri<br />Keluarga Yam Tuan Sakti raja bestari<br /><br />174. Dengan pengenal diri yang ditempa<br />Semua perantau Minang yang dijumpa<br />Diharuskan membantu sedemikian rupa<br />Demikian makna isyarat dirupa<br /><br />175. Selain dari bekalan terbilang jasa<br />Raja Kecilpun diiring senantiasa<br />Empat Hulubalang gagah perkasa<br />Sebagai pendamping Raja penguasa<br /><br />176. Diiring oleh hulu balang teruji<br />Datuk Lebinasi dan Datuk Kerkaji<br />Raja Mandailing menyerta kaji<br />Sultan Pakadilan penyimpul kaji<br /><br />177. Riwayat lain berbeda versinya<br />Perihal nama yang mengiringinya<br />Beberapa utusan Raja mengiringinya<br />Diantara Datuk tersebutlah namanya:<br /><br />178. Datuk Tanah Datar pengiring pertamanya<br />Datuk Syamsuddin nama aslinya<br />Seri Perkiran Raja adalah gelarnya<br />Beberapa pengikut turut bersamanya<br /><br />179. Datuk Lima Puluh pengiring keduanya<br />Datuk Bebas tersebut nama aslinya<br />Datuk Seri Bijuangsa demikian gelarnya<br />Beberapa pengikut turutlah menyertainya<br /><br />180. Datuk Pesisir pengiring ketiganya<br />Datuk Syawal nama aslinya<br />Datuk Seri Dewa Raja gelarannya<br />Beberapa pengikut turut bersamanya<br /><br />181. Datuk Hamba Raja pengiring keempatnya<br />Datuk Yahya adalah nama aslinya<br />Datuk Hamzah pengiring kelimanya<br />Buyung Ancak nama kecilnya<br /><br />182. Dari Pagaruyung mereka bertolak<br />Menyusur hutan jalan setapak<br />Melewati Tapung menghilir Siak<br />Menuju muara mereka bergerak<br /><br />183. Di Sabak Auh berhenti ngeri<br />Cukai kepala terpaksa diberi<br />Pada Syahbandar Orang Kaya Negeri<br />Sebagai penguasa tertinggi negeri<br /><br />184. Cukai kepala dianggap kurang<br />Raja Kecil disangka pedagang<br />Syahbandar meminta tambahan uncang<br />Uncang diberi tiada terbilang<br /><br />185. Syahbandar dinilai sangatlah loba<br />Raja Kecil berkata menghamba:<br />Hamba serahkan uncang hamba<br />Suatu hari serahkan kembali pada hamba<br /><br />186. Ke Pulau Bengkalis hala diupaya<br />Raja Kecil singgah berniaga jaya<br />Para Batin memuliakan seraya<br />Mengira Raja Kecil saudagar kaya<br /><br />187. Merasa dirinya sedang diperhatikan<br />Raja Kecil mulailah mewartakan<br />Keturunan Sultan diri ditegaskan<br />Mahmud Syah ayahanda disebutkan<br /><br />188. Setelah mendengar perihal berkenaan<br />Batinpun berjanji mendukung berkeadaan<br />Mengikut rombongan ke Johor bersamaan<br />Membantu merebut tahta kerajaan<br /><br />189. Setelah musta’id bala tentaranya<br />Saudagar kaya turut mendukungnya<br />Dari Bengkalis rencana disusunnya<br />Telangkai bijak kemudian dutusnya<br /><br />190. Penelangkai berkata menepis prasangka<br />Sehingga yang mendengar tiada wasangka<br />Keabsahan Raja Kecil turunan pusaka<br />Mahmud Syah Dua Maharaja Melaka<br /><br />191. Barang siapa tiada mempercayainya<br />Ditimpa petaka daulat Rajanya<br />Tidak akan selamat ke anak cucunya<br />Takutlah orang oleh karenanya<br /><br />192. Orang Laut sangatlah mempercayainya<br />Pada berita yang telah didengarnya<br />Raja Kecil pewaris tahta Makhdumnya<br />Sultan Mahmud Syah Dua Maharajanya<br /><br />193. Seribu tujuh ratus dua tahun dikata<br />Raja Kecil menghimpun armada meta<br />Batin Bengkalis13 mendukung serta<br />Laksamana Bukit Batu turutlah serta<br /><br />194. Sultan Abdul Jalil yang ke-empat<br />Memerintah Johor tiada tepat<br />Sibuk berpesta berbagai helat<br />Keadaan negeri tak diambil berat<br /><br />195. Perang terjadi berkibarlah bendera<br />Johor dialahkan dengan segera<br />Berkat dukungan saudara mara<br />Serta pengikut Raja Selat Samudra14<br /><br />196. Sultan Abdul Jalil melarikan dirinya<br />Ke Hulu Johor tempat tujuannya<br />Menyembunyikan diri hingga wafatnya<br />Marhum Mangkat di Batang gelarnya<br /><br />197. Sedangkan dianara putera puterinya<br />Raja Sulaiman dan saudara perempuannya<br />Raja Kamariah dan Mahbungsu adiknya<br />Tetap di Johor jadi tawanan semuanya<br /><br />198. Setelah Raja Kecil melaksanakan pelantikannya<br />Di nobat di tabal menurut kepatutannya<br />Sebagai Sultan Johor mengikut taqdirnya<br />Sultan Muhammad Syah demikian gelarnya<br /><br /><span style="font-weight: bold;">F.PARA SULTAN KERAJAAN SIAK SRI INDRAPURA</span><br /><span style="font-weight: bold;">DAR AL-SALAM AL-QIYAM</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Sultan Pertama: Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1725 s.d. 1746)</span><br /><br />199. Sejak Raja Kecil Lingga ditinggal pada<br />Sulaiman memindahkan kerajaan Baginda<br />Diperbuatnya istana di Bintan berada<br />Daeng Marewah jadi Yang Dipertuan Muda<br /><br />200. Setelah Raja Kecil di Bengkalis berada<br />Terkenang peristiwa pahit menyesakkan dada<br />Para Batin di Bengkalis mendaulat Baginda<br />Menjadikan Baginda raja di pulau persada<br /><br />201. Raja Kecil menolak penobatan diri<br />Hendak membangun kerajaan sendiri<br />Teringat Sabak Auh Bagindapun menghampiri<br />Ke sanalah ia dan pengikut membawa diri<br /><br />202. Ketika di Sabak Auh terdengar cerita<br />Perihal Gasib Kerajaan dahulu diwarta<br />Puteri Kacamayangnya terkenal merata<br />Serta Mambang Linau masyhur cerita<br /><br />203. Cerita tersebut menarik perhatiannya<br />Dititahkannya orang mencai tempatnya<br />Parit Buatan ada peninggalannya<br />Buantan dianggap Buatan menurutnya<br /><br />204. Tahun seribu tujuh ratus duapuluh lima<br />Raja Kecil ke Buantan pindah bersama<br />Tapak kerajaan dibina seksama<br />Raja Kecil dilantik jadi raja pertama<br /><br />205. Setelah Raja Kecil menaiki tahta<br />Dinobat ditabal serta merta<br />Abdul Jalil Rahmatsyah gelar ditahta<br />Pendiri kerajaan Siak demikian warta<br /><br />206. Sejarah mencatat dibuka lembarannya<br />Dari Raja Kecil berawal kisahnya<br />Membina kerajaan bersama zuriyatnya<br />Siak Sri Indrapura nama kerajaannya<br /><br />207. Berkat pengalaman yang dimilikinya<br />Di Pagaruyung pendidikan awalnya<br />Ke berbagai negeri telah disinggahinya<br />Sultan Johor dan Lingga telah dialaminya<br /><br />208. Duapuluh satu tahun lamanya membina<br />Tata pemerintahan diatur sempurna<br />Adat istiadat dipangku sehingga ghana<br />Sesuai dengan agama Nabi Maulana<br /><br />209. Kerajaan Buantan Sultan berdaulah<br />Beradat budaya Melayu kamilah<br />Adat istiadat ke syariah bersendilah<br />Syara’ bersendi pada Kitabullah<br /><br />210. Dasar kerajaan Baginda kukuhkan<br />Dasar kerajaan agama Islam dijadikan<br />Hadits dan Quran hukum dirujukan<br />Pemerintahan adil dapat menjalankan<br /><br />211. Struktur kerajaan Baginda sempurnakan<br />Dicukupkan jabatan berbagai kedudukan<br />Diatur cermat patut diturutkan<br />Kelengkapan kerajaan juga dicukupkan<br /><br />212. Falsafah kerajaan tersimpul lambang<br />Pelindung rakyat paying terkembang<br />Keris sebilah dan pedang panjang<br />Dilengkapi dengan tombak sebatang<br /><br />213. Baginda Sultan memerintah didampingkan<br />Roda pemerintahan bersama dijalankan<br />Beberapa pembesar kerajaan didudukkan<br />Datuk Kepala Persukuan jabatan disebutkan<br /><br />214. Datuk Limapuluh jabatan pertamanya<br />Datuk Tanah Datar jabatan keduanya<br />Datuk Pesisir jabatan lainnya<br />Datuk Kampar penyempurna wangsanya<br /><br />215. Penjaga keamanan negeri berbakti<br />Dipilih ditunjuk orang yang sakti<br />Bintara Kanan dan Kiri bersebati<br />Bersama Hulubalang perajurit sejati<br /><br />216. Untuk mengawal perairan yang panjang<br />Angkatan lautan armadanya bergalang<br />Dilengkapi ratusan penjajab dan lancang<br />Panglima dan Laksamana sakti terbilang<br /><br />217. Istana dibina di ibukota kerajaan<br />Balai Rung Sari Balai Peerjumpaan<br />Selasar Dalam tuk Pembesar Kerajaan<br />Selasar Luar tuk rakyat berkemulyaan<br /><br />218. Bangunan astaka di bahagian depan<br />Seri Balai berlantai papan<br />Balai Larangan dibina sopan<br />Permandian dan Masjid bersisian sepadan<br /><br />219. Hutan dan belukar luas dibukanya<br />Berladang bersawah peri rakyatnya<br />Kampung tumbuh dengan cepatnya<br />Mukim berkembang dengan pesatnya<br /><br />220. Lancar dibina hubungan dagangnya<br />Sungai Siak ramai melaluinya<br />Nelayan hidup dengan makmurnya<br />Sama sejahtera para petaninya<br /><br />221. Kerajaan Buantan tumbuh berkembang<br />Banyaklah peniaga datang berdagang<br />Ada sekedar dagang menumpang<br />Adapula menetap berkawin silang<br /><br />222. Dengan berkembangnya Kerajaan Buantan<br />Lembar sejarah Siak berubah catatan<br />Kerajaan Islam terbesar di Riau Daratan<br />Hikayat syair saling rangka berkaitan<br /><br />223. Malang Raja Kecil diusia tuanya<br />Saling bersengketa kedua putranya<br />Perang saudara bertikai keduanya<br />Raja Kecil sakit terganggu jiwanya<br /><br />224. Wa ba’du kemudian daripada itu<br />Ajal merenggut Raja Mahbungsu<br />Raja Kecil hatinya semakin pilu<br />Sementara anaknya terus berjibaku<br /><br />225. Ayuhai tuan siapakah yang tahan<br />Ditinggal kekasih menuju keabadian<br />Pendamping setia disetiap keadaan<br />Istri tercinta yang sanggup berkorban<br /><br />226. Keadaan demikian tak dikehendakinya<br />Raja Kecil semakin berduka hatinya<br />Tak tahu siapa yang hendak dibelanya<br />Keduanya merupakan darah dagingnya<br /><br />227. Malang menimpa sampailah taqdirnya<br />Raja Kecil meninggal dunia akhirnya<br />Menanggung derita bertahun lamanya<br />Segala yang bernyawa kembali pada-Nya<br /><br />228. Walaupun Raja Kecil meninggal akhirnya<br />Namanya kekal sejarah mencatatnya<br />Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikannya<br />Marhum Buantan gelar masyhurnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Sultan Kedua: Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746 s.d. 1765)</span><br /><br />229. Tengku Buang Asmara15menaiki tahtanya<br />Abdul Jalil Muzaffar Syah adalah gelarnya<br />Menggantikan Raja Kecil ayahandanya<br />Sultan kedua Siak menurut urutannya<br /><br />230. Walaupun Buang Asmara menaiki tahtanya<br />Di peterana tiada bahagia hatinya<br />Sedih karena kematian ayahandanya<br />Serta kepergian saudara satu-satunya<br /><br />231. Negeri Buantan lalu ditinggalkannya<br />Untuk mengubur kenangan dukanya<br />Pindah ke Mempura tempat barunya<br />Pusat kerajaanpun berpindah besertanya<br /><br />232. Sungai Jantanpun berubah namanya<br />Menjadi sungai Siak nama barunya<br />Tapak kerajaan kemudian dibinanya<br />Siak Sri Inderapura nama kerajaannya<br /><br />233. Mengenai asal usul sebutan Siak<br />Ada mengata dari kata Lasiak16<br />Nama lada dalam bahasa Batak<br />Yang banyak tumbuh disekitar suak<br /><br />234. Dari kata Suak ada yang berpendapat<br />Disepanjang sungai banyak terdapat<br />Dari kata Siak-siak ada pula pendapat<br />Sejenis tumbuhan rumput yang merambat<br /><br />235. Sedangkan pendapat menurut kebanyakan<br />Siak bermakna gharim maksudnya sepadan<br />Orang yang mengetahui tentang keislaman<br />Ataupun Syekh tersebut berkemungkinan<br /><br />236. Dengan berubahnya nama sungai jantan<br />Nama barunya SIAK jadi sebutan<br />Lembar sejarah saling bertautan<br />Penyambung silsilah Kerajaan Buantan<br /><br />237. Sejak kerajaan dibina geliga<br />Siak menjadi pusat niaga<br />Lalu lintas ramailah juga<br />Darat dan sungai armadanya siaga<br /><br />238. Di masa Abdul Jalil memerintah<br />Kedaulatan Siak Duli bertitah<br />Kekuatan pertahanan tiada terbantah<br />Kokoh berpanglima tak dapat dipatah<br /><br />239. Untuk memimpin armada pasukannya<br />Kepercayaan diserahkan pada kemanakannya<br />Anak Alamuddin saudara tuanya<br />Muhammad Ali dijadikan Panglimanya<br /><br />240. Sultan dan Panglima salingbergandingan<br />Dengan Belanda saling bertentangan<br />Belanda ingin menguasai perdagangan<br />Sampai akhirnya terjadi peperangan<br />* Tengku Muhammad Ali Panglima Besar Siak<br /><br />241. Tengku Muhammad Ali belia perkasa<br />Bawaannya gagah luar biasa<br />Memegang amanah setia rasa<br />Laku terpuji berbudi bahasa<br /><br />242. Menghormati Mamanda tiada terperi<br />Gayung bersambut nanda berperi<br />Baginda laksana ayah sendiri<br />Menunjuk jalan kanan dan kiri<br /><br />243. Untuk menebus kesalahan diri<br />Baginda tumpahkan perhatian diri<br />Kemanakan dibәla sepanjang hari<br />Dipelihara seperti anak sendiri<br /><br />244. Berbagai ilmu kemanakan diberi<br />Berbagai nasehat sedia diberi<br />Tunjuk ajar contoh berperi<br />Dijadikan teruna perdana negeri<br /><br />245. Sultan menilainya patut diberi<br />Memegang kendali keamanan negeri<br />Menjadi wira negeri bestari<br />Panglima Besar pangkatpun diberi<br /><br />246. Panglima Besar Yang Dipertuan<br />Dengan Mamanda searah sehaluan<br />Dukung mendukung dalam pertemuan<br />Tak pernah membuat satu kekeliruan<br /><br />247. Jabatan diberi beralasan setiawan<br />Kepada pemuda wira pahlawan<br />Kepada Sultan mengabdi relawan<br />Pada anaknya kemanakan berkawan<br /><br />248. Tengku Muhammad Ali dapat membuktikan<br />Kepatutan jabatan yang diembankan<br />Kemampuan prajurit selalu ditingkatkan<br />Ketrampilan berperang sedia diberikan<br /><br />249. Sebagai Panglima sifatnya mulia<br />Sanggup menentang mara bahaya<br />Di darat bak Singa di sungai bak Buaya<br />Kepada Sultan sumpahnya setia<br /><br />250. Barang siapa melanggar sumpah<br />Ataupun tiada menjalankan amanah<br />Apalagi durhaka kepada sulthanah<br />Bagaikan pohon tiada bertanah<br /><br />251. Ke atas tak berpucuk ke bawah tak berakar<br />Di tengah dikirik kumbang penyakit menjalar<br />Ke darat diterkam rimau ke sungai buaya menyambar<br />Ditimpa Quran tiga puluh juz mati terlantar<br /><br />252. Demikian sumpah anak Melayu<br />Naik saksi bersyahadat restu<br />Tiada goyah tak bisa dirayu<br />Walaupun nyawa taruhannya itu<br />* Perang Guntung<br /><br />253. Disaat Siak berkembang maju<br />Sedang di Semenanjung Tanah Melayu<br />Balanda penjajah mulai berkuku<br />Berpura bersahabat padahal penipu<br /><br />254. Johor bersahabat dengan Belanda<br />Memberi isayarat kepada Belanda<br />Menguasai Siak niatnya di dada<br />Demdam lamanya tiadalah reda<br /><br />255. Awal sengketa seteru bermula<br />Belanda minta berniaga segala<br />Sultan berkenan mengabulkan pula<br />Dijalin hubungan antara dua hala<br /><br />256. Loji di Guntung berarmada siaga<br />Berbagai senjata mereka peraga<br />Kuat lojinya merasa bangga<br />Sehingga berani menunjukkan suga<br /><br />257. Sampailah masa sudah diduga<br />Belanda mengusik jalur niaga<br />Daulat raja dicabar tiada harga<br />Baginda murka bersiap siaga<br /><br />258. Siapa saja yang melewati lojinya<br />Pancung Alas pajakpun diberlakukannya<br />Hingga nelayanpun rata dipalaknya<br />Segala hasil dipaksa menyerahkannya<br /><br />259. Mengingat loji sangatlah kuat<br />Untuk menyerang diprlukan siasat<br />Sultan dan Panglima sama sepakat<br />Mengalahkan Balanda menjadi niat<br /><br />260. Pembesar Kerajaan sembah berjura<br />Menghadap Baginda Sultan Betara<br />Muhammad Ali Panglima wira<br />Geliga sisayat dihaturnya segera<br /><br />261. Berbagai pendapat hujahpun diusung<br />Menaklkkan Belanda di Pulau Guntung<br />Bulatlah kata mufakatpun rampung<br />Bagai menarik rambu didalam tepung<br /><br />262. Datuk Limapuluh Raja Indra Pahlawan<br />Bersama Panglima Besar dua sekawan<br />Mengusulkan pendapat gilang gemawan<br />Mengirim surat berperi rupawan<br /><br />263. Melalui surat pesanpun disampaikan<br />Kepada Balanda maksud ditujukan<br />Beberapa hadiah akan dihantarkan<br />Baginda Sultan yang langsung memberikan<br /><br />264. Di dalam surat juga diutarakan<br />Bersama penjawat Sultan diiringkan<br />Putranya yang kecilpun diikutsertakan<br />Menghadap Belanda hormat diberikan<br /><br />265. Jika Balanda berkenan menerima<br />Maka dihaturlah siyasat prima<br />Para pendekar yang ikut bersama<br />Diperintah menyamar penjawat umpama<br /><br />266. Sebagai penjawat penyamaran dilaku<br />Membawa baki seorang Satu<br />Di dalamnya senjata disembunyikan tentu<br />Untuk digunakan sewaktu perlu<br /><br />267. Sultan setuju melakukan siyasah<br />Berpurapura memberi hadiah<br />Penjawat dijadikan pasukan pemusnah<br />Terpedayalah Belanda tersebab serakah<br /><br />268. Duapuluh tiga hari bulan Februari<br />Seribu tujuhratus enampuluh tahunya peri<br />Berangkatlah Sultan di suatu hari<br />Membawa hadiah lengkap berperi<br /><br />269. Ketika hari diambang petang<br />Tabir senja sedang menjelang<br />Sabah-sabah loji terpandang<br />Panglima memerintah siagakan Lancang<br /><br />270. Sultan beriringan Panglima Perang<br />Memasuki Loji dengan tenang<br />Diikuti penjawat membawa barang<br />Berbagai hadiah di dalam dulang<br /><br />271. Vandrig Hansen tiada mencurigainya<br />Meski telah dingatkan bawahannya<br />Kedatangan Sultan segera diterimanya<br />Dijemputnya masuk ke ruang pribadinya<br /><br />272. Penghadapan Sultan disambut segera<br />Komandan Loji sangatlah gembira<br />Memegang kuasa dirinya merasa<br />Sikap angkuhnya tampak kentara<br /><br />273. Komandan berkata dengan sombangnya<br />Kepada Sultan beserta Penjawatnya<br />Agar menuruti semua ketentuannya<br />Kerana berada di loji kekuasaannya<br /><br />274. Sultan meminta sangatlah harmatnya<br />Agar Penjawat masuk menghadapnya<br />Menyerahkan hadiah yang dibawanya<br />Permintaan dikabulkan tanpa mencuriganya<br /><br />275. Penjawat masuk dengan bawaannya<br />Tipu muslihat segera dijalankannya<br />Panglima menyebah kepada Sultannya<br />Sebagai isyarat kesiapan semuanya<br /><br />276. Di dalam dulang hadiah ditata<br />Sedang di bawahnya terdapat senjata<br />Siap digunakan dengan seketika<br />Baginda menerima mengedip mata<br /><br />277. Baginda mengerti maksud Panglimanya<br />Kerana sesuai dengan rencananya<br />Baginda berpura lalu bertanya<br />Ada prihal apa gerangan kiranya<br /><br />278. Panglima tak menjawab sepatah kata<br />Sultan berpura gusar murkalah serta<br />Keris dipinggangnya disentak merta<br />Memarahi Panglima seolah berkata<br /><br />279. Melihat sedemikian rupa kejadiannya<br />Vandrig Hansen tidak menduganya<br />Isyarat makna yang dihadapinya<br />Ternyata sandiwara belaka semuanya<br /><br />280. Seketika senjata dihentaknya murka<br />Sultan berteriak “Serang Melaka”<br />Disingkap dulang keris terbuka<br />Ditikam ke Komandan dengan seketika<br /><br />281. Terjadilah perang yang tak terduga<br />Komandan terkejut tak sempat siaga<br />Diserang Panglima terluka raga<br />Penjawat pula menyerang penjaga<br /><br />282. Menjelang fajar akan menjelma<br />Suasana hening bak kubur umpama<br />Seisi Loji terbunuh bersama<br />Termasuk Komandan pimpinan utama<br /><br />283. Kecuali tiga orang tidak dipengapakan<br />Sedikit mereka tidak dicederakan<br />Seorang Klasi Bumiputera sengaja dibiarkan<br />Dua Peringgi sebagai tawanan dijadikan<br /><br />284. Sebab tidak dibunuh ketiga-tiganya<br />Supaya ke Melaka membawa prihalnya<br />Serta ke Batavia Pemerintah tertingginya<br />Kekalahan Belanda sampai beritanya<br /><br />285. Kepada Peringgi yang keduanya<br />Tidak dibunuh ada maksudnya<br />Baginda Sultan mengampunnya<br />Memeluk Islam sebagai syaratnya<br /><br />286. Diantara pampasan berhasil dibawa<br />Persenjataan Belanda diambil semua<br />Kapal-kapal perang termasuklah jua<br />Ke Mempura semuanya dibawa<br /><br />287. Di dalam sejarah ada menukilnya<br />Perihal kapal beraneka namanya<br />Harimau Buas satu diantaranya<br />Kota Berjalan Induk Lancangnya<br /><br />288. Adapun nama kapal yang lainnya<br />Jembalang Guntung Sri Indrapura namanya<br />Medan Sabar nama kapal lainnya<br />Disetiap kapal diangkat Panglimanya<br /><br />289. Baginda memilih diantara Panglimanya<br />Panglima Muin salah satunya<br />Syekh Salim beserta yang lainnya<br />Tengku Musa dan Kutub melengkapinya<br /><br />290. Untuk mendampingi Panglima Perdana<br />Tengku Muhammad Ali wira sempurna<br />Beberapa panglima diangkat paripurna<br />Teruji tangguh sakti mandraguna<br /><br />291. Adapun nama para panglimanya<br />Raja Indra Pahlawan salah satunya<br />Tengku Busu disebutkan pula namanya<br />Orang Kaya Lela Muda ada besertanya<br /><br />292. Kebesaran Kerajaan Siak tersebar segera<br />Hinggalah sampai ke Asia Tenggara<br />Kompeni Belanda akhirnya jera<br />Menghentikan usaha menguasai Mempura<br /><br />293. Pemerintahan Baginda cukup lama masanya<br />Lebih kurang dua puluh tahun hitungannya17<br />Banyak cerita yang menghiasinya<br />Demi kepatutan hamba meringkasnya<br /><br />294. Sebelum Tengku Mahkota18 sampai ajalnya<br />Baginda beramanat kepada putranya<br />Tengku Ismail sebagai pewaris tahtanya<br />Tiga perkara wajib dipegangnya:<br /><br />295. Adapun perihal amanat pertama:<br />Dengan Belanda jangan duduk bersama<br />Walaupun hanya sebatas bekerja sama<br />Jangan sampai dibuat kerja seumpama<br /><br />296. Adapun wasiat amanat kedua:<br />Jangan memerangi saudara semua<br />Sesama keluarga saling memeliharakan jiwa<br />Cabik cabik bulu ayam dielus bertaut jua<br /><br />297. Sesama saudara seia sekata hendaknya<br />Sedencing bak besi bak kuda serentaknya<br />Seia anak betina sekata anak jantannya<br />Hinggap seranting searah terbangnya<br /><br />298. Sedang wasiat amanat yang ketiganya:<br />Kalau suatu ketika bertemu Mamandanya<br />Tengku Alam kembali ke tanah kelahirannya<br />Maka serahkanlah tahta kepada dirinya<br /><br />299. Setelah amanat diwasiatkan kamilat<br />Sultan mangkat husnul khatimah<br />Demikian Iradat Allah berqudrat<br />Di Lauh al-Mahfudz tercatat warkah<br /><br />300. Seribu tujuhratus enampuluh lima tahunnya<br />Baginda Sultan menghadap Rabb-Nya<br />Membela Siak sangatlah besar jasanya<br />Marhum Mempura Besar gelar mashurnya<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sultan ketiga: Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah</span><br /><br />301. Tersiar kemangkatan Sultan nan akbar<br />Seluruh rakyat menerima khabar<br />Kepada Baginda diberikan gelar<br />Marhum bernama Mempura Besar<br /><br />302. Setelah meninggal Baginda akhirnya<br />Terjadi kegoncangan dalam keluarganya<br />Karena Seri Baginda sebelumnya<br />Menunjuk Ismail sebagai gantinya<br /><br />303. Penunjukan Ismail dipesengketakan pasti<br />Oleh pengikut setia Muhammad Ali<br />Karena yang berhak sebagai pengganti<br />Tengku Alam yang kini pergi<br /><br />304. Hujjah alasan yang dikemukakan<br />Kepada Tengku Alam mesti diserahkan<br />Tahta kerajaan harus dikembalikan<br />Seperti yang telah diamanahkan<br /><br />305. Adapun alasan yang lainnya<br />Sangatlah adil dan patut kiranya<br />Tengku Ismail mengabdi pada Mamandanya<br />Jika Tengku Alam menjadi rajanya<br /><br />306. Muhammad Ali telah mengabdi diri<br />Kepada Sultan Abdul Jalil tiada terperi<br />Tiada sebak dengki ataupun hiri<br />Sultan dianggap ayahnya sendiri<br /><br />307. Pada Muhamad Ali banyak menganjurkan<br />Atas nama ayahnya mengambil tindakan<br />Tapi tak terniat merebut tahta kedudukan<br />Apatah lagi melakukan pemberontakan<br /><br />308. Sesuai patut mengikut adat tradisi<br />Tahta kerajaan waris mewarisi<br />Dari ayahanda ke anak diterusi<br />Demikian resam mesti diterasi<br /><br />309. Ketika Tengku Ismail menaiki tahtanya<br />Muhammad Ali tetap membai’atnya<br />Jabatan Panglima masih dipegangnya<br />Mengabdikan diri sepenuh jiwanya<br /><br />310. Di dalam sejarah tercatat warkah<br />Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah<br />Gelar Tengku Ismail anak Muzaffar Syah<br />Hanya dua tahun masanya memerintah<br /><br />311. Selain singkat masa pemerintahannya<br />Tak banyak hal yang diperbuatnya<br />Yang menjdi pusat perhatiannya<br />Kepada Belanda yang memusuhinya<br /><br />312. Perhatian Baginda lebih dikususkannya<br />Menghadapi Balanda mempersiapkan dirinya<br />Pasukan diperbanyak senjata dilengkapinya<br />Serta melantik beberapa Panglima lainnya<br />* Perang Siak:<br /><br />313. Masa Ismail memerintah terjadi sejarah<br />Perang Siak tercatat masyhurah<br />Perang penyebab pertumpahan darah<br />Sehingga sungai Siak jadi memerah<br /><br />314. Pada Belanda Sultan Ismail berentangan<br />Kompeni bersiap melakukan penyerangan<br />Menuntut balas atas kalahnya peperangan<br />Ketika Perang Guntung banyak kehilangan<br /><br />315. Kompeni Belanda sepakat menetapkan<br />Dalam peperangan Tengku Alam dilibatkan<br />Suatu kesepakatan kemudian diperjanjikan<br />Kepada Tengku Alam tahta dikembalikan<br /><br />316. Berkali-kali Belanda membujuk<br />Meminta Tengku Alam kembali ke tampuk<br />Habislah akal bicarapun teruk<br />Yang diajak tak juga mengangguk<br /><br />317. Walanda cerdik tak kurang fakir<br />Berganti membujuk gilir bergilir<br />Bermanis muka ke hulu hilir<br />Bertanam tebu dipinggir bibir<br /><br />318. Berkat usaha yang tak sudah sudah<br />Tengku Alam akhirnya terbujuk madah<br />Mengenang adinda padanya marah<br />Keinginannya timbul menuntut marwah<br /><br />319. Kepada Tengku Alam janjipun dipatri<br />Jika tahta kerajaan dapat dikuasai peri<br />Seluruh biaya perang mesti dibayari<br />Menjadi tanggungan dirinya sendiri<br /><br />320. Gubernur Jendral Hindia Balanda<br />Dari Melaka menyiapkan armada<br />Pasukan gabungan siap berada<br />Melanggar Siak Sri Indrapura niat di dada<br /><br />321. Adapun kekuatan bala tentara<br />Menurut catatan Kompeni dikira<br />Lapan puluh sembilan serdadu Eropa ditera<br />Sembilan puluh satu Bugis dan Bumiputera<br /><br />322. Bertolaklah pasukan dari Melaka<br />Ke Siak Sri Indrapura mara ke muka<br />Tengku Alam ikut bersama mereka<br />Dengan Balanda pengiringnya tak suka<br /><br />323. Sebaik sahaja mendengar warkah<br />Keadaan negeri dalam masalah<br />Seisi negeri mempercepat langkah<br />Bergegas datang menghadap sembah<br /><br />324. Berkumpullah lasykar yang kuat<br />Terpana kagum bagi yang melihat<br />Bersenjata lengkap demikian dahsyat<br />Menegakkan daulat syahid dihajat<br /><br />325. Segenap lasykar bergerak mara<br />Gegap gempita bunyi suara<br />Saujana takbir bergema di udara<br />Di bawah arahan Panglima perwira<br /><br />326. Rakyat jelata tempik soraknya<br />Ke medan laga melepas pasukannya<br />Tua dan muda berdoa semuanya<br />Mengharap Allah Ta’ala menolongnya<br /><br />327. Tujuhbelas enampuluh enam catatan tahunnya<br />Pasukan bersemuka antara keduanya<br />Di Siak terjadi perang sungguh dahsyatnya<br />Tak cukup kata untuk melukiskannya<br /><br />328. Belanda munafiq mengikari janjinya<br />Jalan damai sengaja tidak dilaluinya<br />Langsung menyerang tak ikut aturannya<br />Tiada terperi Raja alam menyesalinya<br /><br />329. Pasukan Belanda dengan kelengkapannya<br />Mendesak Sultan hingga mendekati istanya<br />Rakyat di Siak cemas dibuatnya<br />Khawatir Belanda mengalahkan pasukannya<br /><br />330. Pada Panglima hulubalang melaporkan<br />Keadaan pasukan semakin tertekan<br />Kedua benteng hampir dilumpuhkan<br />Para Prajurit harus disemangatkan<br /><br />331. Sultan yang mendengar berubah mukanya<br />Peluh membasahi sekujur tubuhnya<br />Kepada Panglima Sultanpun bertanya<br />Apa pendapat Panglima kiranya<br /><br />332. Sambil menyembah menarik nafas<br />Destar di kepalanya sudah terlepas<br />Pedang di tangan ditatapnya keras<br />Berkatalah Panglima dengan tegas:<br /><br />333. “Demi Allah hamba bersumpah<br />Naik saksi bersyahadah tumpah<br />Habispun darah takan menyampah<br />Biarlah mati kubur berlampah”<br /><br />334. “Jika Siak kalah jua akhirnya<br />Belanda takan mudah memperolehnya<br />Jika nyawa hamba melayang karenanya<br />Perang ini patut disempurnakan sebisanya”<br /><br />335. Dalam keadaan terdesak keadaannya<br />Panglima muncul di tengah pasukannya<br />Mengorbankan semangat para prajuritnya<br />Meminang syurga jihad maharnya<br /><br />336. Suara takbir kemudian terdengar<br />Prajurit mendengar tertegun sebentar<br />Tak berapa lama semangatnyapun berkobar<br />Secara serentak meneriakkan Allahu Akbar<br /><br />337. Rakyat yang mendengar menyahut serta<br />Bergerak sepontan dengan serta merta<br />“Hidup Siak! Hidup Siak!” meneriakkan kata<br />Daulat Tuanku! Bersahut kata<br />338. Mendapat dukungan rakyat jelata<br />Sultan membatin menitikan air mata<br />“Adalah dayus kiranya Beta<br />Jika sampai menyerahkan tahta”<br /><br />339. Bila prajurit demikian kuatnya daban<br />Apatah lagi Panglima Komandan<br />Kerasukan menyerang musuhpun padan<br />Seperti berlebih nyawa di badan<br /><br />340. Berkat Nabi Sayyidul Anbiya<br />Serta berkat karamah auliya<br />Disertai berkat daulat raja mulia<br />Semua teratasi tak sia-sia<br /><br />341. Perahu bermesiu dan rakit berapi<br />Menyerang Belanda disetiap tepi<br />Siyasat Panglima berhasil melengkapi<br />Belanda terdesak kekalahan ditetapi<br /><br />342. Semangat jihad semakin dikobarkan<br />Kapal-kapal Belanda ditenggelamkan<br />Ketika kemenangan hampir didapatkan<br />Belanda cengkelat tipupun digunakan<br /><br />343. Ketika kekalahan tak dapat dielakkan<br />Kepada Tengku Alam helah digunakan<br />Mengirim surat dirinya dipaksakan<br />Meminta peperangan segera dihentikan<br /><br />344. Di depan Panglima surat disabda<br />Lidahnya kelu menyesakkan dada<br />Setelah difahami surat Mamanda<br />Tiada sabda dari mulut Baginda<br /><br />345. Mengetahui isi surat ayahandanya<br />Panglima Besar tertekuk lututnya<br />Keringat dan darah membasahi tubuhnya<br />Tak sanggup melihat wajah Sultannya<br /><br />346. Inilah perang yang paling berat<br />Lebihlah sakit dari sekarat<br />Hanya berhadapan dengan sepucuk surat<br />Tapi akibatnya sangatlah berat<br /><br />347. Memandang Panglima Baginda meratapi:<br />“Bertempur berwindu Beta sanggupi<br />Walau berkali-kali mati bersedia ditetapi<br />Kenapa Beta dipaksa menimbang api”<br /><br />348. Melihat raut wajah Sultannya<br />Panglima tak sanggup menatapnya<br />Air mengalir di sudut matanya<br />Walau sudah berusaha ditahannya<br /><br />349. Baginda Sultan mengedarkan pandangan<br />Memandangi mayat bergelimpangan<br />Prajuritnya syahid telah berkorban<br />Menegakkan marwah membela wathan<br /><br />350. Memandang prajurit sedang berperang<br />Merasa dipandang prajurit makin garang<br />Perasaan mereka semakin senang<br />Berkesempatan ikut Sultan berperang<br /><br />351. Dari kejauhan terdengar olehnya<br />Sorak sorai kemenangan prajuritnya<br />Terdengar suara dengan jelasnya:<br />Belanda akan menerima kekalahannya<br /><br />352. Serombongan pasukan sigap melaporkan<br />Menghadap Sultan sembahpun dihaturkan<br />Duli Tuanku :” jika Allah mengabulkan<br />Kemenangan akan kami persembahkan”<br /><br />353. Menyambut sembah para prajuritnya<br />Sultan tersenyum sembunyikan getirnya<br />Seraya menoleh kepada Panglimanya<br />Panglima bertekuk langsung menyembahnya<br /><br />354. Panglima Muhammad Ali segera dihampiri<br />Disentuhnya dibahu Panglimapun berdiri<br />Keduanya bertatapan sama berdiri<br />Saling memandang tak kuasa berperi<br /><br />355. Antara dua saudara sulit dipisahkan<br />Bertangis tangisan saling berpelukan<br />Sebagai pelampias rasa diluahkan<br />Mewakili kata yang tak terucapkan<br /><br />356. Dengan perlahan hampir tak disadarinya<br />Baginda Sultan melepaskan pelukannya<br />Bergerak mundur menjauhi Panglimanya<br />Kemudian berbalik meninggalkannya<br /><br />357. Dengan tanpa menoleh kebelakang<br />Sambil berdiri ke haluan Lancang<br />Titah Baginda terdengar lantang<br />Memerintah prajurit : “hentikan perang”<br /><br />358. Panglima terkejut serta tercengang<br />Tak menyangka tidak terbayang<br />Mendengar titah bagai gelombang<br />Menghempas rasa fikiran goncang<br /><br />359. Mendapati Panglima tidak bertindak<br />Dengan lantang Baginda berteriak:<br />“Wahai bala-tentara prajurit Siak<br />Hentikan perang pulanglah serentak”<br /><br />360. Mendengar titah amar Bagindanya<br />Prajurit bingung bertanya-tanya<br />Kenapa perang tiba-tiba dihentikannya<br />Sementara kemenangan akan diperolehnya<br /><br />361. Komandan pasukan menghadap Panglimanya<br />Bertanya perihal keadaan sebenarnya<br />Panglima tertunduk tidak menjawabnya<br />Tiada kata keluar dari mulutnya<br /><br />362. Tengku Ismail mengundurkan dirinya<br />Diikuti para pengikut setianya<br />Muhammad Ali seketika ditatapnya<br />Seolah berpamit kepada saudaranya<br /><br />363. Muhammad Ali tak sanggup menyapanya<br />Melepas kepergian saudara sepupunya<br />Menahannya pergi tiada kuasanya<br />Hilanglah akal budi bicaranya19<br /><br />364. Setelah berbicara pada pengikutnya<br />Kepada Mamanda tahta diserahkannya<br />Jalaluddin Syah mengundurkan dirinya<br />Demi menjalankan amanah ayahandanya<br /><br />365. Usaha merebut kembali tahta kedudukan<br />Oleh Tengku Ismail kan hamba syairkan<br />Dibahagian lainnya akan disambungkan<br />Di masa Muhammad Ali Sultan dijabatkan<br /><br />366. Dalam keadaan tua usianya<br />Sakit-sakitan uzurpun menimpanya<br />Akhirnya mangkat sampai umurnya<br />Marhum Mangkat Dibalai adalah gelarnya<br />4. Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1766 s.d. 1780 M)<br /><br />367. Setelah Ismail menyerahkan tahta gahara<br />Kepada Alamuddin mamanda saudara<br />Berpindah kekuasaan Siak Sri Indrapura<br />Sesuai amanat Tengku Buang Asmara<br /><br />368. Kemudian dilaksanakan acara penobatan<br />Raja Alamuddin dinobat dengan kepatutan<br />Dalam Siak Sri Indrapura menjadi Sultan<br />Demikian riwayat dalam sejarah persuratan<br /><br />369. Ketika Tengku Alam memegang daulah<br />Abdul Jalil Alamuddin Syah gelarnya waliyullah<br />Kompeni Belanda kembali membuat ulah<br />Mengingkari janjinya sumpah dilanggarlah<br /><br />370. Belanda serakah sifatnya kebinatangan<br />Dalam kerajaan campur tangan<br />Didirikanlah loji sebagai kepentingan<br />Ingin kuasai jalur perdagangan<br /><br />371. Berkaitan dengan biaya perang Siak<br />Tengku Alamuddin berhutang banyak<br />Belanda kafirin bagaikan tengkulak<br />Menagih hutang lengahpun tidak<br /><br />372. Sultan Alamuddin sesalnya bangkit<br />Hutang perang senantiasa diungkit<br />Bagai melepas anjing tersepit<br />Setelah bebas hendak menggigit<br /><br />373. Di atas singgahsana Sultan tak selesa<br />Duduk tegak bara yang terasa<br />Mengenang kemanakan berundur siksa<br />Selisih terulang menyalahlah rasa<br /><br />374. Sultan teringat pada kemanakannya<br />Seperti dahulu pernah dilakukannya<br />Meninggalkan istana serta keluarganya<br />Berurai airmata menggantang dukanya<br /><br />375. Ketika sampai kabar diberitakan<br />Tentang nestapa anak kemanakan<br />Hatinya remuk tidak terkatakan<br />Dihumban sesal sangat menyakitkan<br /><br />376. Demikian tuan pedihnya rasa<br />Di atas tahta bahagia tak terasa<br />Hubungan saudara terputus asa<br />Entahkan bila tersambung masa<br /><br />377. Untuk mengobati hati laranya<br />Thariqat Tasawuf jadi pilihannya<br />Memperpendek jarak sedekat-dekatnya<br />Allah Subhanahu wa Ta’ala jadi tujuannya<br /><br />378. Beberapa tahun setelah kepindahannya<br />Ke Senapelan sebagai pusat kerajaannya<br />Terkabullah niat yang lama dikandungnya<br />Mencarikan jodoh menikahkan putrinya<br /><br /><span style="font-weight: bold;">KETURUNAN SAYYID UTSMAN</span><br /><br />379. Sultan Alamuddin mempunyai putera<br />Tengku Muhammad Ali tertua betara<br />Putra Mahkota Siak Sri Indrapura<br />Banyak pengalaman luas kembara<br /><br />380. Embun Badariah seorang puterinya<br />Tengku Akil anak yang ketiganya<br />Akil dan Hawi keempat dan kelimanya<br />Tengku Utsman anak bungsunya<br /><br />381. Sultan Alamuddin dikenal taat<br />Alim dan mafhum dalam syariat<br />Luas dan dalam ilmu hakikat<br />Syarat dan rukun ke tingkat ma’rifat<br /><br />382. Peri kehidupannya berpengaruh kuat<br />Termasuk perihal keturunan zuriat<br />Menjodohkan putrinya lama terniat<br />Dengan keturunan Nabi terhormat<br /><br />383. Embung Badariah berparas rupawan<br />Dinikahkan dengan Arab bangsawan<br />Sayyid Syarif Utsman20nama ilmuan<br />Gagah perkasa banyak pengetahuan<br /><br />384. Dalam keturunan Sultan diriwayatkan<br />Di Kerajaan Siak dapat disilsilahkan<br />Sayyid Utsman nasabnya dihubungkan<br />Dengan Nabi Muhammad ada dikaitkan<br /><br />385. Bermula dari Sayyid Syarif Utsman<br />Ibn Sayyid Syarif Abdurrahman<br />Ibn Said ibn Muhammad bin Hasan<br />Ibn ‘Umar salah seorang putra Hasan<br /><br />386. Ibn Sayyidina Syekh Ali garis turunan<br />Bersambung pada Abu Bakar Asy Syukran<br />Anak daripada Sayyid Abdurrahman<br />Muhammad Mauladdawillah nasab disebutkan<br /><br />387. Anak Ali dari keturunan Alwi<br />Muhammad al-Faqih ibn Ali<br />Bersambung sampai zuriyat sejati<br />Muhammad Syahib al-Murbab bin Alwi<br /><br />388. Anak Muhammad bin Syekh Alwi<br />Ibn Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajiri<br />Ibn Isa bin Naqib silsilahnya bertali<br />Ibn Muhammad bin Jafar ash Shiddiqi<br /><br />389. Muhammad al-Baqir keturunan berjalin<br />Sampai kepada Ibn Ali Zainal ‘Abidin<br />Tokoh terkenal anak Imam Husin<br />Binti Fatimah Az-Zahra ٌbin Khatam al-Nabiyyin<br /><br />390. Siti Fatimah ananda Nabi<br />Merupakan istri Saydina Ali<br />Demikian nasab terangkai pasti<br />Silsilah keturunan zuriyat Utsmani<br /><br />391. Dari keturunan Embung Badariah<br />Enam orang memegang daulah<br />Menjadi sultan negeri berwilayah<br />Di Kerajaan Siak negeri Sultanah<br /><br />392. Sayyid Utsman orang terbilang<br />Selain sebagai Panglima Perang<br />Jasanya banyak tiada terbilang<br />Agama Islam semakin berkembang<br /><br />393. Sayyid Utsman besar pengaruhnya<br />Karena dari silsilah dan keturunannya<br />Menjadi Sultan ditaqdirkan zuriyatnya<br />Beserta pembesar kerajaan lainnya<br /><br />394. Gelar kebangsawanan turut berubah<br />Gelar keturunan menurut silsilah<br />Keturunan Melayu dan Arabiyah<br />Bergelar Syarif beserta Syarifah<br /><br />395. Jika keturunan Sultan nasabnya diri<br />Mengambil Sarifah sebagai istri<br />Kepada turunannya gelar diberi<br />Tengku Sayyid gelarnya berperi<br /><br />396. Jika Sultan atau keturunannya bersambungkan<br />Menikahi perempuan orang kebanyakan<br />Bergelar Tengku anaknya diberikan<br />Demikian sebutan dawam diberlakukan<br /><br />397. Jika lelaki Arab mengawini siapa saja<br />Selain keturunan kerabat Diraja<br />Keturunannya bergelar Wan sahaja<br />Penghotmatan Arabiyah mesti dipuja<br /><br />398. Bangsawan lelaki kerabat Diraja<br />Boleh menikahi siapa sahaja<br />Sedang perempuannya terbatas kerja<br />Hanya kepada yang sekufu’ sahaja<br /><br />399. Sebab ditetapkan aturan ini<br />Untuk menjaga silsilah peri<br />Serta memelihara zuriat diri<br />Garis keturunan dipihak lelaki<br /><br />400. Sebagai bukti aturan berlaku<br />Keturunan Raja Kecil bergelar Tengku<br />Lelaki dan perampuan sama sesuku<br />Demikian sebutan gelar berlaku<br /><br />401. Keturunan Sayyid Utsman ada ditetapkan<br />Jika menjadi Sultan gelarnya dilengkapkan<br />Assayyidis Syarif kehormatan disebutkan<br />Yang bukan Sultan Tengku Sayyid dipadakan<br /><br />402. Demikian aturan kerajaan diberlakukan<br />Semasa Alamuddin gelar diresmikan<br />Adat istiadat kerajaan ditradisikan<br />Sebagian gelar sekarang masih dilanjutkan<br /><br />403. Syair kembali ke Sultan Alamuddin<br />Di Senapelan Baginda bermustautin<br />Membina kerajaan rakyat berbatin<br />Membangun istana balai berdatin<br /><br />404. Menurut dugaan dapat diperkirakan<br />Di daerah Senapelan tempat disebutkan<br />Di Kampung Bukit istana didirikan<br />Masjidpun di bina tempatnya didekatkan<br /><br />405. Sebelum sempat pekan berkembang<br />Geringlah Sultan ajalpun menjelang<br />Dalam usia nan cukup panjang<br />Setelah melalui susah dan senang<br /><br />406. Taqdir Allah berkehendak padanya<br />Sultan Alamuddin sampai umurnya<br />Di dekat Masjid berkubur makamnya<br />Di Kampung Bukit nama tempatnya<br /><br />407. Sebagai tradisi Raja-raja Melayu<br />Setelah wafatpun dihormati selalu<br />Disebut Marhum gelarnya tentu<br />Allah Yarhamhu semoga restu<br /><br />408. Wafat Baginda bi husnil khatimat<br />Semoga Allah melimpahkan rahmat<br />Dengan kemangkatan Sultan Ma’rifat<br />Marhum Bukit gelar didaulat<br /><br /><span style="font-weight: bold;">5. Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780 s.d. 1782 M)</span><br /><br />409. Setelah Sultan Alamuddin mangkat<br />Tengku Muhammad Ali lalu dinobat<br />Menjadi Sultan penerus Sultanat<br />Rakyat menyembah bay’at diangkat<br /><br />410. Selama Muhammad Ali menjadi Sultan<br />Baginda tetap berkedudukan di Senapelan<br />Negeri Mempura Baginda tinggalkan<br />Tanpa penguasa sehingga terabaikan<br /><br />411. Tengku Ismail kembali segera<br />Mengumpulkan kekuatan di Mempura<br />Masih berhak ke atas tahta diri merasa<br />Mengangkat diri menjadi raja gahara<br /><br />412. Tengku Ismail sadar sepenuhnya<br />Muhammad Ali mengalah padanya<br />Kepada saudara tetap kasihnya<br />Alangkah mulia hati Panglimanya<br /><br />413. Tengku Ismail mengampuni dirinya<br />Muhammad Ali tetap dikasihinya<br />Sebagai Raja Muda jabatan diberinya<br />Kembali ke Mempura mengikut Sultannya<br /><br />414. Setelah sempurna diri menghamba<br />Berbagai jabatan tugaspun serba<br />Sampai akhirnya saatnyapun tiba<br />Kembali ke Senapelan Bismillahi Rabba<br />* ASAL MUASAL KOTA PEKANBARU<br /><br />415. Di masa Jalaluddin21 memerintah<br />Kerajaan Siak menegakkan daulah<br />Memulai upaya meluaskan wilayah<br />Ke Hulu sungai perluasan mengarah<br /><br />416. Tujuhbelas limapuluh tahunnya pasti<br />Sultan mengirim suatu ekspedisi<br />Dipimpin kepercayaan seorang abdi<br />Encik Agam berasal dari Deli<br /><br />417. Ekspedisi mengarah ke Senapelan<br />Usaha dilakukan tanpa kekerasan<br />Dari hasil ekspedisi yang dilakukan<br />Batin Senapelan berhasil ditaklukkan<br /><br />418. Kepada Siak Senapelan bernaung<br />Kepada Sultan Batin berlindung<br />Kerajaan Siak sangat beruntung<br />Berhasil menguasai sekitar Tapung<br /><br />419. Wilayah Senapelan ketika itu<br />Kampung Bukit diliput tentu<br />Tampan dan Palas terhimpun satu<br />Bencah Kelubi22 ikut menyatu<br /><br />420. Sesuai letaknya di persimpangan jalan<br />Senapelan jadi gerbang perdagangan<br />Daerah Tapung dan Kampar bertautan<br />Dari Mingkabau daerah pedalaman<br /><br />421. Diwaktu Alamuddin menaiki tahtanya<br />Pengaruh Belanda hendak dihindarinya<br />Negeri Mempura lantas ditinggalkannya<br />Tengku Muhammad Ali turut bersamanya<br /><br />422. Setelah ditinjau beberapa tempat<br />Daerah strategis kemudian di dapat<br />Di Hulusungai Siak sangatlah tepat<br />Ke negeri Senapelan dipersiapkan cepat<br /><br />423. Ibukota kerajaan lalu dipindahkannya<br />Ke tempat baru Senapelan namanya<br />Sebutan berasal awal mulanya<br />Dari Kayu Sena nama pohonnya<br /><br />424. Nama lainnya Payung Sekaki<br />Bermula sebab asal sebutan ini<br />Sebatang rimbun Sena nan tinggi<br />Berdiri seperti payung menaungi<br /><br />425. Ketika Muhammad Ali menaiki tahtanya<br />Negeri Senapelan mulai dibangunnya<br />Berusaha melanjutkan cita-cita ayahannya<br />Mengembangkan pekan demikian niyatnya<br /><br />426. Maka terpilihlah wilayah Senapelan<br />Tempat pilihan membangun pekan<br />Tempat berada di sekiar pelabuhan<br />Lintas strategis jalur perdagangan<br /><br />427. Adapun asal nama Senapelan<br />Dari kata Sena23 asalnya sebutan<br />Di Sungai Pelam tumbuhnya tuan<br />Sena dan Pelam jadi Senapelan<br /><br />428. Sedang di dalam arsip Belanda<br />Tertulis Chinapalla memanglah ada<br />Demikian ucapan lidah Belanda<br />Namun maksudnya tiada berbeda<br /><br />429. Muhammad Ali kesuma berbangsa<br />Pengaruhnya besar masih terasa<br />Mudahlah ia mengerahkan massa<br />Banyaklah orang menawarkan jasa<br /><br />430. Serata perbatinan datang berkawan<br />Bahu membahu berkerja sukarelawan<br />Biaya terkumpul dari dermawan<br />Membangun pekan pesara hartawan<br /><br />431. Imam Suhil menuturkan riwayat<br />Bermula waktu pekan diperbuat<br />Menurut riwayat yang tersurat<br />Pekan berdiri waktunya tercatat<br /><br />432. Duapuluh satu Rajab bulannya tepat<br />Duapuluh tiga Juni persamaan tercatat<br />Pada tahun seribu duaratus empat<br />Hari Selasa waktunya diingat<br /><br />433. Di masa Tengku Muhammad Ali<br />Kampung berkembang pesat sekali<br />Tempat berhimpun dagang santeri<br />Menyara hidup mencari rezeki<br /><br />434. Kata orang yang empunya peri<br />Kampung Senapelan Bandar masyhuri<br />Beritanya sampai ke segenap negeri<br />Ramai peniaga dagang santeri<br /><br />435. Di saat pekan berkembang pesat<br />Cewang di langit menjadi isyarat<br />Sebagai pertanda penegas firasat<br />Pada Muhammad Ali menjelang wafat<br /><br />436. Setelah lima tahun mendirikan pekan<br />Tengku Muhammad Ali menghadap Tuhan<br />Tanggal dan bulannya tak dapat dipastikan<br />Tahunnya seribu tujuh ratus delapanpuluh sembilan<br /><br />437. Beristirat abadi terkubur jasanya<br />Di dalam kompleks Masjid Raya<br />Di samping adinda serta iparnya<br />Kerabat kerajaan para auliya<br /><br />438. Karena jasanya membina pekan<br />Gelar marhumnya lalu dikaitkan<br />Dengan nama tempat ia dikuburkan<br />Marhum Pekan gelarnya dimasyhurkan<br /><br /><span style="font-weight: bold;">6. Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah (1782 s.d. 1784 M)</span><br /><br />439. Sebelum Ismail meninggal dianya<br />Tahta diwariskan kepada putranya<br />Tengku Yahya demikianlah namanya<br />Putra Mahkota pengganti ayahnya<br /><br />440. Setelah dinobat mengganti ayahnya<br />Abdul Jalil Muzaffar Syah gelarnya<br />Sewaktu dinobat masih belia usianya<br />Tengku Muhammad Ali jadi walinya<br /><br />441. Setelah Baginda Sultan baligh akalnya<br />Mengikut putusan musyawarah sebelumnya<br />Urusan kerajaanpun diserahkan kepadanya<br />Sultan Yahya menjadi raja sepenuhnya<br /><br />442. Tata pemerintahan lalu disempurnakannya<br />Sebagaimana tradisi para pendahulunya<br />Berbagai pembangunan dilaksanakannya<br />Untuk mencapai kemakmuran rakyatnya<br /><br />443. Penduduk bertambah demikian cepat<br />Negeri ramai berkembang pesat<br />Kampung tenteram adat dijabat<br />Rukun dan damai hidup bermasyarakat<br /><br />444. Roda pemerintahan baru dijalankan<br />Sultan Yahya melaksanakan kebijakan<br />Pusat pemerintahan Baginda pindahkan<br />Namanya yang baru juga disebutkan<br />* SIAK SRI INDRAPURA DAR AL-SALAM AL-QIYAM<br /><br />445. Tercatat pasti tiada wasangka<br />Tiga belas Februari waktu ketika<br />Tahun Seribu tujuhratus delapanpuluh tiga<br />Sejarah baru lembaranpun dibuka<br /><br />446. Nama baru kerajaan diumumkan segera<br />Kerajaan bernama Siak Sri Indrapura<br />Dar al-Salam al-Qiyam demikian tertera<br />Pusat pemerintahannya tetap di Mempura<br /><br />447. Siak Sri Indrapura Dar al-Salam al-Qiyam24<br />Nama kerajaan Zillullah fi l-‘Alam25<br />Negeri Sultan makhdum muhtaram<br />Rajanya bersisilah nasab mukarram<br /><br />448. Demikian termaktub nama terukir<br />Hamba jadikan judulnya syair<br />Dengan harapan berlimpah khair<br />Motivasi membangun negeri nan kabir<br /><br />449. nama yang baru tersiar cepat<br />Negeri berkembang maju dan pesat<br />Banyaklah perantau datang berhajat<br />Mencari rezki halal dan berkat<br /><br />450. Ketika tugas Baginda tiada padat<br />Waklu luang banyak di dapat<br />Di saat Baginda sedang beristirahat<br />Kepada leluhurnya Baginda teringat<br /><br />451. Tahun seribu tujuhratus delapan puluh empat<br />Bersama beberapa kaum kerabat<br />Ke Semenanjung Baginda berangkat<br />Menziarahi leluhur yang telah wafat<br /><br />452. Selama kepergian Baginda Sultan<br />Beberapa waktu selama perjalanan<br />Pelaksana pemerintahan Baginda wakilkan<br />Pada Sayyid Ali putra Sayyid Utsman<br /><br />453. Adapun tempat tujuan Baginda<br />Malaka dan Johor negeri persada<br />Melahirkan Sultan seperti ibunda<br />Negeri asal moyang Baginda<br /><br />454. Ketika Baginda sampai di Dungun<br />Baginda gering tak dapat bangun<br />Ramailah tabib datang berhimpun<br />Tiada berhasil seorang juapun<br /><br />455. Risau pengikutnya ditimpa masalah<br />Karena tiada sebarang warkah<br />Dijadikan sebagai rujukan washiyah<br />Tentang pengganti pemegang daulah<br /><br />456. Mangkatlah Baginda dengan Taqdir-Nya<br />Sebelum sempat menziarahi leluhurnya<br />Di negeri Dungun tempat kuburannya<br />Marhum Mangkat di Dungun gelarnya<br /><br /><span style="font-weight: bold;">7. Assayyidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi (1784 s.d. 1810)</span><br /><br />457. Sayyid Ali sebagai wakil Sultan Yahya<br />Sebagai Sultan langsung dipilih jaya<br />Lalu dinobat dalam upacara mulia<br />Menduduki tahta peterakna surya<br /><br />458. Adapun gelar Baginda Sultan Sayyid Ali<br />Gelar Bangsawan Arab keturunan Nabi<br />Berpadu dengan gelar Sultan Melayu asli<br />Assayyidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi<br /><br />459. Dengan naiknya Sultan Syarif Sayyid Ali<br />Dinasti kerajaan Siak telahpun berganti<br />Yang semula dari keturunan Melayu asli<br />Menjadi berdarah Arab keturunan Nabi<br /><br />460. Pendamping Sultan mengurusi dalam negeri<br />Tengku Muhammad Ali diangkat kembali<br />Sebagai Raja Muda jabatan kembali diberi<br />Karena pengalamannya tidak tertandingi<br /><br />461. Sejak Syarif Sayyid Ali menjadi sultan<br />Baginda mulai meluaskan kerajaan<br />Bersama dengan Saudaranya sekalian26<br />Beberapa daerah berhasil ditaklukkan<br /><br />462. Adapun daerah yang kalah perang<br />Pagarawan, Batubara, Bedagai dan Kota Pinang<br />Kualuh, Panai, Bilah, Asahan dan, Serdang<br />Beserta Deli, Langkat termasuk Temiang<br /><br />463. Kesemua daerah itu disebut Jajahan Duabelas<br />Bahkan kekuasaan Siak mencapai wilayah Sambas<br />Lanun Selat Melakapun berhasil Baginda tumpas<br />Sehingga Johor dan Melaka menjadi was-was<br /><br />464. Setelah berhasil mengembalikan kewibawaan<br />Pada Bangko yang dahulu pernah ditaklukkan<br />Tanah Putih dan Kubu di wilayah Rokan<br />Termasuk Tapung Kiri dan Tapung Kanan<br /><br />465. Saudaranya Tengku Sayyid Abdurrahman27<br />Berhasil pula menaklukan Pelalawan<br />Diangkatlah dia menjadi Sultan28<br />Begitolah Siak dan Pelalawan dilakukan<br /><br />466. Yang berjasa dalam penaklukan<br />Selain saudara Baginda Sultan:<br />Pejuang perempuan bernama Cik Puan29<br />Datuk Laksamana Raja Dilaut juga disebutkan<br /><br />467. Tidaklah beberapa lamanya masa<br />Geringnya Sultan semakin bisa<br />Wafat akhirnya Sultan perkasa<br />Setelah duapuluh enam tahun berkuasa<br /><br />468. Setelah jenazah diselenggarakan peri<br />Ramai pengiring menghantarnya pergi<br />Menuju pemakaman di Kota Tinggi<br />Marhum Kota Tinggi gelarnya diberi<br /><br /><span style="font-weight: bold;">8.Assayyidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810 s.d. 1815)</span><br /><br />469. Sebaik sahaja diserahkan tahta kerajaan<br />Oleh Sayyid Syarif Ali pada putra nin tuan<br />Kemudian ananda dinobat menjadi Sultan<br />Sebagai Sultan Kerajaan Siak kedelapan<br /><br />470. Sesuai tradisi adat menurut Sulalatus Salatin<br />Gelar kesultanannya dilengkapkan bil-kamilin<br />Assayyidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin<br />Di Kuala Mempura dibangun istana bermustautin<br /><br />471. Berbeda dengan ayahanda Sultan<br />Seri Baginda sering sakit-sakitan<br />Urusan kerajaan beralih kesempatan<br />Dilaksanakan oleh Waliyul Sultan<br /><br />472. Selain sebagai Panglima Besar dijabatkan<br />Tengku Muhammad juga diamanahkan<br />Mewakili Sultan pemerintahan dilaksanakan<br />Sampai wafatnya Sultan tetap dijalankan<br /><br />473. Dalam kerajaan keluarga Sultan<br />Terjadi perpecahan yang bersangatan<br />Antara Tengku Putra ananda Sultan<br />Dengan T. S. Ismail30 anak waliyul Sultan<br /><br />474. Riwayat diringkas singkat ceritera<br />Sultan wafat di negeri Mempura<br />Pusat kerajaan Siak Sri Indrapura<br />Marhum Mempura Kecil gelar tertera<br /><br /><span style="font-weight: bold;">9. Assayyidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin (1815 s.d. 1864)</span><br /><br />475. Setelah Sultan Assayyidis Syarif Ibrahim mangkat<br />Maka Tengku Sayyid Ismail kemudian dinobat<br />Perselisihan semakin tajam dikalangan kerabat<br />Tengku Putra membai’atpun tidak diperbuat<br /><br />476. Assayyidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin<br />Minta bantuan Sir Wilson Wangsa kafirin<br />Tengku Putra kalah tahtanyapun terjamin<br />Maharajalela lah Sir Wilson sang kafirin<br /><br />477. Dengan bantuan Belanda Wilson diusir paksa<br />Dari Bengkalis Wilson berhambus terpaksa<br />Penjajah Belanda kemudian menuntut jasa<br />Traktat Siak31diperbuat dengan memaksa<br /><br />478. Traktat tersebut sangat merugikan Siak<br />Wilayah dan taklukan serta jajahan Siak<br />Diambil alih Kerajaan Belanda pukimak<br />Ditambah keharusan membayar berbagai pajak<br /><br />479. Keadaan kerajaan porak poranda<br />Karena kuatnya pengaruh Belanda<br />Perpecahan keluarga makin melanda<br />Muncul usaha memakzulkan Baginda<br /><br />480. Singkat syair ringkaslah ceritera<br />Mangkatlah Baginda setelah didera<br />Berbagai persoalan nafsu angkara<br />Allah Yarhamh digelar Marhum Indrapura<br /><br /><span style="font-weight: bold;">10. Sultan Assayyidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin (Syarif Kasim I : 1864 s.d. 1889)</span><br /><br />481. Dengan dimakzulkannya Baginda Sultan<br />Walanda mencampuri urusan pengangkatan<br />Sayyid Syarif Kasim32 saudara Sultan<br />Didudukkan di tahta mendapat kesempatan<br /><br />482. Setelah dinobat dilantik kamilin<br />Gelar diberi pada Sultan Muttaqin<br />Assayyidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin<br />Pendiri masjid Raya Siak Syahabuddin<br /><br />483. Baginda Sultan ‘alim berilmu mapan<br />Faham administrasi pemerintahan terapan<br />Dididik putranya dengan berkecukupan<br />Menyiapkan pemimpin untuk masa hadapan<br /><br />484. Pengaruh Belanda makin bersangatan<br />Perhatian Baginda lebih dijuruskan<br />Pada keagamaan lebih diutamakan<br />Dari urusan pemerintahan bila dibandingkan<br /><br />485. Banyak kemajuan yang Baginda hasilkan<br />Qubah Kasimiyah megah didirikan<br />Mahkota kerajaan juga diperbuatkan<br />Bidang perkonomian berhasil ditingkatkan<br /><br />486. Lapan belas lapan sembilan tahunnya dicatatkan<br />Sepeninggal Sultan putranya telahpun dibekalkan<br />Berbagai pengetahuan ilmu yang dibutuhkan<br />Marhum Mahkota gelarnya dimasyhurkan<br /><br /><span style="font-weight: bold;">11. Assayyidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889 s.d. 1908)</span><br /><br />487. Assayyidis Syarif Hasyim33 Abdul Jalil Syaifuddin<br />Setelah dinobat dengan kamilin<br />Menyediakan pendidikan li al-thalibin<br />Membangun perekonomian rakyat dhai’fin<br /><br />488. Untuk menambah wawasan pengalaman<br />Ke Eropah Sultan melawat berwisman<br />Ke Negeri Belanda sampai ke Jerman<br />Membangunan negeri dari pengalaman<br /><br />489. Walaupun takluk jajahan melepaskan diri<br />Kerajaan Siak tetap kokoh berdiri<br />Perekonomian meningkat di serata negeri<br />Kepada seluruh rakyat pekerjaan diberi<br /><br />490. Lapangan kerja banyak dikembangkan<br />Tiada pengangguran kemiskinan dientaskan<br />Pembangunan fasilitas umum dimeratakan<br />Berbagai kemudahan cukup disediakan<br /><br />491. Beraneka ketrampilan sedia diberi<br />Untuk meningkatkan kemampuan diri<br />Sumber Daya Manusia berpotensi peri<br />Semuanya bekerja membangun negeri<br /><br />492. Lahan dibuka untuk berkebun<br />Galangan kapal juga dibangun<br />Rumah Sewa dibina bersusun<br />Hasil hutan ditampung bertimbun<br /><br />493. Kerajaan mendirikan percetakan sendiri<br />Mencetak buku-buku keperluan negeri<br />Bahan bacaan murid dan santeri<br />Pikiran rakyat berkembang hadhari<br /><br />494. Salah satu daripada hasil percetakan<br />Bab al-Qawa’id masyhur diwariskan<br />Hingga sekarang masih diperbincangkan<br />Aturan tata pemerintahan ada dituliskan<br /><br />495. Belanda menggandakan cukai dan pajak<br />Namun pengaruhnya sedikit tak jejak<br />Kemakmuran negeri semakin menanjak<br />Perekonomian kerajaan tetap melonjak<br /><br />496. Dengan kemakmuran tercapai berkeadaan<br />Baginda membangun istana kerajaan<br />Assirayatul Hasyimiyah34 berhias kemuliaan<br />Hingga sekarang disaksikan keistimewaan<br /><br />497. Selain membangun istana berperi<br />Dibangunnya pula Balai Rung Sari<br />Tempat bermajelis bijak bestari<br />Membicarakan perihal persoalan negeri<br /><br />498. Setelah membangun persada bunda<br />Mangkatlah Sultan dengan berada<br />Ketika wafat diserikan Biduanda<br />Sultan digelar Marhum Baginda<br /><br /><span style="font-weight: bold;">12. Sultan Assayyidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin (Syarif Kasim II : 1915 s.d. 1949)</span><br /><br />499. Pewaris tahta Kerajaan Siak Sri Indrapura<br />Tengku Sulong Sayyid Kasim35mahkota putra<br />Sewaktu meninggal Baginda ayahanda betara<br />Bersekolah di Batavia anandapun pulang segera<br /><br />500. Karena pendidikannya belum dikhatamkan<br />Untuk sementara pemerintahan dilaksanakan<br />Kepada dua orang Mamanda diwakilkan<br />Pemegang amanah kerajaan ditadbirkan<br /><br />501. Adapun pelaksana tugas kerajaan<br />Datuk Limapuluh Menteri Kerajaan<br />Bersama Syarif Syagaff36Mamanda kerajaan<br />Saling melengkapi di dalam pekerjaan<br /><br />502. Setelah Tengku Sulong pelajarannya tuntas<br />Beristri Tengku Syarifah Lathifah37 zuriat selaras<br />Pada Tiga Maret seribu sembilan ratus lima belas<br />Ditabal sebagai Sultan Siak sangatlah pantas<br /><br />503. Sejak ditabal sebagai Sultan yang mutaakhirin<br />Dilengkapkan namanya dengan gelar kamilin<br />Assayyidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin<br />Tengku Agung Permaisurinya digelar Jauzatin<br /><br />504. Setelah hidup berumah tangga dijalankan<br />Tujuh belas tahun penuh dengan kebahagiaan<br />Disaat hamil permaisuri mangkat ditaqdirkan<br />Perkawinan pertama Baginda tak dapat keturunan<br /><br />505. Menurut riwayat yang shahih ada mengatakan<br />Ketika hamil ke Singapura permaisuri diperiksakan<br />Diduga kuat Belanda ikut campur tangan<br />Melalui Dokter Singapura permaisuri dikerjakan<br /><br />506. Walanda sengaja melakukan hal demikian<br />Untuk memutus silsilah keturunan Sultan<br />Apabila kelak mangkat Baginda Sultan<br />Belanda mudah mengambil alih kekuasaaan<br /><br />507. Kebencian Sultan makin bertanah<br />Kepada Belanda bangsa penjajah<br />Perlawanan politis penuh siyasah<br />Direfleksikan Sultan dengan taqiyah<br /><br />508. Untuk mengenang almarhumah direalisasikan<br />Sekaligus mewujudkan perjuangan pendidikan<br />Sekolah khusus untuk perempuan didirikan<br />Latifah School38 sekolahannya dinamakan<br /><br />509. Tahun seribu sembilanratus duapuluh sembilan<br />Untuk kedua kalinya menikahlah Baginda Sultan<br />Dengan Syarifah Fadlun istri kedua disebutkan<br />Tengku Maharatu gelar permaisuri ditabalkan39<br /><br />510. Permaisuri banyak memberikan dorongan<br />Mendampingi Sultan dalam perjuangan<br />Bahu membahu bergandingan tangan<br />Memajukan pendidikan saling berdampingan<br /><br />511. Duapuluh satu tahun40 cukuplah lama<br />Suka dan duka dilaluinya bersama<br />Tanpa keturunan hampalah sukma<br />Berpisah cerai jadi pilihan bersama<br /><br />512. Sultan kembali berumah tangga<br />Syarifah Syifaq istri yang ketiga<br />Karena tiada serasi dalam lembaga<br />Diakhiri dengan perceraian juga<br /><br />513. Sultan keempat kalinya kembali menikah41<br />Dengan Syarifah Fadhlun istri mawaddah<br />Setia mendampingi suami dalam darurah<br />Sebagai rakyat jelata meskipun susah<br /><br />514. Suami istri hidup memperihatinkan<br />Di Kota Jakarta di Jalan Pasuruan<br />Tunjangan empatpuluh ribu perbulan<br />Serba kekurangan dipada-padakan<br /><br />515. Dengan Syarifah Fadhlun bahtera diharungi<br />Ke manapun suami sedia mengiringi<br />Kebahagiaan masa tua tidak tertandingi<br />Hingga Sultan mangkat masih didampingi<br /><br />516. Karena sakit yang diderita bersangatan<br />Akhirnya mangkatlah Baginda Sultan<br />Duapuluh tiga April sembilan belas enam lapan<br />Di Rumbai wafatnya di Siak dikebumikan<br /><br /><span style="font-weight: bold;">G. SIAK DI ZAMAN PENJAJAHAN</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Penjajahan Belanda</span><br /><br />517. Sebermula kata syairpun beralih cerita<br />Perihal zaman penjajahan patut diwarta<br />Penjajahan Walanda di negeri kita<br />Untuk diketahui anak cucu serta<br /><br />518. Belanda pertama yang datang diseru<br />Jacob Heemskerk namanya seteru<br />Dari Cina armadanya memburu<br />Menyerang Peringgi di Johor Bahru42<br /><br />519. Ketika tata Negara berubah pasti<br />Dalam sistem pemerintahan terbukti<br />Kekuasaan VOC kemudian diganti<br />Pemerintah Belanda sebagai pengganti43<br /><br />520. Awal mula Belanda mulai bertapak<br />Di dalam wilayah kerajaan Siak<br />Ketika Raja Alam menandatangani kontrak44<br />Pada masa terjadinya perang Siak<br /><br />521. Kekuasaan Belanda semakin menjejak<br />Apalagi setelah ditandatangani Traktak Siak45<br />Campur tangannya tak dapat dielak<br />Termasuk semena-mena memungut pajak<br /><br />522. Kerajaan Siak mulanya sepuluh distrik<br />Dirampingkan hanya jadi lima distrik<br />Beberapa distrik menurun jadi onderdistrik<br />Masyarakat Siak semakin tidak berkutik<br /><br />523. Belanda menguasai hutan dan tanah ulayat<br />Kekuasaan Kepala Suku dan Batin tersayat<br />Kerja rodi diperintahkan kepada rakyat<br />Sultan berusaha menolak dengan siayat<br /><br />524. Perlawanan terbuka pada Belanda<br />Di wilayah Siak dimulai oleh Baginda<br />Melalui Volunteer direkrut para pemuda<br />Dilatih militer dipersenjatailah pemuda<br /><br />525. Diam-diam Sultan mendalangi pemberontakan<br />Menolak sistem kerja rodi yang dipaksakan<br />Terjadilah perlawanan yang tidak diperkirakan<br />Pemberontakan Koyan46 sangat menggemparkan<br /><br />526. Kekuatan Belanda47 dengan tambahan pasukan<br />Dari Keresiden Bengkalis48 bantuan didatangkan<br />Namun pemberontakan tak dapat dipadamkan<br />Walanda terpaksa meminta tambahan pasukan<br /><br />527. Pasukan terpilih dari Medan didatangkan<br />Bergabung dengan sisa-sisa pasukan<br />Kekuatan besar datang untuk menghancurkan<br />Mendapat perlawanan dari pemberontakan<br /><br />528. Koyan beserta kawan-kawan lainnya<br />Melakukan perlawanan sejadi-jadinya<br />Selain medan pertempuran dikuasainya<br />Ditambah dukungan Sultan menyertainya<br /><br />529. Belanda kewalahan menghadapi serangan<br />Bagaikan baah pemberontak berdatangan<br />Mayat mayat berserak bergelimpangan<br />Banyak pihaknya mati dalam peperangan<br /><br />520. Letnan Leitser berpengalaman sebagai komandan<br />Dalam berbagai peperangan maupun medan<br />Berputus asa dan malu mukanya padan<br />Bunuh diri dalam perjalanan pulang ke Medan<br /><br />521. Sementara Koyan dan kawan-kawannya<br />Melarikan diri ke Johor secepatnya<br />Secara rahasia Sultan melindunginya<br />Belanda dipermalukan sejadi-jadinya<br /><br />522. Belanda berusaha menebus kekalahannya<br />Sekaligus untuk memperkuat kekuasaannya<br />Raja-raja Sumatra Timur dipanggil semuanya<br />Di Medan para Raja dikumpulkannya49<br /><br />523. Dua tahun kemudian Belanda meminta Sultan<br />Membentuk Staatswacht disertai peralatan<br />Permintaan Walanda berani ditolak Sultan<br />Belanda ditantangnya secara jantan<br /><br />524. Ketika Jepun berhasil mengalahkan Belanda<br />Ditandai menyerahnya Guberbur Hindia Belanda50<br />Berakhirlah kekuasaan Pemerintah Walanda<br />Di Siak Sri Indrapura dan serata persada bunda<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Penjajahan Jepang</span><br /><br />525. Kehadiran Jepun di Siak Sri Indrapura<br />Diiringi selogan sebagai saudara<br />Asia untuk Asia demikian bicara<br />Propagandanya rasuk tak terasa<br /><br />526. Di depan Sultan mereka memperlihatkan<br />Di mata rakyat mereka mempertontonkan<br />Di halaman istana mereka melakukan<br />Menghukum Belanda dengan tindakan<br /><br />527. Para pembesar dan orang Belanda<br />Maupun pribumi pengikut Belanda<br />Disiksa di halaman istana Baginda<br />Seperti binatang sedikit tak beda<br /><br />528. Teriakan banzai bergema saujana<br />Orang meng-elukannya di mana-mana<br />Sehingga penuh halaman istana<br />Menyaksikan Belanda dihukum hina<br /><br />529. Demkian Jepun mendemonstrasikan<br />Rakyat menyambut dengan tepukan<br />Bendera merah putih lalu dikibarkan<br />Dengan Hinomaru ianya didampingkan<br /><br />530. Rakyat bersimpati apabila melihat<br />Demikian pandai Jepun bermuslihat<br />Tak lama kemudian belangnya terlihat<br />Melebihi Belanda kejamnya jahat<br /><br />531. Setelah Jepun berkuasa sepenuhnya<br />Sistem pemerintahan lalu diubahnya<br />Pemerintahan kerajaan dibekukannya<br />Disesuaikan dengan aturan militernya<br /><br />532. Keresidenan Riau masa dahulunya<br />Menjadi Riau Syu nama Jepunnya<br />Diperintah Cokan sebagai kepalanya<br />Gubernur Militer setingkat jabatannya<br /><br />533. Daerah Onderafdeling juga diubahnya<br />Dijadikan Gun sebutan Jepunnya<br />Seorang Ganco sebagai kepalanya<br />Pemerintahan militer nyata kejamnya<br /><br />534. Selrun Onderdistrik turut diubahnya<br />Dijadikan Ku istilah Jepunnya<br />Seorang Kocu sebagai kepalanya<br />Sedang distrik dihapus semuanya<br /><br />535. Pada setiap Asisten Residen dahulunya<br />Atau wilayah Bun bahasa Jepunnya<br />Seorang Bunsuco menjadi kepalanya<br />Setara Bupati tingkat jabatannya<br /><br />536. Seluruh Riau Syu dibagi pemerintahnya<br />Terdiri dari tiga Bun jumlah wilayahnya<br />Masing-masing Bunsuco jadi kepalanya<br />Sebagai Hakim dan Polisi jabatan kekuasaannya<br /><br />537. Siak Gun dan Pelalawan Gun<br />bersama Pasir Pengaraian Gun<br />Termasuk dalam Pekanbaru Bun<br />Yang membawahi wilayah Gun<br /><br />538. Dengan sistem pemerintahan ini<br />Jepun melaksanakan pemerintah tirani<br />Rakyat dperlakukan bagai hewani<br />Untuk menentang tak ada yang berani<br /><br />539. Tak berapa lama berselang waktu<br />Belang aslinya terlihat tentu<br />Ternyata Jepun bukan sekutu<br />Lepas dari jembalang terpeluk hantu<br /><br />540. Tahun pertama Jepun berkuasa<br />Pemuda diperintah jadi romusa<br />Bekerja berat dengan terpaksa<br />Apa dikerja tiada imbalan jasa<br /><br />541. Kekejaman Jepun melebihi walanda<br />Derita sengsara berlipat ganda<br />Hidup miskin serba tak ada<br />Papa kedana tidak berada<br /><br />542. Rakyat Siak melalui Baginda Sultan<br />Diminta jadi romusa membuka hutan<br />Berkat kepandaian diplomasi Sultan51<br />Yang pemuda dijadikan Dai Toa52 Sultan<br /><br />543. Lainnya dimasukkan Haiho atau Bogodan<br />Beserta Giu Gun ataupun Zainendan<br />Latihannya berat menyiksa badan<br />Makan dan minum tidak sepadan<br /><br />544. Sedang yang lain diminta untuk bertani<br />Bercocok tanam berkebun hutani<br />Menyediakan pangan kebutuhan insani<br />Walaupun tak dipaksa cukup membebani<br /><br />545. Di daerah lain rakyat jadi romusa<br />Membangun kepentingan Jepun mereka dipaksa<br />Yang malas dan tak kuat mendapat siksa<br />Sehingga banyaklah rakyat yang binasa<br /><br />546. Asam garam susah didapat<br />Gula dan minyak serba disukat<br />Yang sakit tak mendapat obat<br />Badan teruk bekerja berat<br /><br />547. Meski hanya tida tahun lamanya<br />Jepun memerintah dengan kejamnya<br />Hidup siksa tak kuat menanggungnya<br />Hingga tak sanggup hamba melukiskannya<br /><br />548. Hamba nan fakir menyingkat cerita<br />Ke cerita lain memintas warta<br />Semakin banyak hamba berkata<br />Khawatir riwayat bercampur dusta<br />H. Siak Dizaman Kemerdekaan<br /><br />549. Kekuasaan Jepun tamat akhirnya<br />Karena sekutu mengalahkannya<br />Limabelas Agustus tanggal bulannya<br />Sembilan belas empat lima hitungan tahunnya<br /><br />550. Nagasaki dan Hiroshima dibumi hanguskan<br />Di kedua kota bom atompun dijatuhkan<br />Untuk menghindari korban yak tak diperlukan<br />Perang Asia Timur Raya segera dihentikan<br /><br />551. Pimpinan Riau Syu Cokan Makino Susabaru<br />Gubernur Militer Jepang berkedudukan di Pekanbaru<br />Mengumumkan kekalahannya dengan terharu<br />Kekuasaan Tenno Heika berakhir terburu-buru<br /><br />552. Walaupun demikian peri keadaannya<br />Rakyat Siak gelisah tak tenang hatinya<br />Antara sesama mereka saling bertanya<br />Setelah Jepun siapa penggantinya<br /><br />553. Orang-orang Cina bersorak sorai di Siak<br />Karena Jepun mengalami kekalahan telak<br />Orang-orang Melayu dicemooh dan disorak<br />Buang saja Samurai Jepun ke sungai Siak<br /><br />554. Cemoohan ditujukan pada orang Melayu<br />Yang pernah ikut tentara jepun Riau Syu<br />Mengharap janji jepun memerdekan Melayu<br />Ibarat bergantung dilapuknya kayu<br /><br />555. Cina menganggap dirinya punya andil<br />Di Perang Dunia Kedua merekapun tampil<br />Tentara Ciang Kai Sek menjadi wakil<br />Kekuasaan Jepun hendak dialih ambil<br /><br />556. Orang-orang Cina menyebarkan warkah<br />Bahwa Belanda dan Cina akan memerintah<br />Di Bagan Kuo Min Tang berkibar gagah<br />Di Siak pula hendak mengikut pongah<br /><br />557. Dalam suasana serba tak pasti<br />Suasana mencekam merisaukan hati<br />Berita proklamasi belumlah pasti<br />Tentara sekutu datang mengejutkan hati<br /><br />558. Di Kerajaan Siak pada dermaga utamanya<br />Dua kapal sekutu bersandar angkuhnya<br />Di pimpin Inggris, Belanda dan Nicanya53<br />Menemui Sultan54 dengan sombongnya<br /><br />559. Setelah menemui Baginda Sultan<br />Bendera Belanda kembali dikibarkan<br />Orang Belanda yang sedang ditahan<br />Dengan segera semuanya dibebaskan55<br /><br />560. Sultan mendengar proklamasi diseru<br />Untuk memastikan berita yang terbaru<br />Diutuslah OK. Jamil ke Pekanbaru56<br />Menemui tokoh pejuang di Pekanbaru57<br /><br />561. Setelah mendengar berita kemerdekaan<br />Dengan biaya dari pihak kerajaan<br />Segeralah Sultan membentuk kepanitiaa<br />Berbagai badan serta kelembagaan58<br /><br />562. Setelah semua badan terbentuk sempurna<br />Sultan mengadakan rapat paripurna<br />Rapat Umum di halaman istana<br />Rakyat menghadiri kecuali Cina<br /><br />563. Teriakan kemerdekaan ramai membahana<br />Yel Merdeka! terdengar di mana-mana<br />Diiringi Allahu Akbar dan Asmaul Husna<br />Rasa nasionalisme tumbuh sempurna<br /><br />564. Dihalaman Istana Assirayatul Hasyimiyah<br />Bendera Belanda diturunkan sudah<br />Bendera Merah Putih dikibarkan kamilah<br />Tanda dukungan Siak kepada pemerintah<br /><br />565. Bernaik Saksi Sultan Siak lalu bersumpah<br />Bersama rakyatnya berikrar syahadah<br />Membela kemerdekaan sebagai marwah<br />Walaupun harus mati berkalang tanah59<br /><br />566. Tengku Mahratu permaisuri terpilih<br />Menyematkan simbol merah putih<br />Di lengan baju Sultan nan bersih<br />Sebagai pengayom TKR tanpa pamrih<br /><br />567. Selanjutnya Sultan mengumumkan niatnya<br />Tanpa memikir bagaimana kelak nasibnya<br />Menyerahkan kerajaan, istana dan hartanya<br />Kepada Republik Indonesia nan dicintainya<br /><br />568. Kemudian mengajak para Sultan kerajaan<br />Di pesisir Timur Sumatera yang berkesediaan<br />Bersama membela perjuangan kemerdekaan<br />Dengan menyumbang sebahagian kekayaan<br /><br />569. Sultan melaksanakan sempurna niyatnya60<br />Menyerahkan kekayaan yang dimilikinya<br />Senilai tiga belas ribu gulden banyaknya<br />Kepada Gubernur Sumatera diserahkannya<br /><br />570. Sejumlah kekayaan yang telah diserah<br />Dijemput ke Istana Assirayatul Hasyimiyah<br />Oleh utusan Gubernur Sumatra Tengah<br />Dibawa ke ibukota Sumatera Tengah61<br /><br />571. Ketika di Medan Sultan Siak merawan<br />Meletus gerakan62 pejuang sukarelawan<br />Merampok istana dan membunuh bangsawan<br />Yang tidak mendukung perjuangan relawan<br /><br />572. Sultan Syarif Kasim diselamatkan segera<br />Di bawah perlindungan kekuasaan Negara<br />Dibawa ke Aceh63 rupanya Sultan betara<br />Kemudian berkampanye kemerdekaan Negara<br /><br />573. Ketika di Aceh Sultanpun diangkatlah<br />Menjadi Penasehat bagi pemerintah<br />Mengobarkan semangat pantang menyerah<br />Melalui Radio Aceh Baginda berkhotbah<br /><br />574. Ketika terjadi agresi kedua Belanda<br />Sultan Siak di Aceh sedang berada<br />Mendengar Siak dikuasai Belanda64<br />Maka murkalah Sri Baginda<br /><br />575. Melalui RRI Aceh Sultan menyeru65<br />Agar rakyat Siak syahid ditiru<br />Berjuang melawan para seteru<br />Mempertahankan Republik yang masih baru<br /><br />576. Selanjutnya Sultan dan Permaisuri gahara<br />Menyerahkan sumbangan pada Kepala Negara<br />Soekarno selaku Presiden menerima segera<br />Sebesar tigabelas juta Frank ditaksir setara66<br /><br />577. Sesudah tercapai pengakuan kedaulatan67<br />Bersama Permaisuri berangkatlah Sultan<br />Ke Jakarta menetap dalam kesempitan<br />Sebagai rakyat jelata di Metropolitan68<br /><br />578. Akhirnya Sultan kembali ke kampung halaman<br />Mengisi masa tuanya di istana kediaman<br />Hingga ajal menjemput Pahlawan beriman<br />Husnul Khatimah sesuai dengan idaman<br /><br /><span style="font-weight: bold;">I. Pembangunan Siak Mengisi Kemerdekaan</span> <span style="font-weight: bold;">1. Perkembangan Siak</span><br />579. Sejak Pengakuan Kedaulatan ditetapkan<br />Diikuti timbang terima yang dilakukan<br />Konsulidasi Pemerintah kemudian diputuskan<br />Berdasarkan Undang Undang yang ditetapkan69<br /><br />580. Daerah Keresidenan Riau ditetapkan<br />Beberapa Kabupaten ianya dijadikan<br />Kampar dan Bengkalis Kabupaten dinamakan<br />Indragiri dan Kepri Kabupaten disebutkan<br /><br />581. Untuk mengkoordinir Kabupaten yang empat<br />Residen Koordinator kemudian diangkat<br />Jamin Dt. Bagindo namanya tercatat<br />Di Tanjung Pinang kedudukan bertempat<br /><br />582. Enam tahun kemudian terjadi perubahan<br />Wilayah dihapuskan lalu dikembalikan<br />Bentuk Kewedanan Kecamatan disetarakan<br />Sebagai Daerah Administrasi ditetapkan<br /><br />583. Keresidenan Riau berstatus otonomi<br />Bersama Sumbar dan juga Jambi<br />Sumatra Tengah namanya propinsi<br />Tempat Ibukotanya di Bukit tinggi<br /><br />584. Sementara kedudukan Siak ketika itu<br />Sebagai kecamatan statusnya tentu<br />Dalam Kabupaten Bengkalis bersatu<br />Sampai reformasi terjadi restu<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Berdirinya Kabupaten Siak</span><br /><br />585. Keberadaan Kabupaten Siak baru diputuskan<br />Sembilan belas sembilan sembilan tahun disebutkan<br />Berdasarkan Undang Undang yang ditetapkan<br />Nomor limapuluh tiga pada lembaran dicatatkan<br /><br />586. Pembentukan Kabupaten resmi ditetapkan<br />Rokan Hulu dan Hilir Kabupaten dimekarkan<br />Kuantan Sengingi dan Pelalawan diikutkan<br />Kabupaten Siak sempurna disebutkan<br /><br />587. Sejak Siak jadi Kabupaten sendiri<br />Pembangunan menyebar serata negeri<br />Di berbagai ceruk kampung bestari<br />Berkembang pesat bagaikan berlari<br /><br />588. Gedung kantor dibangun megah<br />Fasiltas umum banyak bertambah<br />Jalan dibuka menghubungkan daerah<br />Jembatan dibangun penyambung tanah<br /><br />589. Pemerintahan negeri berjalan serasi<br />Antara Badan dan dinas berinteraksi<br />Jabatan diberi pada yang berprestasi<br />Pangkat dinaikkan bagi yang berdedikasi<br /><br />590. Dewan Perwakilan Rakyat saling komunikasi<br />Rencana pembangunan sumpurna dipresentasi<br />Berbagai pembangunan strategis dapat direalisasi<br />Pekerjaan selesai sempurna jauh dari korupsi<br /><br />591. Sarana dan prasarana terawat terinventarisasi<br />Singkat dan mudah pelayanan administrasi<br />Banyak pemodal datang berinvestasi<br />Banyak pabrik beranekalah produksi<br /><br />592. Pertanian berkembang diserata negeri<br />Perkebunan luas sawah ladang berperi<br />Lahan mencukupi Hutan Tanaman Industri<br />Sedangkan hutan alam terpelihara lestari<br /><br />593. Perdagangan dan jasa marak bertransaksi<br />Pegawai karyawan buruh dan kuli<br />Menghasilkan upah gajih honor komisi<br />Penghasilan bertambah meningkatlah dayabeli<br /><br />594. Jarak dekat waktu singkat karena telekomunikasi<br />Berbagai angkutan tersedia transfortasi<br />Berbagai kebijakan pemerintah tersosialisasi<br />Radio dan televisi menyebarkan informasi<br /><br />595. Sekolahan dibina gurupun diadakan<br />Buku buku bacaan cukup disediakan<br />Alat belajar mengajar disempurnakan<br />Untuk meningkatkan kualitas pendidikan<br /><br />596. Berbagai akses dibuka serta<br />Berbagai event ditaja merta<br />Situs sejarah turut ditata<br />Menjadi tawaran paket pariwisata<br /><br /><span style="font-weight: bold;">J. ADAT BUDAYA SENI BAHASA SIAK PUSAKA</span> <span style="font-weight: bold;">1. Adat Budaya:</span><br /><br />597. Setelah membaca sejarah Siak<br />Ungkapan hikmah dapat dikuak<br />Berbagai pelajaran patut disimak<br />Jadi pedoman dalam bertindak<br /><br />598. Adapun antara nasehat bertuah<br />Terangkai indah di dalam madah<br />Hidup kayu lazimnya berbuah<br />Hidup manusia patutnya berfaedah<br /><br />599. Adat bernegara sagang menyagang<br />Adat berbangsa pandang memandang<br />Adat memerintah timbang menimbang<br />Adat memimpin tenggang menenggang<br /><br />600. Adat beraja pantang memantang<br />Adat bersultan julang menjulang<br />Adat bermenteri galang menggalang<br />Adat berbatin topang menopang<br /><br />601. Adat laut jadi harungan<br />Adat sungai jadi laluan<br />Adat teluk jadi labuhan<br />Adat terusan jadi lintasan<br /><br />602. Adat bukit jadi dakian<br />Adat lurah jadi turunan<br />Adat pemimpin jadi panutan<br />Adat pimpinan jadi ikutan<br /><br />603. Adat rumah bertanga sakinah<br />Adat bersuku bertali darah<br />Adat berbatin berbatas wilayah<br />Adat bersultan berdatang sembah<br /><br />604. Adat berniaga mencari untung<br />Adat dagang rantau diusung<br />Adat merantau langit dijunjung<br />Adat pribumi negeri disanjung<br /><br />605. Adat ‘Alim tempat bertanya<br />Adat ‘Ulama sandaran fatwa<br />Adat Faqih berfaham agama<br />Adat Qadhi adil berperkara<br /><br />606. Adat berkain sarung menyarung<br />Adat berpakaian kurung mengurung<br />Adat berselendang tudung menudung<br />Adat bertanjak lingkar menyambung<br /><br />607. Adat sejiran tangung menangung<br />Adat se desa kunjung mengunjung<br />Adat sekampung tampung menampung<br />Adat serantau dukung mendukung<br /><br />608. Adat berkawan jelang menjelang<br />Adat bersahabat tandang bertandang<br />Adat berteman tenggang menenggang<br />Adat berkasih sayang menyayang<br /><br />609. Adat berhajat pinang meminang<br />Adat berkahwin tuang menuang<br />Adat beranak timang menimang<br />Adat bercucu saying menyayang<br /><br />610. Adat berhujjah jangan menaksir<br />Adat berdebat jangan mengkusir<br />Adat berbantah jangan menyindir<br />Adat bermajlis jangan meminggir<br /><br />611. Adil menyukat penuh tak kurang<br />Adil menimbang berat seimbang<br />Adil mengukur samalah panjang<br />Adil menghukum menurut undang<br /><br />612. Jangan menangguk di air keruh<br />Jangan lengah ketika disuruh<br />Jangan diungkit kalau diparuh<br />Jangan mencuri barang ditaruh<br /><br />613. Jangan mencari jalan bergaduh<br />Jangan sembarang kalau menuduh<br />Jangan bernaung dikala teduh<br />Jangan menumpah kalau menyeduh<br /><br />614. Kalau meminjam ingat mengembalikan<br />Kalau mengambil ingat menyisakan<br />Kalau memakai ingat merawatkan<br />Kalau meminta ingat menyisakan<br /><br />615. Kalau pandai jadilah pematut<br />Kalau pintar jadilah penaut<br />Kalau cerdas jadilah pembaut<br />Kalau geliga jadilah pemalut<br /><br />616. Kalau marah tidak menyumpah<br />Kalau menatang tidak menumpah<br />Kalau menunjuk tidak menyalah<br />Kalau menguasai tidak menjajah<br /><br />617. Kalau kuat jangan melemahkan orang<br />Kalau cepat jangan melambatkan orang<br />Kalau besar jangan mengecilkan orang<br />Kalau tinggi jangan merendahkan orang<br /><br />618. Kalau menjabat jangan memperbudak orang<br />Kalau kuasa jangan memperhamba orang<br />Kalau kaya jangan memiskinkan orang<br />Kalau punya jangan melaratkan orang<br /><br />619. Kalau berjaya tak harap pujian<br />Kalau berjasa tak harap bagian<br />Kalau gagal tak takut cacian<br />Kalau kalah tak takut makian<br /><br />620. Kalau tak suka jangan mencaci<br />Kalau tak hendak jangan memaki<br />Kalau tak sudi jangan mengkeji<br />Kalau tak selaba jangan mendengki<br /><br />621. Kerja yang menolong janganlah pamrih<br />Kerja yang cermat janganlah letih<br />Kerja yang baik jangan memilih<br />Kerja yang berat jangan merintih<br /><br />622. Kerja menyalah jangan amalkan<br />Kerja tak baik jangan lakukan<br />Kerja tak senonoh jangan perbuatkan<br />Kerja tak selesai jangan biasakan<br /><br />623. Kalau gigi belumlah tumbuh<br />Pinang kotai jangan disentuh<br />Kalau pucuk belumlah tumbuh<br />Janganlah langit hendah disentuh<br /><br />624. Kalaulah biduk berat di muka<br />Jangan gelombang coba diduga<br />Kalau dah tahu orang tak suka<br />Janganlah cinta bertarung laga<br /><br />625. Kalau kerja belum berpeluh<br />Jangan diharap mutu sepuluh<br />Pabila colok tak berpembuluh<br />Dikala malam tiada bersuluh<br /><br />626. Kalau sombong berlawan lebih<br />Kalau ceroboh beroleh letih<br />Terlalu gembira berakhir sedih<br />Terlalu cemburu berakhirlah kasih<br /><br />627. Pada yang salah jangan mencela<br />Pada yang sumbang jangan mencerca<br />Pada yang buruk jangan menghina<br />Pada yang cacat jangan mempersenda<br /><br />628. Pada yang ‘alim jangan menjauhi<br />Pada yang tua jangan melangkahi<br />Pada yang pantar jangan memusuhi<br />Pada yang muda jangan memarahi<br /><br />629. Sama saudara jangan berlaga<br />Sesama keluarga jangan bersuga<br />Sesama semenda jangan curiga<br />Sesama besan jangan menduga<br /><br />630. Tuah raja pada daulatnya<br />Tuah ‘Ulama pada fatwanya<br />Tuah Cendikia pada ilmunya<br />Tuah Qadhi pada adilnya<br /><br />631. Tuah kata pada maknanya<br />Tuah tangan pada garisnya<br />Tuah akal pada mindanya<br />Tuah hati pada nuraninya<br /><br />632. Tuah budi pada akhlaqnya<br />Tuah bahasa pada santunnya<br />Tuah laku pada sopannya<br />Tuah sikap pada sifatnya<br /><br />633. Tuah bangsa pada bahasa<br />Tuah kerajaan pada mahkota<br />Tuah istana pada tahta<br />Tuah balai pada peterakna<br /><br />634. Tuah adat pada dawamnya<br />Tuah resam pada patutnya<br />Tuah tradisi pada kebiasaannya<br />Tuah budaya pada tamadunnya<br /><br />635. Tuah iman pada aqidahnya<br />Tuah Islam pada rukunnya<br />Tuah amal pada niyatnya<br />Tuah ibadah pada ikhlasnya<br /><br />636. Tuah kerja pada manfaatnya<br />Tuah usaha pada azamnya<br />Tuah upaya pada dayanya<br />Tuah tawakkal pada ikhtiarnya<br /><br />637. Ular terbelit akar takkan hilang bisanya<br />Intan tercampak nista takkan hilang cahayanya<br />Bulan sabit suatu ketika purna akhirnya<br />Selama-selamanya hidupsuatu saat wafat akhirnya<br /><br />638. Kelapa jatuh mumbangpun jatuh<br />Cecak jatuh tupaipun jatuh<br />Tebing runtuh bukitpun runtuh<br />Dinding runtuh bentengpun runtuh<br />Seni Bahasa:<br /><br />639. Seni bahasa Siak Pusaka<br />Bermadah syair pantun seloka<br />lagu dan tari joget bersuaka<br />Ajang seniman saling bersemuka<br /><br />640. Festival ditaja julang budaya<br />Siak Bermadah jemala jaya<br />Di negeri istana seni beraya<br />Cipta lestari generasi berdaya<br /><br />641. Siak melestarikan Berbalas pantun<br />Bersoal jawab berjual beli santun<br />Mengikut persajakan irama dilantun<br />Sampiran bijak isinya menuntun<br /><br />642. Hantar belanja berpantun serta<br />Rasa dan fikir bersulam kata<br />Ungkapan diucap bahasa ditata<br />Ranggi terucap sangatlah pokta<br /><br />643. Demikian pula dongeng dan lawak<br />Bahasa dan laku memancing gelak<br />Lucu menghibur sampai terbahak<br />Berbagai persoalan teringatpun tidak<br /><br />644. Syahdu senandung mendodoi budak<br />Nasehat berwashiyat kepada anak<br />Membangkit kenangan sewaktu budak<br />Ditimang sayang Mak dan Bapak<br /><br />645. Rentak zapin gerak beradab<br />Alif sembah menjadi sebab<br />Tarian tradisi dirujuk musabab<br />Demikian dinukil di dalam kitab<br /><br />646. Dinamis harmonis tarian kreasi<br />Memberi ruang kreografer berekspresi<br />Busana dan irama gerak komposisi<br />Konsepnya berangkat dari tradisi<br /><br />647. Kembang lestari lagu Melayu<br />Bercengkok restu syahdu mendayu<br />Bak buluh perindu suara merayu<br />Seakan dibelai hembusan bayu<br /><br />648. Agung dan syahdu irama Nasyid<br />Kepada Ma’bud berdo’a sang‘Abid<br />Akapela digubah ghina bi al-Rasyid<br />Memuji Allah bersulam Tahmid<br /><br />649. Bujang dan dara tampan rupawan<br />Anggun dan gagah pribadi menawan<br />Tata busana sesuai keperluan<br />Tampil sempurna dengan pengetahuan<br /><br />650. Syair dilantun merdu irama<br />Burung Tiung Selendang Delima<br />Dibawa sendiri ataupun bersama<br />Menyentuh hati merasuk sukma<br /><br /><span style="font-weight: bold;">3. Riak Siak</span><br /><br />651. Jika pandai bercermin sejarah<br />Peristiwa dahulu dijadikan ‘ibrah<br />Sebagai pedoman dalam ibadah<br />Ke masa depan agar berfaedah<br /><br />652. Syarat negeri makmur sejahtera<br />Semua bahagian sama merasa<br />Seperti tubuh umpama betara<br />Mestilah ada empat perkara:<br /><br />653. Negeri Siak tanah kelahiran<br />Tumpah darah negeri sanjungan<br />Melengkapkan bakti hamba cukupkan<br />Mengabdi diri hamba sempurnakan<br /><br />654. Negeri Siak timangan bunda<br />Tanah pertiwi bumi persada<br />Jika ditinggal sebulan ada<br />Bagai setahun terasa di dada<br /><br />655. Negeri Siak laman bermain<br />Malam menyelimut bagaikan kain<br />Rabbighfirly wa li walidain<br />Iyyaka na’budu wa iyaka nasta’in<br /><br />656. Negeri Siak negeri bersultan<br />Para pemimpin jadi panutan<br />Para pemuka jadi ikutan<br />Adil dan bijak berkepatutan<br /><br />657. Negeri Siak negeri bangsawan<br />Gahara dan awam sama berkawan<br />Penduduk elok paras rupawan<br />Lakunya santun agung gemawan<br /><br />658. Negeri Siak negeri berdaulah<br />Alim Ulamanya membawa berkah<br />Pemuka masyarakatnya membawa hasanah<br />Rakyatnya patut disemua wilayah<br /><br />659. Negeri Siak negeri berdatuk<br />Pemuka agama temat merujuk<br />Pemuka masyarakat berkait tampuk<br />Rakyat sefaham sama seangguk<br /><br />660. Negeri Siak negeri beradat<br />Pemuka adapt memangku cermat<br />Pusaka dipelihara dengan hormat<br />Sepanjang ranau resam dijabat<br /><br />661. Negeri Siak negeri istana<br />Masjid Mushalla banyak dibena<br />Persekitaran bersih indah suasana<br />Bangunan rapi tertata sempurna<br />662. Negeri Siak negeri mahkota<br />Tepian sungai turab ditata<br />Jembatan megah mengagumkan mata<br />Pagar dam lampu berukir seta<br /><br /><span style="font-weight: bold;">KHATIMAH</span><br /><br />663. Al-Hamdulillah Khaliq al-‘Alam<br />Puji dan syukur bertenun gurindam<br />Berangkai syair tekat bersulam<br />Adat bahasa budaya mahnikam<br /><br />664. Menjunjung duli shalawat salam<br />Kapada Nabi Rasul muhtaram<br />Berkat Keluarga sahabat ihtiram<br />Berkat Auliya Wali mukaram<br /><br />665. Syair sejarah riwayatnya khatam<br />Siak Sri Indrapura Dar al-Salam al-Qiyam<br />Mengungkap peristiwa masa nan silam<br />Habislah tinta patahlah qalam<br /><br />666. Syair selesai dihujung malam<br />Santak ke subuh mega temaram<br />Hamba berserah Allahu a’lam<br />Mengakhiri syair dengan wassalam<br /><br /><ol><li>Pada masa pemerintahannya dibuat Undang Undang Melayu.</li><li>Parameswara : Karena dalam tulisan Arab Melayu tidak menggunakan baris, maka boleh juga dibaca Permaisura.</li><li>Anak Tun Hamzah: Cucu Bendahara Seri Amar Diraja.</li><li>Nama aslinya Choja Baba.</li><li>Dengan memerintah Hang Nadim menculik tunangan Raja Pahang</li><li>Anak Laksamana Hang Tuah</li><li>Tun Fatimah : Ana Bendahara Seri Maharaja – Istri Tun Ali</li><li>Alfonso d De Alberkerki</li><li>Nama Kecilnya : Sultan Ali Jallo</li><li>Ibn Dato Bendahara Tun Habib (Hebab) Sri Maharaja.</li><li>Anak Megat Sri Rama.</li><li>Bernama Pedang Saurajabe.</li><li>Diantaranya: Batin Hitam di Senggoro; Batin Puteh di Ketam Putih; Batin Tua di Bantan.</li><li>Orang Laut, menyebut dirinya Duanu. Sedangkan nama lain yang diberikan orang untuk mereka: Orang Mantang, Orang Kuala, Orang Rawa, Orang Sampan.</li><li>Tengku Buang Asamara: Raja Muhammad, nama kecilnya</li><li>Lasiak: Lada dalam bahasa Batak. Suatu ekspedisi Batak pernah datang ke wilayah Sungai Jantan.</li><li>1746 s.d. 1765.</li><li>Tengku Mahkota anak Raja Kecil dari perkawinannya dengan Raja Mahbungsu (anak Sultan Abdul Jalil – Sultan Johor ke-4: anak dari Bendahara Paduka Raja), nama timangannya Tengku Buang Asmara.</li><li>Tak bisa berfikir jernih dan tak bisa berkata sepatah juapun.</li><li>Ibn Syarif Abd al-Rahman Syahab al-Din.</li><li>Tengku Ismail = Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah.</li><li>Bencah Kelubi (Kelubi = Asampaya) meliputi daerah Kubang sampai ke hulu (Kuala Sungai Tapung Kiri).</li><li>Sena : sejenis nama pohon.</li><li>Dar al-Salam al-Qiyam = Negeri yang berdiri dengan keselamatan</li><li>Sultan = Khalifah Allah dibumi: Wakil Allah yang menaungi negeri</li><li>Tengku Said Abdurrahman, T.S. Ahmad, T.S. Lung Putih dan T. Hitam</li><li>Said Derahman – panggilan akrabnya.</li><li>Sultan Pelalawan yang sekaligus menjadi Raja Muda Kerajaan Siak.</li><li>Cik Puan berasal dari Tembelan yang Ikut Laksamana Raja Dilaut dalam menaklukkan Sambas di masa pemerintahan Assayyidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi, sultan yang terkenal sebagai penakluk Jajahan Duabelas.</li><li>Tengku Sayyid Ismail – anak saudara Sultan Ibahim yang bernama Tengku Mandah yang kawin dengan Tengku Muhammad Panglima Besar Kerajaan Siak (sekaligus menjabat Waliyul Sulthan Siak)</li><li>1 Februari 1858.</li><li>Sayyid Syarif Kasim I (Sultan Assayyidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin 1864 s.d. 1889) adik Sultan Syarif Ismail.</li><li>Panggilan akrab Syarif Hasyim: Tengku Ngah Sayyid Hasyim.</li><li>Latar belakang dinamakan Istana Assirayatul Hasyimiyah, adalah untuk mengingat pertalian nasab Baginda Syarif Hasyim dengan Bani Hasyim keturunan Nabi Muhammad SAW. Pembangunan Istana diserahkan kepada pemborong dari Singapura dengan nilai sebesar $ 750.000,- Disamping itu Baginda juga membangun beberapa istana di Kampung Dalam sebagai istana peraduan, antara lain bernama: Istana Tengku Yuk, Istana Tengku Bung dan Istana Encik Rafe’ah.</li><li>Lahir 11 Jumadil Akhir 1310 H = 1 Desember 1893.</li><li>Tengku Besar Sayyid Syagaff Mamanda Kersajaan, pelaksana tugas kerajaan – menjelang Syarif Kasim II dewasa.</li><li>Tengku Sulong Syarif Kasim II menikah dengan Syarifah Lathifah pada 27 Oktober 1912, sebelum ia ditabal menjadi Sultan. Kemudian pada 3 Maret 1915, barulah ia ditabal sebagai Sultan Siak ke-12.</li><li>Lathifah School = Sekolah Sulthanah (gelar permaisuri: Tengku Agung) merupakan sekolah khusus untuk kaum perempuan pribumi dengan lama pendidikan 3 tahun. Pada waktu itu setingkat dengan HIS (Hollandsche Inlansche Scholl).</li><li>Syarif Kasim II menikah dengan Syarifah Fadhlun pada 1929. Sedang pada 6 Juni 1930, permaisuri ditabalkan dengan gelar Tengku Mahratu.</li><li>Dari tahun 1929 s.d. 1950.</li><li>Menikah (kali ke-4) dengan Syarifah Fadhlun pada 17 Februari 1959.</li><li>Terjadi sekitar tahun 1603.</li><li>Bulan Desember 1799 VOC dihapuskan diganti dengan Perwakilan Pemerintah Kerajaan Belanda.</li><li>16 Januari 1761.</li><li>Traktak Siak ditandatangani 1858.</li><li>Koyan (beserta kawan-kawannya: Matan, Labe, Ponoh, dll) melakukan pemberontakan dan menyerang Polisi Belanda di Onderdistrik Merbau; 4 orang Polisi Belanda tewas termasuk Komandannya Weo Janggo.</li><li>Pasukan Polisi Hoofziener dipimpin oleh Eiizermann.</li><li>Di bawah pimpinan Asisten Residen Bengkalis Meindersma yang dibantu oleh Controleur Tebing Tinggi – Makes, membawa pasukan dengan 4 kapal (Stella, Sevia, Balam dan Kruing) untuk menyerang emberontakan Koyan, namun usahanya tidak berhasil.</li><li>Untuk menandatangani peraturan mengenai pemerintahan Swaprja yang dibuat Belanda, yaitu: Zelf Bestuursrcelen 1983. Haja Sultan Syarif Kasim II yang tidak mau menandatangi. Sultan diintimidasi dan ditekan sehingga akhirnya terpaksa menandatangani).</li><li>Gubernur Jendral Hindia Belanda Stakenborg Stachouver dan Letnan Jendral Teer Poorten menyerah pada tentara Jepang yang dipimpin oleh Jendral Imamura).</li><li>Tak seorangpun rakat Siak jadi Romusha.</li><li>Tenaga Badan Keamanan Sultan yang dilatih secara militer).</li><li>Kolonel Boath</li><li>Ketika itu didampingi oleh Pembesar Kerajaan: Diantaranya Wan Entol, Tengku Makmun sebagai Sekretaris Kerajaan, O.K. Jamil Kepala Kantor Istana. Sedangkan Rifa’I Yunus dan Dr. Gerard Tobing bertindak sebagai penterjemah).</li><li>Pada bulan September 1945.</li><li>Pada bulan Oktober 1945</li><li>OK. Jamil menemui: Residen Riau A. Malik; Ketua KNI RA. Yusuf dan Komandan TKR. Ternyata Pekanbaru lebih dahulu mengetahui berita Proklamasi secara resmi serta mendapat instruksi membentuk badan-badan yang diperlukan dalam menunjang proklamasi.</li><li>Komite Nasional Indonesia – Siak, dengan Ketua: Dr. Tobing; Ketua II Lilith; Anggota lainnya: Abdul Aziz, OK. Jamil dan Mohd. Noer Madjid. TKR dipimpin oleh Ilyas Haji Muhammad; PRI dipimpin oleh Tengku Mansyur Khalid; Huzbullah dipinpin oleh Osman Mahdhar.</li><li>Pernyataan sumpah Setia Sultan Siak Sri Indrapura mewakili segenap rakyatnya kepada pemerintah Republik Indonesia kemudian disampaikan melalui telegram ke Jakarta pada bulan Oktober itu juga)</li><li>Bulan Februari 1946, Sultan Syarif Kasim Dua : Sultan Siak Sri Indrapura berangkat ke Medan menemui Gubernur Sumatra: T. Muhammad Hasan, SH yang berkedudukan di Medan untuk menyerahkan kerajaan, istana dan harta kekayaannya serta pengembalian Swapraja Siak Sri Indrapura kepada Republik Indonesia)</li><li>Gubernur Sumatra Tengah yang berkedudukan di Bukit Tingi ketika itu adalah: Dr. M. Jamil. Sedangkan utusan yang menjemput adalah Datuk Perpatih Nan Baringek.</li><li>Revolusi Sosial.</li><li>Bersama Tengku Mahratu pindah ke Aceh pada 10 Sept 1947.</li><li>Siak diduduki oleh NICA. Belanda membentuk Siak Raad (Dewan Siak) yang berkedudukan di Bengkalis sebagai pemerintah boneka Belanda Yang anti Republiken, Anggotanya antara lain: Tengku Abubakar, Datuk Kasim Aziz, Datuk Ahmad.</li><li>Diantara seruan Sultan Syarif Kasim II: 1. Supaya rakyat Siak terus berjuang untuk menegakkan dan mempertahankan Republik Indonesia; 2. Sultan Siak tidak mengakui dan tidak tahu menahu adanya Siak Raad. Dan untuk itu supaya rakyat Siak harus hati-hati dan waspada terhadap tipu daya Belanda.</li><li>Sultan Syarif Kasim II beserta Permaisuri Tengku Mahratu ke Yogyakarta didampingi oleh: Tuanku Mahmud Residen yang diperbantukan pada Gubernur Sumatra yang berkedudukan di Banda Aceh – Karena ketika revolusi Sosial di Medan Gubernur Sumatra hijrah ke Bukit Tinggi. Ikut pula Mendampingi Sultan ke Yogyakarta Tengku Zaini Bakri selaku Bupati Aceh pada bulan Oktober 1949).</li><li>27 Desember 1949.</li><li>Hingga tahun 1963.</li><li>UU No. 22 Tahun 1948.</li></ol><br /><br /><span style="font-style: italic;">http://adedharmawi.wordpress.com/2009/01/11/syair-siak-sri-indrapura-dar-al-salam-al-qiyam/<br /></span></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-35200161454539165712008-11-23T17:29:00.036+07:002009-08-09T23:17:02.803+07:00Edisi November 2008<span style="font-weight: bold;">Sejarah Singkat Berdirinya Masjid Raya Nur ‘Alam :</span><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">Menuju Masjid Bersejarah Sebagai</span><br /><span style="font-weight: bold;">Wisata Religius di Kota Pekanbaru</span></span><br /><span style="font-weight: bold;">Disusun oleh : Drs. H. Ahmad Tanwir Ayang, M.Si </span><br /></div><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-style: italic;">Tahun 1762 Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memindahkan pusat Kerajaan Siak Sri Indrapura dari Mempura Besar ke Bukit Senapelan yang disebut Kampung Bukit. Pemindahan pusat kerajaan diikuti dengan pembangunan Istana Raja, Balai Kerapatan Adat dan Masjid. Persebatian unsur pemerintah, adat dan ulama disebut “Tali Berpilin Tiga” (Tungku Tiga Sejerangan). <br /></span><span><br /></span><div style="text-align: justify;"><span><br />Ada pun masjid yang dibangun bernama “Masjid Alam” yang mangambil nama kecil Sultan Alamuddin Syah, yakni “Raja Alam”.</span> Upacara ‘menaiki” bangunan dilakukan pada sholat Jum’at dengan imam Sayid Oesman Syahabuddin, menantu Sultan Alamuddin, ulama besar Kerajaan Siak. Sultan Alamuddin Syah digantikan putranya Tengku Muhammad Ali yang bergelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Mua’zzam Syah (1766-1779).<br /><br /></div></div><span class="fullpost"><br />Pada masa pemerintahan beliau Bukit Senapelan berkembang pesat. Sultan Muhammad Ali membangun “pekan” (pasar) yang baru. Dari nama ”Pekan Baharoe” lahirlah nama “Pekanbaru” yang sekarang ini (23 Juni 1784). Dengan bertambahnya jumlah penduduk Bukit Senapelan (Pekanbaru) menyebabkan “Masjid Alam” tak mampu menampung jamaah untuk sholat di sana. Musyawarah dilakukan Sultan Muhammad Ali dengan Sayid Oesman dan Datuk Empat Suku, kemudian disepakati untuk memperbesar Masjid Alam.<br /><br />Setelah upacara “menaiki” masjid yang baru tersebut selesai, maka dilakukan “Petang Megang” bulan puasa itu juga Ke empat “Tiang Seri” nya disediakan oleh Datuk Empat Suku (Datuk Lima Puluh, Datuk Tanah Datar, Datuk Pesisir, dan Datuk Kampar). “Tiang Tua” nya disediakan oleh Sayid Oesman. Pekerjaan ini dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat.<br /><br />“Kubah” masjid disediakan oleh oleh Sultan Muhammad Ali. Cara ini melambangkan terwujudnya persebatian antara pemerintah, ulama, adat dan rakyatnya. Dengan diperbesarnya Masjid Alam dan dimasukkannya lambing-lambang baru pada bangunan itu, timbul gagasan untuk menambah nama yang ada dari “Masjid Alam” manjadi “Masjid Nur ‘Alam”.<br /><br />Tahun 1779, Sultan Muhammad Ali diganti Tengku Ismail (Sultan Islmail) dengan gelar Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1779-1781). Tahun 1781 Sultan Ismail mangkat digantikan oleh putranya Tengku Sulung yang bergelar Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah (1781-1784). Tahun 1782 beliau memindahkan pusat Kerajaan Siak ke Mempura Kecil.<br /><br />Tahun 1784 beliau berangkat ke Dungun – Trengganu (Malaysia) dan mangkat di sana. Sultan Yahya digantikan oleh putra Sayid Oesman yang bernama Tengku Edo Sayid Ali yang bergelar Assyadis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin (1784-1810).<br /><br />Pusat Kerajaan Siak dipindahkan dari Mempura Kecil ke Kota Tinggi (Kota Siak sekarang ini). Di masa pemerintahannya. Masjid ini diberi “selasar” yang dipergunakan sebagai tempat penziarah untuk beristirahat. Gagasan membuat selasar timbul ketika Sultan Ali memakamkan ayahandanya Sayid Oesman yang mangkat dalam peperangan di Batu Bahara (Sumut). Dilakukan pula upacara pemberian gelar “Marhum Barat”.<br /><br />Pusat Kerajaan Siak sudah dipindahkan namun Masjid Nur’Alam tetaplah terpelihara oleh jamaah dan pejabat kesultanan yang bermukim di Pekanbaru. Pada masa pemerintahan Sultan Ismail II yang bergelar Sultan Assyaidissyarif Ismail Abdul Jalil Syaifuddin (1827-1864), Masjid Nur ‘Alam diperbaiki lagi.<br /><br />Beliau mangkat pada tahun 1864 dengan gelar Marhum Indrapura dan digantikan putranya Tengku Sayid Kasim (Assyaidissyarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin) yang lazim disebut dengan Sultan Syarif Kasim Awal (1864-1889) dan mangkat pada tahun 1889 dengan gelar “Marhum Mahkota” karena beliaulah Sultan Siak pertama yang memakai mahkota yang terbuat dari emas dan ditaburi permata aneka warna (mahkota aslinya disimpan di Museum Jakarta dan duplikatnya disimpan di Istana Siak sekarang).<br /><br />Beliau digantikan oleh putranya Tengku Putra Said Hasyim yang bergelar Assyaidissyarif Abdul Jalil Syaifuddin (1889-1908). Pada masa pemerintahan beliau Masjid Nur ‘Alam digeser tempatnya sejauh 40 langkah dari kedudukan semula ke arah matahari terbit. Sumber lain menyebutkan masjid ini dirombak dan dibangun kembali tahun 1890 tanpa menggunakan besi beton.<br /><br />Di sisi kiri masjid terdapat sumur tua yang disebut Sumur Raja (Perigi Riau 1895). Air sumur ini digunakan untuk berwudhu. Sumur tua ini kerap dikunjungi peziarah untuk mandi bagi orang yang kaul bernazar setelah sembuh dari sakitnya. Malah tak sedikit berkaul dan memandikan anaknya, ada pula yang datang untuk mengambil airnya supaya awet muda dan tetap sehat wal afiat. Mereka yang bernazar sering merasa nazarnya terkabul. Akibatnya banyak peziarah yang datang berasal dari Malaysia hingga dari manca negara.<br /><br />Untuk menjaga keamanan dan kenyamanan masjid, terutama guna menghindari perbuatan-perbuatan yang berbau syirik, maka pengurus masjid memutuskan untuk mengunci sumur tua tersebut. Sultan Hasyim memberikan “mimbar” untuk masjid ini. Mimbar tersebut dibuat sebanyak 3 buah di Kota Tinggi Siak, yaitu 1 buah untuk Masjid Nur ‘Alam Pekanbaru, 1 buah untuk Masjid Pelalawan, dan 1 buah lagi untuk Masjid Petapahan, Tapung, Kampar.<br /><br />Dengan dipindahkannya Masjid Nur ‘Alam dari tempat asalnya ke tempat yang baru oleh Sultan Hasyim, maka masjid ini disebut “Masjid Sultan (masjid yang dipindahkan oleh Sultan). Sebutan ini kelak beralih menjadi “Masjid Raya”. Sultan Hasyim mangkat tahun 1908 dan digantikan oleh putranya Tengku Said Kasim Sani (Sultan Syarif Kasim II) yang memerintah sampai Kerajaan Siak berakhir tahun 1946.<br /><br />Tahun 1925 beliau pergi ke Pekanbaru untuk melihat masjidnya dan memutuskan untuk membuat masjid yang letaknya berdekatan dengan masjid yang sudah ada, sehingga pembangunan masjid ini tidak mengganggu kepada masjid yang lama. Bahkan Sultan menganggap bahwa bangunan ini tetaplah sebagai perluasan masjid lama.<br /><br />Untuk melaksanakan hajat pembangunan masjid tersebut, maka diadakanlah musyawarah dibawah pimpinan Imam Haji Mohammad Taher yang merupakan Imam Kerajaan Siak yang berkedudukan di Pekanbaru (Imam Districtshoofd Pekanbaru). Beliau pun mengundang seluruh cerdik pandai, para alim ulama, pemuka-pemuka masyarakat dan para saudagar muslim.<br /><br />Maka dibentuklah panitia pembangunan masjid yang baru dengan ketuanya Haji Muhammad Sulaiman, Sekretaris Hasan Guru, dan dibantu oleh beberapa orang pengurus antara lain Abdul Salam, Muhammad Jamal, Ibrahim, Said Zein dan lain-lainnya. Ada pun usaha pertama untuk pembangunan masjid tersebut diperoleh waqaf berupa tanah dari Haji Muhammad dan Hajjah Sa’diyah yang terletak bersebelahan dengan masjid lama.<br /><br />Tanah waqaf tersebut memenuhi persyaratan untuk pembangunan masjid yang dihajati. Pada tahun 1927 dimulailah mengerjakan pondasi yang terbuat dari kerikil Danau Bingkuang. Kemudian dicor pondasi dengan ukuran 22 x 20 m. Sampai pada tahun 1936 atap masjid telah terpasang, tetapi dinding dan lantainya belum disemen.<br /><br />Setelah bangunan selesai pada pertengahan tahun 1937, maka dalam satu sholat Jum’at diadakanlah upacara “menaiki”nya, maka resmilah pemakaian masjid ini sebagai pengganti masjid yang lama. Pada waktu itulah diumumkan bahwa nama masjid boleh mempergunakan nama lama atau nama baru, yaitu “Masjid Nur ‘Alam” atau “Masjid Sultan” atau “Masjid Besar atau “Masjid Raya”.<br /><br />Namun nama yang dikukuhkan hingga sekarang adalah “Masjid Raya Nur ‘Alam” Kota Pekanbaru. Pada tahun 1940 dibuat pula pintu gerbang Masjid Raya yang menghadap ke timur. (MT)<br /><br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-70820712699430455442008-11-23T11:31:00.014+07:002008-11-23T18:27:20.063+07:00Edisi Mei 2007<div style="text-align: center;">Epilog :<br /><span style="font-weight: bold;font-size:180%;" >Pidato Pertanggungjawaban Setan</span><br />Oleh : Aang Efha<br /></div><br /><br />Saudara-saudara yang aku hormati, laki-laki maupun perempuan, tua atau muda, kaya atau miskin, cantik dan tampan atau jelek macam babi hutan, bintang film atau bintang lapangan atau bintang birokrasi atau bintang penganguran, pokoknya semua saja, tanpa kecuali. Dalam kesempatan ini, perkenankan aku mengucapkan Selamat Datang (Selamat datang udelmu, gerutu para manusia). Perkenankan pula aku menyampaikan sesuatu. Sesuatu yang amat penting kalian ketahui. <br /><br /><br /><span class="fullpost"><br />Aku sungguh-sungguh meminta maaf. Dari lubuk hati paling dalam, aku meminta maaf atas segala tindak-tandukku beserta seluruh anggota keluarga besar dan bangsaku selama kita sama-sama hidup di dunia. <br /><br />Dengarkan baik-baik. Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kalian sebuah janji yang benar dan pasti ditepati. Allah pun telah menunjuki kalian pada jalan yang lurus dan benar, dan pasti kalian aman jika senantiasa berada di dalamnya. Adapun aku, aku memang telah pula menjanjikan kepada kalian sesuatu janji manis, namun terus terang sedari awal sudah aku niatkan untuk mengingkarinya. Dan aku pun telah menunjuki kalian pada sebuah jalan, tetapi tiada lain dan tiada bukan hanyalah jalan yang menyesatkan. <br /><br />Sebenarnya, Tuhan tak kurang-kurangnya memperingatkan kalian bahwa setiap perbuatan manusia di dunia memiliki akibat jangka panjang, ya di akhirat ini. Berulang kali kalian diminta berhati-hati, dan senantiasa memikirkan semua risiko atas segala perbuatan kalian sendiri. Akan tetapi, rupanya kalian lebih suka melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan, dan dengan tanpa beban kalian bahkan tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Terus terang, sebenarnya, akulah yang membolak-balik kemauan dan keinginan diri kalian ini. <br /><br />Akan tetapi, ketahuilah, sejatinya aku tidak memiliki kekuasaan apa pun terhadap kalian, kecuali sekedar menyeru, dan cuma menyeru. Aku tidak pernah sekali pun coba memaksakan kehendak terhadap kalian. Selain tidak mungkin memaksa sebab memang tidak mempunyai kesanggupan, juka karena pemaksaan kehendak bukan prinsip hidupku. Jadi, perkara kalian menyambut dam mengikuti seruanku, semua tergantung kalian sendiri, kalian sendiri yang mengambil keputusan. Justru karena itu, semua akibat perbuatan kalian di luar tanggung jawabku, dan sudah seharusnya kalian bertanggung jawab atas diri masing-masing. <br /><br />Oleh karena itu, kupikir tidak adil jika kalian mencerca aku. Aku ulangi, sama sekali tidak adil jika kalian terus mencerca aku. Sudah barang tentu lebih tepat bila kalian mencerca diri sendiri. Soal kalian kini menyesal harus menerima segala akibat dan harus menjalani pembalasan, ini urusan kalian sendiri, tidak bisa tidak menjadi tanggung jawab kalian sendiri. <br /><br />Maafkan aku, aku sama sekali tidak mungkin dapat menolong kalian dari perkara ini, dan seandainya aku harus masuk neraka maka kalian pun tidak akan dapat menolongku. Tidak sebagaimana keadaan kita sewaktu berada di dunia, situasi saat ini memang tidak memungkinkan dilakukan saling tolong-menolong. Setiap orang harus bertanggung jawab terhadap diri masing-masing. Tidak bisa tidak, memang harus begitu, dan begitu pula ketetapan Tuhan semenjak dahulu. <br /><br />Saudara-saudara yang malang. Semenjak dahulu kala, sesungguhnya aku tidak pernah membenarkan kelakuan kalian mempersekutukan Allah. Allah itu satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, tidak ada padanan sesuatu apa bagi Dia. Seluruh nabi dan rasul yang diturunkan Tuhan senantiasa membawa pesan yangsama, yaitu Allah sebagai Tuhan satu-satunya, agar, sekali lagi, manusia hanya mengabdi kepada-Nya dan berjihad di jalan-Nya pula. Akan tetapi, gilanya, atau celakanya, selain berjihad di jalanku secara total dan serius, kalian malahan mengabdi dan menyembahku atau keturunanku lainnya. <br /><br />Ketahuilah, jika kalian menyembahku, sesungguhnya perasaanku menjadi sangat risih dan tidak enak. Tentu aku merasa amat sungkan terhadap Allah. Kok bisa aku disamakan dengan Allah, ini sungguh-sungguh gila lagi pula bodoh, sulit dipaksa masuk akal. Camkan baik-baik, binatang saja ndak ada yang menyembahku, lha kok kalian, para manusia, makhluk berakal dan berkesanggupan berpikir, bisa-bisanya menuhankanku. Ini gimana, aku sungguh tak habis pikir.<br /><br />Lepas dari situasi sulit yang kalian hadapi saat ini, kiranya perlu sekali aku jelaskan duduk perkara semasa kita sama-sama hidup di alam dunia. Sebetulnya, ketika aku mengetahui Adam mengajukan tobat kepada Allah dan kemudian diberi ampunan dan petunjuk, dalam hati kecil aku sempat timbul keinginan begitu kuat untuk mengajukan tobat serupa. Akan tetapi, secara serius, aku sempat menimbang-nimbang perlu tidaknya hal ini aku lakukan. Ternyata, aku harus mengambil keputusan tidak akan pernah bertobat. <br /><br />Kalau saja aku mengajukan tobat dan Allah mengabulkan dan memberiku pengampunan, betapa seluruh rencana Allah bisa berantakan. Al-Qur’an pun mungkin perlu direvisi selagi masih berada di Lauh Mahfuzh. Aku tidak mengajukan tobat karena aku menyadari sepenuhnya bahwa eksistensiku sebagaimana adanya sangat diperlukan. <br /><br />Ketahuilah, eksistensiku sangat penting demi eksistensi Tuhan pula. Tidaklah mungkin kalian akan sanggup memahami makna keberadaan Allah Yang Mahaagung itu, tanpa pernah menyaksikan makna kehadiranku yang maha terkutuk. Tidaklah mungkin kalian sanggup menangkap pancaran Nur Ilahi nan terang benderang, jikalau kalian belum pernah mengalami pancaran kegelapan yang aku tebarkan. Tidaklah mungkin kalian dapat menikmati kebaikan, kejujuran, dan ketulusan, sebagaimana telah diserukan Tuhan melalui para rasul dan nabi, bila satu kali pun kalian tidak pernah mengenal kejahatan, pengkhiatan, dan keculasan yang aku propagandakan. <br /><br />Coba kalian pikir, kalau saja aku tidak mengembangkan jalan penyesatan, lantas apa perlunya Tuhan terus-menerus mengimbau agar kalian, para manusia, kembali ke jalan yang Benar, shirath al-mustaqim. Kalau saja aku beserta anggota keluarga melakukan gerakan mogok massal, alangkah seruan “tetap berpegangan pada tali Allah” cuma puisi kualifikasi arsip dalam laci. Kalau saja aku dan segenap anggota Keluarga Besar Setan beristirahat satu hari saja, betapa ta’awudz tidak lagi perlu dihayati. <br /><br />Jadi, diakui atau tidak, suka atau tidak, eksistensiku penting dan amat diperlukan. Coba pikir pula, apa perlunya Tuhan memberi kalian dua stel telinga, dua pasang mata, dan sebongkah hati.<br /><br />Jadi lagi, itu pula sebabnya aku tidak mengajukan tobat kepada Allah. Aku menerima diriku dalam kutukan selamanya secara utuh dan penuh (kaffah), semata-mata agar Kebesaran dan Kesucian Allah tetap terpelihara. <br /><br />Aku merasa, Allah memang telah menggariskan jalan hidupku seperti ini. Dan aku telah menerimanya secara ikhlas, menjalaninya dengan baik, sempurna dan taat asas pula. Aku sudah berjuang keras untuk itu semua, tanpa kenal beristirahat barang sedetik pun. Aku sudah berjihad sepenuh jiwa dan kemampuan, menempuh segala jalan dan kemungkinan. Aku percaya bahwa Tuhan pun menyaksikan hasil jerih payahku selama ini. Dan aku pun percaya sepenuhnya bahwa Tuhan telah pula mencatat seluruh amal perbuatanku. Karena itu pula, aku akan meminta agar Allah memasukkanku ke syurga. <br /><br />Jangan kaget dulu. Ketahuilah, karena jasaku yang sedemikian besar dalam konstelasipelajaran bagi umat manusia, sudah selayaknya aku menerima imbalan yang wajar pula, tidak lain dan tidak bukan adalah syurga. Aku rasa, tidaklah layak bagiku menerima hukuman neraka. Sebagaimana kalian lihat sendiri, aku tidak pernah karena memang tidak sanggup melakukan kejahatan apa pun. Ingat, tidak satu kejahatan pun pernah aku lakukan. Sebaliknya, justru kalianlah jenis makhluk yang sanggup melakukan kejahatan penuh kekejaman, kadang bahkan luar biasa biadab. <br /><br />Nah, sekarang, selamat menikmati panasnya api neraka. Aku sendiri, bersama seluruh anak keturunanku, akan menghadap Allah meminta tiket masuk syurga. <br /><br /><div style="text-align: right;"><br />Disalin dari buku “Akulah Setan, Anda Siapa?”,<br />LkiS Pelangi Aksara, Yogyakarta, Maret 2006. </div><br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-49406869153524409902008-11-08T22:50:00.027+07:002009-08-29T07:21:03.409+07:00Edisi November 2008<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_tG7xZl7BqXg/Sphz5dB7QpI/AAAAAAAAAOA/p8Kaat5K0mw/s1600-h/BKPRMI.gif"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 85px; height: 83px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_tG7xZl7BqXg/Sphz5dB7QpI/AAAAAAAAAOA/p8Kaat5K0mw/s320/BKPRMI.gif" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5375173586149130898" border="0" /></a><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Sejarah Perkembangan</span></span><br /></div><div style="text-align: center; font-weight: bold;"><span style="font-size:130%;">Badan Komunikasi<br />Pemuda Remaja Mesjid Indonesia<br /></span><span style="font-size:130%;">(BKPRMI)<br /></span></div><br /><br /><div style="text-align: justify;">Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) semula bernama Badan Komunikasi Pemuda Masjid (BKPMI) lahir di Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Jawa Barat, Jalan L.R.E Martadinata (Jl Riau, saat Itu) pada tanggal 19-21 Ramadhan 1397 H / 3-5 September 1977 M. Dalam suatu pertemuan pemuda masjid Bandung di bawah asuhan Ketua Umum MUI Jawa Barat Saat itu Yakni K.H. E.Z. Muttaqien.<br /><br /><span class="fullpost">Tokoh-tokoh pemuda masjid pada saat itu, diantaranya Toto Tasmara, Bambang Pranggono, Samsudin Manaf, Iskandar Maskun, dan lain-lain. Dalam rapat pembentukan pengurus BKPMI periode pertama, Toto Tasmara terpilih sebagai Ketua dan Bambang Pranggono sebagai Sekertaris Jenderal. Rapat pembentukan dan pelantikan pengurus BKPMI periode I itu di lakukan di Masjid Istiqomah Bandung.</span><br /><br /><span class="fullpost">Pada saat pelantikan pengurus tersebut, hadir beberapa tokoh pemuda Masjid dari Jakarta, Jogyakarta, dan Semarang.</span><br /><br /><span class="fullpost">Mengingat Pengurus Periode I ini berkedudukan di Bandung, maka Sekretariat BKPMI pertama kali terletak di Bandung, yakni di Gedung Sekretariat MUI Jawa Barat. Kemudian berpindah mengikuti sekretariat MUI Pusat. Tahun 1986 di Masjid AL-Azhar, Jakarta , dan mulai tahun 1989 sampai sekarang di Masjid Istiqlal.</span><br /><br /><span class="fullpost">BKPMI kemudian berkembang menjadi organisasi yang solid bersama derap perjuangan dakwah Islam di Indonesia. Karena itu, ia bergerak pula bersama dinamika kehidupan bangsa Indonesia, baik sosial kemasyarakatan, khususnya ummat Islam, maupun perkembangan ‘pembangunan’ politik bangsa Indonesia.</span><br /><br /><span class="fullpost">Salah satu ‘karya besar’ BKPMI adalah di canangkannya pembentukan Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) sebagai program nasional BKPMI dalam Musyawarah Nasional V BKPMI di Masjid Al-Falah Surabaya tahun 1989. Dalam MUNAS V ini, hadir memberi pengarahan beberapa pejabat tinggi negara, seperti Menteri Agama (Prof. DR. H. Munawir Sadzali) dan Menteri Penerangan (H. Harmoko). Program TKA ini kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Lembaga Pembinaan dan pengembangan TKA (LPPTKA) BKPMI dalam rapat pleno DPP BKPMI di Jakarta.</span><br /><br /><span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Dari BKPMI ke BKPRMI</span></span><br /><br /><span class="fullpost">Perubahan dari Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI) ke Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) dilakukan dalam Musyawarah Nasional VI tahun 1993 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, bersamaan dengan bergabungnya Forum Silaturahmi Remaja Masjid (FOSIRAMA) di bawah pimpinan DR. H. Idrus Marham, M.A. (Ketua Umum DPP BKPRMI yang lalu).</span><br /><br /><span class="fullpost">Bersamaan dengan perubahan nama organisasi, dalam MUNAS VI ini pula di sepakati, bahwa BKPRMI merupakan lembaga otonom dari organisasi Dewan Mesjid Indonesia (DMI). Selain itu, di bawah pengurus BKPRMI terbentuk beberapa Lembaga Pembinaan dan Pengembangan, seperti Da’wah dan Pengkajian Islam (LPP-DPI), Sumber Daya Manusia (LPP-SDM), Ekonomi Koperasi (LPP-EKOP), Dan Keluarga Sejahtera (LPP-KS). Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Ketahanan Santri (LKS), terbentuk dalam suatu rapat pleno DPP pasca MUNAS VI.</span><br /><br /></div><span class="fullpost"><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"></span><span style="font-style: italic;">Sumber : </span> <span style="font-style: italic;">Profil DPW BKPRMI Jawa Barat</span> <span style="font-style: italic;"><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="font-size:85%;"><br /><br />Copyright © 2007<br />DPD BKPRMI KOTA TANGERANG</span><span class="fullpost" style="font-size:85%;"></span><br /></div></div>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-14579288713104873242008-10-22T11:51:00.003+07:002008-11-23T18:29:23.500+07:00Edisi Juli 2008<div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">Antara Tuan, Tuhan dan Oknum</span></span><br /></div><br /><br /><br />Dari sudut bahasa, sejarah, maupun keimanan, sebetulnya sebutan Tuhan dan Allah dibedakan pengertiannya. Jika disimak, kalimat syahadat yang pertama dalam bahasa aslinya, yang diterjemahkan sebagai “Tuhan”, adalah “ilah”.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Cerita berubahnya tuan menjadi Tuhan berasal dari lingkungan Nasrani untuk menyebut secara istimewa bagi Isa al-Masih. Dalam Ensiklopedia Populer Gereja, P. Adolf Heuken SJ menyebutkan, arti kata Tuhan ada hubungannya dengan kaya Melayu, tuan, yang berarti atasan/penguasa/pemilik. Maka kata Tuhan menekankan aspek bahwa kita mengekui Dia sebagai Yang Mahatinggi dan Mahakuasa.<br /><br />Bergesernya tuan menjadi Tuhan, awalnya dipengaruhi oleh lidah Belanda yang menghadapi masalah dalam pengucapan lafaz Melayu ketika mereka hendak menyebut Isa al-Masih sesuai dengan pemahaman Nasrani dalam bahasa Belanda, <span style="font-style: italic;">Heere</span>, yang artinya tidak lebih adalah Tuan, tetapi dimaksudkan punya jangkauan teologis.<br /><br />Perkataan Tuhan pertama kali bersua dalam bentuk tulisan lewat terjemahan kitab suci Nasrani, Perjanjian Baru, yang dilakukan oleh Melchior Leijdecker ketika ia menjadi pendeta di Tugu (kini Jakarta Utara) pada 1678-1701.<br /><br />Sebetulnya perkataan ini berasal dari ‘tuan’, tetapi agar terjemahan Melayunya mengandung makna insani dan ilahi, maka sebutan yang ditujukan kepasa Almaseh ini pun dieja dengan menaruh ‘h’.<br /><br />Sebab, dalam Injil bahasa Belanda, sebutan Almaseh adalah ’<span style="font-style: italic;">heere</span>’, artinya ‘tuan’. Sementara oknum yang artinya pribadi nama, awalnya dimaksudkan sebagai salah satu unsur kepercayaan Nasrani tentang trinitas, yaitu Allah sebagai Bapa, Isa sebagai Anak, dan Roh kudus sebagai Pelindung.<br /><br />Tapi kini, pemakaian oknum dihubungkan dengan perbuatan menyimpang seseorang dari kaum, lembaga, atau organisasinya.<br /><br /><br /><br /><div style="text-align: right; font-style: italic;">Disarikan dari Buku<br />“9 dari 10 Kata bahasa Indonesia adalah Asing” &<br />"Buku “Bahasa Menunjukkan Bangsa”,<br />Alif Danya Munsyi, 2005. </div><br /><br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-62182110953572913142008-10-22T11:48:00.003+07:002008-11-23T18:30:39.952+07:00Edisi Juni 2008<div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">Hubungan Mariam, Minggu,<br />dan Gereja</span></span><br /></div><br /><br /><br />Ketika di zaman penjajahan dulu, bangsa Melayu masih menembak dengan panah dan sumpit. Sementara bangsa Portugis datang membawa kanon yang dapat meledakkan bunyi gempita.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Ketika melihat orang Portugis menembakkan kanon dengan membuat tanda salib di mukanya sembari mengucapkan nama Maryam bunda Isa Almaseh, maka orang Melayu pun salah kaprah, mengira senjata itu bernama mariam. Selanjutnya senjata itu pun dikenal dengan sebutan mariam.<br /><br />Setiap hari Ahad bangsa Portugis pergi beribadah, sehingga hari itu dinamakan ‘<span style="font-style: italic;">hari untuk Domingo</span>’, yang berarti ‘hari untuk Tuhan’. Sejak saat itu bahasa Indonesia memasukkan Minggu, dari kata Domingo, sebagai ganti Ahad.<br /><br />Sementara tempat ibadah bangsa Portugis disebut igreja, yang kemudian dikenal dengan gereja.<br /><br /><br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Disarikan dari Buku<br />“9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing”,<br />Alif Danya Munsyi, 2003.</span><br /></div><br /><br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-41432708339783273972008-10-22T11:46:00.003+07:002008-11-23T18:33:11.460+07:00Edisi Mei 2008<div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">Hubungan Seluar dan Badik</span></span><br /></div><br /><br /><br />Sebetulnya kebudayaan Bugis-Makassar telah menyatu dalam bahasa Melayu sejak ratusan ratusan silam dan terabadikan dalam sejumlah karya sastra.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Kebolehan orang Bugis-Makassar melanglang buana menyebabkan dengan sendirinya terbawa pula bahasa ibu mereka ke daerah-daerah yang mereka singgahi atau kemudian menetap, khususnya di pesisir timur Malaka, tempat bahasa Melayu awal berpusat.<br /><br />Ketika pelaut Bugis-Makassar turun dengan gagahnya memakai <span style="font-style: italic;">seluara</span>, celana khas pelaut Bugis-Makassar.<br /><br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Disarikan dari Buku<br />“9 dari 10 Kata bahasa Indonesia adalah Asing” &<br />"Buku “Bahasa Menunjukkan Bangsa”,<br />Alif Danya Munsyi, 2005. </span> </div><br /><br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-66377755599841173962008-10-22T11:42:00.003+07:002008-11-23T18:32:06.118+07:00Edisi April 2008<div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">Hubungan Harem dengan Ragi</span></span><br /></div><br /><br /><br />Pada abad ke-16, Muhammad Syafei bergelar Tumenggung Aria Dipa Wiracula dari Kesultanan Cirebon selalu dikaitkan dengan kepopuleran Sultan Turki, yaitu yang hubungan dengan kebiasaannya mengumpulkan perempuan di harem-nya. Tokoh dari Kesultanan Cirebon, yang bernama Tionghoa, Tan Sam Cai ini, secara de facto menduduki kursi kesultanan ke-2 karena yang berhak atasnya masih sangat muda.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Kata harem berasal dari bahasa Arab, <span style="font-style: italic;">harim</span>, yang artinya tak lebih sebagai ‘<span style="font-style: italic;">ruang dalam rumah diperuntukkan bagi perempuan</span>’. Tetapi, di Turki, harem merupakan puri khusus yang dibuat oleh sultan untuk menempatkan perempuan-perempuan cantik sebagai objek rekreasi.<br /><br />Sementara kata ragi berasal dari bahasa Turki, <span style="font-style: italic;">raky</span>, yaitu minuman keras yang dibuat dari anggur, jagung, dan ceri. Dalam bahasa Indonesia, ragi pun diartikan sebagai bahan untuk membuat roti, tape, dan minuman keras.<br /><br />Tapi makna yang terkandung dalam bahasa Sansekerta, ragi berarti ‘<span style="font-style: italic;">nafsu berahi</span>’. Disebabkan Tan Sam Cai ini selalu meniru kebiasaan Sultan Turki yang selalu berpesta pora dengan gadis-gadis cantik, maka Tan Sam Cai pun membangun sebuah puri dengan nama Puri Sunya Ragi di Cirebon.<br /><br />Tan Sam Cai pun akhirnya mati oleh racun di harem-nya, <span style="font-style: italic;">Puri Sunya Ragi</span> tersebut. <br /><br /><br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Disarikan dari Buku</span><br /><span style="font-style: italic;">“9 dari 10 Kata bahasa Indonesia adalah Asing”,</span><br /><span style="font-style: italic;">Alif Danya Munsyi, 2005. </span> </div><br /><br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-17665236484448593552008-10-22T11:38:00.004+07:002008-11-23T18:34:09.186+07:00Edisi Maret 2008<div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">Hubungan Kampung dengan Kertas</span></span><br /></div><br /><br /><br />Portugis menyebut lingkungan permukiman di luar rumah-rumah Portugis sebagai <span style="font-style: italic;">campo</span>, yang artinya padang. Dari <span style="font-style: italic;">campo</span> inilah bahasa Indonesia memiliki kata kampung.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Lalu, dalam rangka mengatur orang kampung, Portugis memasang plakat di sekitarnya. Plakat atau lembar pengumuman itu dalam bahasa Portugis disebut <span style="font-style: italic;">cartaz</span>. Kemudian bahasa Indonesia mengambilnya jadi kertas.<br /><br /><br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Disarikan dari Buku<br />“9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing”,<br />Alif Danya Munsyi, 2003.</span> </div><br /><br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-43167724316586869402008-10-22T11:35:00.004+07:002008-11-23T18:52:35.507+07:00Edisi Februari 2008<div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;font-size:180%;" >Antara Bank, Bangku & Bangkrut</span><br /></div><br /><br /><br />Dalam bahasa Belanda sendiri, bank juga berarti ‘<span style="font-style: italic;">papan panjang untuk duduk</span>’, yang bersumber dari bahasa Italia, banca. Dari kata bank pula turun kata bangku dalam bahasa Indonesia.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Di Italia zaman dahulu, orang melakukan tukar-menukar uang memang di atas banca, yang artinya ‘<span style="font-style: italic;">papan panjang untuk duduk</span>’, tersebut.<br /><br />Pada suatu ketika, pemilik banca melakukan kecurangan, sehingga orang-orang yang berurusan dengannya naik pitam sehingga merusak banca tersebut. Rusak dalam bahasa Italia adalah rotto.<br /><br />Maka bangku yang rusak dalam bahasa Italia adalah <span style="font-style: italic;">banca rotto</span>. Dari istilah inilah muncul kata bangkrut, yang sekarang memiliki arti pailit.<br /><br /><br /><div style="text-align: right; font-style: italic;">Disarikan dari Buku<br />"Bahasa Menunjukkan Bangsa”,<br />Alif Danya Munsyi, 2005. </div><br /><br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6943220379361052828.post-13258646352396414612008-10-22T11:29:00.007+07:002008-11-23T19:00:44.099+07:00Edisi Januari 2008<div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">Antara Odading, Roti dan Gedang</span></span><br /></div><br /><br /><br />Alkisah, di Bandung ada sejenis kue yang dulunya tak bernama, yaitu adonan terigu campur gula pasir yang digoreng lurus-lurus. Suatu ketika seorang sinyo Belanda merengek kepada maminya minta dibelikan kue tak bernama itu. <span style="font-style: italic;"><br /><br />“Mammie, koop dat voor mij”</span>. Sang mami penasaran. Dia pun memanggil si ujang penjual kue dan disuruhnya membuka daun pisang penutup kue di nyiru tersebut. Begitu melihat terigu goreng itu, berkatalah dia dengan heran, <span style="font-style: italic;">“O, dat ding?”</span> Artinya, “O, barang itu?”.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Si ujang kembali ke kampungnya dan mengatakan kepada emaknya bahwa ternyata kue itu bernama <span style="font-style: italic;">odading</span>. Itulah sebabnya hingga kini orang di Bandung menyebut adonan terigu goreng ini dengan sebutan <span style="font-style: italic;">odading</span>.<br /><br />Lantas, siapa yang menyangka bahwa roti, yang sama-sama memerlukan terigu ini, ada dongengnya pula?<br /><br />Di Jakarta, para penjaja makanan senang menyeru barang dagangannya dengan teriakan “<span style="font-style: italic;">iii</span>” di akhir sejumlah kata. Semantara bahasa Belanda roti adalah brood. Nah, ketika penjaja makanan itu menyeru ”<span style="font-style: italic;">brood</span>” selalu dilengkapi pula dengan “<span style="font-style: italic;">ii</span>i”, maka selanjutnya jadilah <span style="font-style: italic;">broot-i</span>.<br />Lambat laun kebiasaan tersebut terus berlanjut sampai akhirnya kita mengenal sebutan roti.<br /><br />Lain laigi dongeng yang ada di suku Jawa dan masih bertalian dengan urusan perut. Pisang dalam bahasa Jawa disebut gedang. Ceritanya, sepasukan tentara Belanda terpisah dari induknya dalam peperangan yang berlangsung di Jawa Tengah 1825-1830. Berhari-hari mereka tak makan. Tatkala melintasi suatu lembah, mereka tiba di sebuah perkebunan pisang. Saking girangnya mendapat makanan, mereka mengecapkan syukur dalam bahasa Belanda, “<span style="font-style: italic;">God dank</span>”, yang artinya ‘terima kasih Tuhan’.<br /><br />Sejak saat itulah, masyarakat Jawa yang sebelumnya tidak mengetahui nama buah pisang tersebut akhirnya menyebut gedang. <br /><br /><br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Disarikan dari Buku<br />“9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing”,<br />Alif Danya Munsyi, 2003.</span> </div><br /><br /></span>Kubah Senapelanhttp://www.blogger.com/profile/14114800023904353924noreply@blogger.com0