Melayu Itu Islam
Oleh : MUHAMMAD THOHIRAN
senapelan_mt@yahoo.co.id
Oleh : MUHAMMAD THOHIRAN
senapelan_mt@yahoo.co.id
Perlu disadari bahwa proses dakwah dan sejarah telah menjadikan bangsa Melayu beragama Islam. Secara berkesinambungan Islam pun terus membentuk jalur berpikir dan bertindak orang-orang Melayu berkait rapat dalam asas bangun suatu masyarakat yang bersesuaian dengan kaidah Islam. Namun, seiring pesatnya zaman serta bergulirnya teknologi informasi di era modernisasi ini seakan telah menempatkan perasaan-perasaan kemanusiaan dan hubungan kemanusiaan yang sensitif hanya diletakkan di dalam rak-rak kehidupan saja.
Hati pun menyeruak manakala kita menyaksikan norma-norma adat dan agama terpinggirkan oleh amuk resah globalisasi. Dunia sekarang seakan telah berubah menjadi sebuah belantara zaman yang membuat kita tersesat jauh dari nilai-nilai yang hakiki dan telah mengantarkan kita untuk menjadikan materi sebagai pilar utama dan sandaran keyakinan dalam merajut sebuah kebahagiaan.
Akibatnya, kita pun terjebak pada rasa kesepian dan keterasingan. Kehangatan keluarga tak lagi mampu menjadi perekat utama dalam kehidupan kita. Anak-anak Melayu pun menggelepar dalam keresahan dan mencoba menemukan kebahagiaan di luar lingkungannya. Impian Rasulullah SAW yang semula ingin mewujudkan sebuah keharmonisan dan dapat menjadikan keluarga sebagai baiti jannati atau home sweet home kini hanya menjadi cogan bisu tak bermakna.
Lantas, sudah sangat jauhkah kebisingan dan hiruk pikuk modernisasi ini meluluhlantakkan pilar budaya kita hingga bangsa Melayu yang Islami ini tak lagi mampu bertahan sebagai penjaga syari’ah dan norma adat yang telah diwariskan para pendahulunya?
Mungkin, sudah saatnya kita memberikan sebuah ruang di dalam hidup kita untuk dapat merenung walau sesaat agar kita dapat mengembalikan citra diri dan marwah Melayu ke tempat yang sesungguhnya. Meletakkan cinta dan kejujuran di tempat yang benar agar hati kita tak tersesat oleh fenomena kebahagiaan yang hanya bersandar pada kecemerlangan materi.
Namun, apa lacur, pergeseran zaman telah mengubah hidup dan cara pandang kita hingga terkurung dalam dunia yang gelap dimana setiap orang hanya dapat meraba-raba namun tidak mampu menemukan denyut nurani. Hati kita pun tergidik, saat kita tak lagi dapat menemukan sentuhan kasih dari sebuah persaudaraan yang tulus.
Lambat laun, masyarakat pun terhempas dalam pergumulan cabaran modernisasi yang tak berkesudahan. Terbius dalam kelenaan dan keterpanaan yang bersifat hedonisme-materialistik hingga mengantarkannya menjadi sosok yang tidak lagi berdiri di atas tatanan sosial yang sebelumnya telah terpatri dalam khazanah budaya yang telah diwariskan adat selama ini.
Dr. Muhammad Sabri Haron dari Universiti Kebangsaan Malaya dalam kertas kerjanya yang bertajuk Tamadun Islam - Perspektif Sejarah, Nilai dan Cabaran Masa Depan menegaskan bahwa tamadun Islam adalah tamadun yang berasaskan manifestasi Islam sebagai addin yang meliputi kemajuan rohani dan jasmani dalam mewujudkan keseimbangan hubungan antara manusia, Allah dan alam sekitarnya. Ada beberapa tantangan masa depan tamadun Islam yang perlu diwaspadai saat ini, yaitu tantangan menghadapi iblis dan sekutunya, tantangan tentang ilmu, jati diri dan akidah Islam, serta kepahaman mengenai hak dan bathil serta ancaman globalisasi.
Dengan tegas, Islam tidak mengambil pendirian anti Barat atau pun Timur. Islam adalah agama dakwah yang mendukung nilai-nilai alamiah. Islam adalah agama rahmah untuk seluruh alam dan pengaruh Islam berada di Barat dan di Timur. Islam pulalah yang telah membentuk pandangan alam atau tasawwur orang-orang Melayu.
Apabila kita telah dapat membentangkan kekuatan pemahaman mengenai tasawwur, sejarah dan tamadun Islam ini ke dalam jiwa generasi muda Melayu, tentulah pemanfaatan arus modernisasi dan globalisasi ini dapat disikapi dengan pandangan yang bijak. Lambat laun, generasi muda Melayu pun dapat memandu tradisi keilmuan yang berkembang dengan mengambil pedoman kepada faktor keinsanan, sains dan teknologi supaya manusia Melayu menjadi lebih manusiawi.
Manfaatnya bukan saja dapat menyumbang kepada pembentukan jati diri melainkan juga kepada keluarga, agama, negara dan umat manusia seluruhnya. Karena berbicara Melayu sama artinya kita berbicara Islam. Insya Allah.
0 komentar:
Posting Komentar