Minggu, Oktober 19, 2008

Edisi Agustus 2007

Melihat dari dekat Suku Akit di Tasik Danau Zamrud :
Potret Lirih Puak Melayu
yang Terabaikan

Laporan : Muhammad Thohiran, Kubah Senapelan
senapelan_mt@yahoo.co.id



Inilah sebuah potret lirih di sendi puak Melayu, yang sempat terekam oleh Kubah Senapelan, ketika menyaksikan dari dekat kondisi yang menyelimuti kehidupan sosial masyarakat Suku Akit, salah satu suku terasing yang hidup di tepian sungai di daerah Tasik Danau Zamrud, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Sabtu (14/7) lalu.



Siang itu, kami pun meneruskan perjalanan dengan menyelusuri pedalaman belantara Zamrud melalui pintu gerbang masuk BOB. Sebuah perjalanan darat yang harus ditempuh sekitar 45 menit di atas tanah yang penuh debu sekitar 20 km. Akhirnya rombongan BKPRMI Riau yang dipimpin oleh Ir. Ajis itu pun sampai juga ke lokasi perkampungan salah satu suku asli Riau ini sekitar pukul 11.30 wib.

“Kondisi mereka begitu memprihatinkan”, ungkap Ir. Ajis di sela-sela perjalanan menuju lokasi. Dengan menempati rumah-rumah panggung yang terbuat dari kulit kayu dan beratapkan rumbia, mereka berkumpul dalam satu komunitas yang terdiri dari 50 jiwa tersebut sejak tahun 1980 lalu sebenarnya bolehlah disebut tak lagi layak huni.

Keterasingan yang mereka alami di dalam kesehariannya seakan telah membuat mereka pasrah atas guratan takdir yang sudah digariskan Sang Kuasa. “Kami dah lama tak dikunjungi oleh orang-orang kota. Kami sangat bahagia saat mendapat kabar akan ada tamu yang datang mengunjungi kami”, ungkap Muslim (50) kepada Kubah Senapelan.

Di sana, janganlah mencoba untuk bermimpi ada tenaga medis, apatah lagi puskesmas. Atau ada tenaga pengajar, apatah lagi sekolah. Atau ada pasar, apatah lagi toko serba ada. Atau ada sarana komunikasi apatah lagi siaran TV maupun media massa. Atau ada sarana transportasi umum, apatah lagi kendaraan pribadi. Di sana, yang ada hanyalah sebuah harapan yang terus bergayut di dalam kepasrahan dan hanyut ditelan rimba belantara zaman.

“Biarlah kami yang tua-tua ini hidup di hutan, tapi kami tak ingin masa depan anak-anak kami mengalami kehidupan seperti kami ini”, desah Hamdan, Kepala Suku Akit, saat memberikan sambutan.

Di dalam keseharian, dengan berprofesi sebagai nelayan, kehidupan mereka sangatlah bergantung pada potensi sumber daya alam di Danau Zamrud. “Beberapa bulan sebelumnya kami kebanjiran ikan, dan dapat kami jual ke Pasar Daun. Tapi sekarang nak dapat ikan pun susah, karena sekarang sedang musim kemarau”, lanjut Hamdan.

Otonomi Daerah yang telah bergulir di Bumi Lancang Kuning ini ternyata masih belum mampu menjangkau semua lapisan masyarakat. Akibatnya, sejumlah permasalahan dasar di daerah yang menyangkut harkat dan martabat masyarakat Riau masih belum mampu diatasi. Buktinya, meskipun mereka bermukim di dalam wilayah operasi ladang-ladang minyak yang sebenarnya merupakan kantong emas dan urat nadi Republik ini, bukanlah berarti mereka bisa merasakan nikmatnya menjadi orang Melayu. Kenyataan ini menunjukkan betapa terasingnya kehidupan mereka dari hiruk-pikuk dan kemerlapnya Otonomi Daerah.

Kita berharap, dengan adanya Visi Riau 2020, yaitu “mewujudkan Provinsi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan bathin, di Asia Tenggara Tahun 2020” ini dapat segera terwujud dalam rangka mengangkat kembali marwah Melayu yang tamaddun. Dengan tekad yang kuat, akhirnya BKPRMI Riau melakukan suatu kerja sosial dengan mengajak organisasinya secara bahu-membahu sebagai wujud nyata dari rasa kepedulian yang menimpa sisi sosial kehidupan puak Melayu tersebut dengan menyalurkan bantuan sembako dan pakaian bekas yang dikumpulkan dari para donatur guna meringankan beban hidup yang dialami oleh 20 Kepala Keluarga masyarakat Suku Akit tersebut.

Dalam sambutannya, Ir. Ajis juga mengungkapkan bahwa BKPRMI siap menjadi media perpanjangan tangan mereka dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat Suku Akit, seperti mencarikan donatur bagi anak-anak Suku Akit yang ingin melanjutkan pendidikan ke sekolah umum maupun madrasah. Di samping itu, menurut Ajis, kedatangan rombongan juga dimaksudkan tak lain untuk dapat mendengarkan langsung keluhan masyarakat di sana.

Dengan adanya kunjungan silaturrahim ini, diharapkan dapat dicarikan jalan keluar terhadap segala bentuk persoalan sosial yang menimpa kehidupan mereka di dalam kesehariannya. “BKPRMI siap menjadi perpanjangan tangan mereka dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat Suku Akit, seperti mencarikan donatur bagi anak-anak Suku Akit yang ingin melanjutkan pendidikan ke sekolah umum maupun madrasah”, tegas Ajis.

Sebenarnya, secara demografis, kawasan tersebut sangat potensial untuk dijadikan kawasan wisata, yang tentunya dapat membawa dampak positif bagi perubahan sosial ekonomi masyarakat Suku Akit tersebut. Hal itu mengingat letak perkampungan mereka, yang menghubungkan Danau Bawah dan Danau Atas dan ke hilirnya menuju Sungai Lalang, dapat dijadikan pintu gerbang menuju lokasi kawasan Danau Bawah Zamrud.

Usai bertukar pandangan, rombongan BKPRMI Riau yang telah menyiapkan perbekalan pun mengadakan perjamuan makan siang bersama masyarakat Suku Akit sebagai wujud persaudaraan di dalam musalla mereka. Acara pun dilanjutkan dengan melaksanakan sholat zuhur berjamaah yang dipimpin langsung oleh Junaidi, salah seorang warga Suku Akit tersebut.

Rombongan juga mendapat kesempatan berekreasi bersama masyarakat Suku Akit mengitari Danau Bawah Zamrud dengan menggunakan dua buah pompong milik warga setempat. Dengan dipandu oleh Kepala Suku, rombongan pun menyelusuri sungai sekitar 200 meter menuju muara Danau Zamrud yang luasnya hampir menyamai Danau Toba. Riak gelombang dan hembusan angin sepoi-sepoi yang ditebarkan oleh rimba raya Danau Zamrud tersebut telah menimbulkan pesona yang begitu memukau rombongan.

Bisa dibayangkan betapa asyiknya seandainya ada pondok-pondok terapung di sisi danau, atau bisa berselancar dengan ditarik sebuah perahu motor, atau naik perahu bebek yang didayung sambil mengitari sisi danau, seperti yang dapat dirasakan di lokasi danau wisata di daerah lain. “Danau ini belum seberapa, kalau kita mau ada satu lagi di sebelah sana, namanya Danau Atas (Danau Besar)”, jelas Junaidi sambil menunjuk ke arah hutan. Untuk menuju Danau Atas tersebut akan menempuh perjalanan selama satu jam melewati sungai.

Kita berharap, upaya nyata yang telah dilakukan oleh BKPRMI Riau bersama BKPRMI Siak ini dapat memacu tekad pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, untuk melakukan kerjasama dan bersinergi dalam rangka pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat guna mengangkat marwah puak Melayu, terutama bagi suku-suku terasing yang selama ini terabaikan. Dengan begitu, lambat laun, upaya ini pun dapat membuka katup isolasi yang selama ini menerpa kehidupan sosial masyarakat, khususnya Suku Akit tersebut.

Mentari kian condong ke barat dan senja pun datang menjelang. Sekitar pukul 14.30 wib rombongan BKPRMI Riau pun memohon izin untuk bisa kembali ke Pekanbaru. (MT)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Kubah Senapelan © 2008 Design Template by Muhammad Thohiran