Hancurnya Sebuah Peradaban
Oleh : MUHAMMAD THOHIRAN
senapelan_mt@yahoo.co.id
Oleh : MUHAMMAD THOHIRAN
senapelan_mt@yahoo.co.id
Para sosiolog, sebagaimana dikutip oleh Haedar Nashir dalam bukunya Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern (1997) berpendapat bahwa kerusakan yang terdapat dalam jalinan struktur perilaku manusia dalam kehidupan masyarakat bermula pada level individu yang berkaitan dengan motif, persepsi dan respons, termasuk di dalamnya konflik status dan peran.
Pengamatan para sosiolog tersebut juga disampaikan oleh Syafi’i Ma’arif dengan bahasa yang lain dalam Kata pengantar buku Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, bahwa modernisme gagal karena ia mengabaikan nilai-nilai spiritual transendental sebagai pondasi kehidupan. Akibatnya, dunia modern tidak lagi memiliki pijakan yang kokoh dalam membangun peradabannya.
Berkenaan dengan rusaknya kaidah-kaidah yang menjadi patokan kehidupan perilaku manusia modern telah mengarah kepada kehidupan tanpa acuan norma (nomlessnes) sehingga telah melahirkan suatu fenomena bergesernya nilai dan pengetahuan masyarakat yang menggejala kepada kesenjangan kebudayaan dan munculnya budaya permisif di kalangan generasi muda Islam.
Tanpa disadari, modernisme telah mengakibatkan nilai-nilai luhur yang pernah dimiliki dan dipraktekkan oleh manusia sebelumnya kini terendam oleh lumpur nilai-nilai yang lebih menonjolkan keserakahan dan nafsu untuk menguasai. Artinya, nilai-nilai pengetahuan yang bersifat material tumbuh pesat melampaui hal-hal yang bersifat spiritual, sehingga masyarakat pun kehilangan keseimbangan.
Ilustrasi krisis kemanusiaan modern ini dapat dicermati dari berbagai ironi dalam kehidupan sehari-hari dan melahirkan sosok pribadi yang memiliki pelbagai alienasi (keterasingan). Di antaranya eliensi etologis dalam kehidupan manusia yang mulai mengingkari hakikat dirinya hanya karena memperebutkan materi, alienasi masyarakat yang melahirkan keretakan dan kerusakan dalam hubungan antarmanusia dan antarkelompok, sehingga mengakibatkan disintergrasi. Juga munculnya alienasi kesadaran, yang ditandai dengan hilangnya keseimbangan kemanusiaan karena meletakkan rasio atau akal pikiran sebagai satu-satunya penentu kehidupan, yang menafikan rasa dan akal budi.
Krisis kemanusiaan manusia modern tersebut sebenarnya berakar pada dimensi sistem kemasyarakatan dan ideologi dari kebudayaan modern yang kini dominan di hampir setiap penjuru dunia. Suatu sistem kehidupan yang serba saling bertentangan di dalam dirinya dan mengabaikan jati diri manusia. Pusat petaka itu terus bertumbuh kembang menjadi kebudayaan materi dalam alam pikiran humanisme-antroposentris yang menafikan kehadiran agama, tapi sangat menjunjung tinggi nilai-nilai individualisme dan kebebasan.
Begitu kuatnya pengaruh perkembangan aliran humanisme-antroposentri ini telah membentuk suatu komunitas baru dalam perlawanannya terhadap pikiran teosentris, sehingga terjadi penolakan secara ekstrim terhadap pikiran tentang Allah dan keislaman serta pendewaan terhadap rasio dan materi yang disebarkan secara canggih melalui ilmu pengetahuan, teknologi serta proses ekonomi, politik dan budaya yang melahirkan krisis kemanusiaan merajalela di mana-mana.
Tentulah diperlukan suatu perenungan yang sangat serius untuk mengembalikan citra diri manusia agar dapat membangun kembali pondasi peradaban yang alirannya bermuara kepada Allah dan Islam.
0 komentar:
Posting Komentar