Minggu, Oktober 19, 2008

Edisi Agustus 2007

Mengokah Kembali Jati Diri Melayu
Oleh : MUHAMMAD THOHIRAN
senapelan_mt@yahoo.co.id



Selaksa peristiwa terus bergulir seiring perjalanan waktu. Kita, sebagai sebuah bangsa yang telah menempuh perjalanan yang cukup jauh, namun harus tetap berjalan seiring dengan aliran waktu, jelas menyimpan banyak warisan tamadun yang terbungkus dalam sebuah bingkai yang disebut kebudayaan. Namun demikian, perlu disadari bahwa kebudayaan dibentuk, dimatangkan dan dikembangkan melalui sebuah proses sejarah. Sebab, tanpa sejarah, maka kebudayaan akan berjalan statis.


Sesungguhnyalah di dalam kilasan sejarah Melayu, humanika Melayu yang telah menjadikan Islam sebagai keberkahan budaya bukanlah sebuah cogan semata. Dengan perisa yang sejalan dengan lidah tropika persada serta dirajut dengan sulaman Melayu yang gemulai, romantik dan liris telah mrelahirkan kearifan tinggi hingga memucuk di bingkai Melayu. Gelegarnya, dengan meminjam istlah budayawan Yusmar Yusuf, telah mengantarkan Islam menjelita dan menjadi suntingan di mahkota Melayu dalam tataran rumah kebudayaan yang berdiri kokoh di pelantar terhilir peradaban bumi ini.

Sikap Melayu yang dinamis dan terbuka pun sebenarnya telah melahirkan sebuah tamadun dan mengkristal di sendiri pupu Melayu, yang menjunjung tinggi nazab serta zuriatnya sebagai manusia Melayu yang islami. Hendaknya kita sepakat untuk kembali mengokah akar budaya yang telah melahirkan kepiawaian kosmologis dan terhampar dalam literatur Melayu untuk menanamkan kembali kesadaran diri agar sumpah sakti “Tak kan Melayu hilang di bumi” bukanlah sekadar sebuah jorgan bisu, lumpuh dan buta.

Memang, terbentuknya identitas Melayu tak mungkin bisa terlepas dari kesadaran orang Melayu itu sendiri akan makna kesejarahan dan kebudayaannya. Menjadikannya sebagai sebuah upaya menemukan jati diri yang sesungguhnya dalam suatu proses belajar yang terus-menerus untuk mengenali dirinya sebagai manusia Melayu. Karena selama ini, mungkin, kita telah terpasung dalam sebuah wacana yang menempatkan kita pada keterlenaan, ketakjuban dan keterhanyutan dalam kenangan masa lalu yang penuh kehormatan dan kebahagiaan tatkala kita berbicara atas nama khazanah budaya Melayu.

Boleh jadi, kesadaran itu bermula dari sebuah pengakuan bagaimana mensiasati fenomena globalisasi yang dapat mempercepat pudarnya identitas dan jati diri kemelayuan kita. Kaena sesungguhnya arus budaya global tak dapat dibendung hanya dengan mitos kekebalan budaya lokal semata, sehingga gesekan dan benturan budaya pun tak dapat terelakkan.

Sebagai putra jati Melayu sudah seharusnya kita memiliki suatu kesadaran bagaimana mempertahankan zuriat Melayu yang terlihat mulai memudar di kalangan generasi Melayu saat ini. Memberikan kontribusi sebagai bentuk nyata dari sebuah manifestasi gagasan guna mewujudkan dan mengekspresikan potensi nalar dan otoritas hati, atau pikiran dan perasaan ke dalam sebuah konsepsi kesadaran bagaimana seorang Melayu menandang dirinya. Sebuah kesadaran bahwa masa lampau adalah pijakan bagi kehadiran masa kini dan masa kini adalah kerangka pematangan menuju masa depan, serta menjadi duta bagi dirinya sendiri dan mengusung nilai-nilai budayanya hingga mampu menjulang Melayu ke menara dunia.

Kita berharap, dengan dimensi spiritual dan semangat religius, serta memiliki kemampuan mengkomunikasikan berbagai prestasi budaya bangsa terdahulu dapat dijadikan motor penggerak untuk membentuk struktur kesadaran secara mendalam akan pentingnya nilai-nilai sejarah kebudayaan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar kita tak terlelap dalam uaian rempuhan fatamorgana modernisasi dan terpasung dalam sebuah dusun yang rapuh dan tercebur ke dalam romantisme dialektika yang tak menentu.

Untuk itu, hanya nilai-nilai kebijaksanaanlah yang harus didedahkan kembali ke dalam diri kita sebagai putra jati Melayu agar kemelayuan yang mengalir di setiap detak nadi kita mampu bersebati ke arah jati dan sahsiah diri hingga mendewasakan kita dalam menghadapi kehidupan yang lebih kompleks.

Syabas Riau .....

0 komentar:

Posting Komentar

 
Kubah Senapelan © 2008 Design Template by Muhammad Thohiran