Epilog :
Pidato Pertanggungjawaban Setan
Oleh : Aang Efha
Pidato Pertanggungjawaban Setan
Oleh : Aang Efha
Saudara-saudara yang aku hormati, laki-laki maupun perempuan, tua atau muda, kaya atau miskin, cantik dan tampan atau jelek macam babi hutan, bintang film atau bintang lapangan atau bintang birokrasi atau bintang penganguran, pokoknya semua saja, tanpa kecuali. Dalam kesempatan ini, perkenankan aku mengucapkan Selamat Datang (Selamat datang udelmu, gerutu para manusia). Perkenankan pula aku menyampaikan sesuatu. Sesuatu yang amat penting kalian ketahui.
Aku sungguh-sungguh meminta maaf. Dari lubuk hati paling dalam, aku meminta maaf atas segala tindak-tandukku beserta seluruh anggota keluarga besar dan bangsaku selama kita sama-sama hidup di dunia.
Dengarkan baik-baik. Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kalian sebuah janji yang benar dan pasti ditepati. Allah pun telah menunjuki kalian pada jalan yang lurus dan benar, dan pasti kalian aman jika senantiasa berada di dalamnya. Adapun aku, aku memang telah pula menjanjikan kepada kalian sesuatu janji manis, namun terus terang sedari awal sudah aku niatkan untuk mengingkarinya. Dan aku pun telah menunjuki kalian pada sebuah jalan, tetapi tiada lain dan tiada bukan hanyalah jalan yang menyesatkan.
Sebenarnya, Tuhan tak kurang-kurangnya memperingatkan kalian bahwa setiap perbuatan manusia di dunia memiliki akibat jangka panjang, ya di akhirat ini. Berulang kali kalian diminta berhati-hati, dan senantiasa memikirkan semua risiko atas segala perbuatan kalian sendiri. Akan tetapi, rupanya kalian lebih suka melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan, dan dengan tanpa beban kalian bahkan tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Terus terang, sebenarnya, akulah yang membolak-balik kemauan dan keinginan diri kalian ini.
Akan tetapi, ketahuilah, sejatinya aku tidak memiliki kekuasaan apa pun terhadap kalian, kecuali sekedar menyeru, dan cuma menyeru. Aku tidak pernah sekali pun coba memaksakan kehendak terhadap kalian. Selain tidak mungkin memaksa sebab memang tidak mempunyai kesanggupan, juka karena pemaksaan kehendak bukan prinsip hidupku. Jadi, perkara kalian menyambut dam mengikuti seruanku, semua tergantung kalian sendiri, kalian sendiri yang mengambil keputusan. Justru karena itu, semua akibat perbuatan kalian di luar tanggung jawabku, dan sudah seharusnya kalian bertanggung jawab atas diri masing-masing.
Oleh karena itu, kupikir tidak adil jika kalian mencerca aku. Aku ulangi, sama sekali tidak adil jika kalian terus mencerca aku. Sudah barang tentu lebih tepat bila kalian mencerca diri sendiri. Soal kalian kini menyesal harus menerima segala akibat dan harus menjalani pembalasan, ini urusan kalian sendiri, tidak bisa tidak menjadi tanggung jawab kalian sendiri.
Maafkan aku, aku sama sekali tidak mungkin dapat menolong kalian dari perkara ini, dan seandainya aku harus masuk neraka maka kalian pun tidak akan dapat menolongku. Tidak sebagaimana keadaan kita sewaktu berada di dunia, situasi saat ini memang tidak memungkinkan dilakukan saling tolong-menolong. Setiap orang harus bertanggung jawab terhadap diri masing-masing. Tidak bisa tidak, memang harus begitu, dan begitu pula ketetapan Tuhan semenjak dahulu.
Saudara-saudara yang malang. Semenjak dahulu kala, sesungguhnya aku tidak pernah membenarkan kelakuan kalian mempersekutukan Allah. Allah itu satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, tidak ada padanan sesuatu apa bagi Dia. Seluruh nabi dan rasul yang diturunkan Tuhan senantiasa membawa pesan yangsama, yaitu Allah sebagai Tuhan satu-satunya, agar, sekali lagi, manusia hanya mengabdi kepada-Nya dan berjihad di jalan-Nya pula. Akan tetapi, gilanya, atau celakanya, selain berjihad di jalanku secara total dan serius, kalian malahan mengabdi dan menyembahku atau keturunanku lainnya.
Ketahuilah, jika kalian menyembahku, sesungguhnya perasaanku menjadi sangat risih dan tidak enak. Tentu aku merasa amat sungkan terhadap Allah. Kok bisa aku disamakan dengan Allah, ini sungguh-sungguh gila lagi pula bodoh, sulit dipaksa masuk akal. Camkan baik-baik, binatang saja ndak ada yang menyembahku, lha kok kalian, para manusia, makhluk berakal dan berkesanggupan berpikir, bisa-bisanya menuhankanku. Ini gimana, aku sungguh tak habis pikir.
Lepas dari situasi sulit yang kalian hadapi saat ini, kiranya perlu sekali aku jelaskan duduk perkara semasa kita sama-sama hidup di alam dunia. Sebetulnya, ketika aku mengetahui Adam mengajukan tobat kepada Allah dan kemudian diberi ampunan dan petunjuk, dalam hati kecil aku sempat timbul keinginan begitu kuat untuk mengajukan tobat serupa. Akan tetapi, secara serius, aku sempat menimbang-nimbang perlu tidaknya hal ini aku lakukan. Ternyata, aku harus mengambil keputusan tidak akan pernah bertobat.
Kalau saja aku mengajukan tobat dan Allah mengabulkan dan memberiku pengampunan, betapa seluruh rencana Allah bisa berantakan. Al-Qur’an pun mungkin perlu direvisi selagi masih berada di Lauh Mahfuzh. Aku tidak mengajukan tobat karena aku menyadari sepenuhnya bahwa eksistensiku sebagaimana adanya sangat diperlukan.
Ketahuilah, eksistensiku sangat penting demi eksistensi Tuhan pula. Tidaklah mungkin kalian akan sanggup memahami makna keberadaan Allah Yang Mahaagung itu, tanpa pernah menyaksikan makna kehadiranku yang maha terkutuk. Tidaklah mungkin kalian sanggup menangkap pancaran Nur Ilahi nan terang benderang, jikalau kalian belum pernah mengalami pancaran kegelapan yang aku tebarkan. Tidaklah mungkin kalian dapat menikmati kebaikan, kejujuran, dan ketulusan, sebagaimana telah diserukan Tuhan melalui para rasul dan nabi, bila satu kali pun kalian tidak pernah mengenal kejahatan, pengkhiatan, dan keculasan yang aku propagandakan.
Coba kalian pikir, kalau saja aku tidak mengembangkan jalan penyesatan, lantas apa perlunya Tuhan terus-menerus mengimbau agar kalian, para manusia, kembali ke jalan yang Benar, shirath al-mustaqim. Kalau saja aku beserta anggota keluarga melakukan gerakan mogok massal, alangkah seruan “tetap berpegangan pada tali Allah” cuma puisi kualifikasi arsip dalam laci. Kalau saja aku dan segenap anggota Keluarga Besar Setan beristirahat satu hari saja, betapa ta’awudz tidak lagi perlu dihayati.
Jadi, diakui atau tidak, suka atau tidak, eksistensiku penting dan amat diperlukan. Coba pikir pula, apa perlunya Tuhan memberi kalian dua stel telinga, dua pasang mata, dan sebongkah hati.
Jadi lagi, itu pula sebabnya aku tidak mengajukan tobat kepada Allah. Aku menerima diriku dalam kutukan selamanya secara utuh dan penuh (kaffah), semata-mata agar Kebesaran dan Kesucian Allah tetap terpelihara.
Aku merasa, Allah memang telah menggariskan jalan hidupku seperti ini. Dan aku telah menerimanya secara ikhlas, menjalaninya dengan baik, sempurna dan taat asas pula. Aku sudah berjuang keras untuk itu semua, tanpa kenal beristirahat barang sedetik pun. Aku sudah berjihad sepenuh jiwa dan kemampuan, menempuh segala jalan dan kemungkinan. Aku percaya bahwa Tuhan pun menyaksikan hasil jerih payahku selama ini. Dan aku pun percaya sepenuhnya bahwa Tuhan telah pula mencatat seluruh amal perbuatanku. Karena itu pula, aku akan meminta agar Allah memasukkanku ke syurga.
Jangan kaget dulu. Ketahuilah, karena jasaku yang sedemikian besar dalam konstelasipelajaran bagi umat manusia, sudah selayaknya aku menerima imbalan yang wajar pula, tidak lain dan tidak bukan adalah syurga. Aku rasa, tidaklah layak bagiku menerima hukuman neraka. Sebagaimana kalian lihat sendiri, aku tidak pernah karena memang tidak sanggup melakukan kejahatan apa pun. Ingat, tidak satu kejahatan pun pernah aku lakukan. Sebaliknya, justru kalianlah jenis makhluk yang sanggup melakukan kejahatan penuh kekejaman, kadang bahkan luar biasa biadab.
Nah, sekarang, selamat menikmati panasnya api neraka. Aku sendiri, bersama seluruh anak keturunanku, akan menghadap Allah meminta tiket masuk syurga.
Disalin dari buku “Akulah Setan, Anda Siapa?”,
LkiS Pelangi Aksara, Yogyakarta, Maret 2006.
1 komentar:
Bagus
Posting Komentar