Sebuah Pencerahan
Aku teringat ketika Kahlil Gibran bertutur, “Dalam hidup kita ada sesuatu yang lebih mulia dan lebih tinggi daripada sekedar sebuah ketenaran. Sesuatu itu adalah kerja besar yang membawa ketenaran itu sendiri”. Aku juga teringat ketika “seorang Ibrahim” berseru dalam doanya, “Dan jadikanlah aku sebagai buah tutur yang baik (masuk dalam kelompok) yang dicatat dalam sejarah” (QS.26:84).
Inilah yang membuat aku merasa yakin bahwa aku datang ke dunia ini untuk menuliskan namaku pada wajah kehidupan ini dengan huruf-huruf besar. Perasaan ini terus menyertaiku siang dan malam. Perasaan inilah yang menyebabkan aku melihat masa depanku bagai diliputi oleh cahaya syurga serta dilingkari oleh kegairahan dan kemenangan yang telah kuimpi-impikan sejak aku menyadari siapa aku sebenarnya. Apalagi, ketika aku menyadari bahwa hari lahirku, 3 Mei, bertepatan dengan “Hari Kebebasan Pers Dunia”. Impian ini kini telah menjelma. Aku berhasil mengukit namaku dalam sejarah jurnalistik Indonesia.
Kurasa, perjalanan hidupku di Bandung merupakan langkah pertama pada sebuah tangga menuju syurga. Bagiku kini, apa yang telah kutulis semata-mata hanya untuk menyatakan fragmentasi pandanganku.
Aku yakin, suatu saat nanti seluruh pandanganku akan tampak dalam karya-karyaku. Sebab, karya-karyaku bukanlah sekadar sebuah tulisan semata. Karyaku adalah pantulan dari diriku sendiri. Dari sebuah cita rasa yang agung yang telah menjelma menjadi sebuah menjadi sebuah bahasa manusia.
Mudah-mudahan suatu hari kelak diamku akan dibaca lewat tulisan-tulisanku yang telah kuperoleh dari Kebijaksanaan Tuhanku. Sehingga kuberanikan diriku untuk mengulir setiap lembaran karyaku sebagai rasa terima kasihku kepada Al-Khaliq.
Kurasa, perjalanan hidupku di Bandung merupakan langkah pertama pada sebuah tangga menuju syurga. Bagiku kini, apa yang telah kutulis semata-mata hanya untuk menyatakan fragmentasi pandanganku.
Aku yakin, suatu saat nanti seluruh pandanganku akan tampak dalam karya-karyaku. Sebab, karya-karyaku bukanlah sekadar sebuah tulisan semata. Karyaku adalah pantulan dari diriku sendiri. Dari sebuah cita rasa yang agung yang telah menjelma menjadi sebuah menjadi sebuah bahasa manusia.
Mudah-mudahan suatu hari kelak diamku akan dibaca lewat tulisan-tulisanku yang telah kuperoleh dari Kebijaksanaan Tuhanku. Sehingga kuberanikan diriku untuk mengulir setiap lembaran karyaku sebagai rasa terima kasihku kepada Al-Khaliq.
Simpang Dago, 3 Mei 1988
0 komentar:
Posting Komentar