Senin, Oktober 20, 2008

Edisi Mei 2007

Indahnya Sya’ir-Sya’ir al-Barzanji
Laporan : Muhammad Thohiran, Kubah Senapelan



Wajah langit di tanah Senapelan terlihat cerah dan berseri-seri. Kebahagiaan itu pun termancar dari rona wajah H. Azhar Kasim, Ketua Dewan Pengurus Masjid Raya Nur ‘Alam Kota Pekanbaru. “Sudah semestinya Masjid Raya ini melihat jamaah yang demikian banyak. Saking rindunya Masjid Raya ini, buminya kepanasan, pohonnya layu kekeringan. Sumurnya pun berlumpur”. Itulah senandung lirih yang disampaikannya saat memberikan kata sambutan dalam acara pembukaan peringatan mawlid Nabi SAW di masjid tertua dan bersejarah di Kota Pekanbaru ini.


Pagi itu, 7 April 2007, nuansa seni tradisi yang kental akan makna religius itu kembali menggema. Untaian sya’ir-sya’ir kitab al-Barzanji yang dikumandangkan oleh grup marhaban LAMR Kota Pekanbaru seakan mampu memecah kesunyian pagi itu, tersimpuh dalam kekhusukan makna yang harmonis. Bait demi bait terdengar begitu syahdunya hingga merasuk ke setiap sendi kalbu yang mendengarkannya. Bait demi bait terus menggema, merasuk ke sendi kalbu yang mendengarkannya.

Lama sudah tanah Senapelan ini menjadi gersang dan tercebur dalam riak gelombang modernisasi. Citranya sebagai masjid tertua, kharismatik dan sarat akan nilai sejarah itu seakan telah sirna ditelan bisingnya kota.

Inilah sebenarnya salah satu alasan mendasar diselenggarakannya peringatan mawlid Nabi SAW dengan menampilkan pembacaan rawi dan al-barzanji agar geliat Masjid Raya Nur ‘Alam ini kembali menggema dan mampu mengembalikan citra serta menempatkan kembali dirinya sebagai sentral kebudayaan Melayu dan syi’ar Islam yang pernah disandanganya di masa lalu.

***

Pembacaan al-barzanji dipimpin oleh Zulkifli Mustafa. Pembacaan merupakan serangkaian bacaan yang terdiri dari pembacaan lantunan rawi abta di imla yang disampaikan oleh al-Ustatz Ismail, lantunan bacaan wa’ba’du fa’aqul oleh Hidayat, lantunan syair yang berbunyi wa lamma arodhallahu ta’ala ibrooza haqii qotihil muhammadiyah oleh Ashari dan terakhir lantunan syair yang berbunyi wa lamma tamma min hamlihi oleh Khairul Rozi.

Usai pembacaan al-barzanji kemudian diteruskan dengan menerangkan maksud dan tujuan dibacakannya rawi tersebut yang dibacakan oleh H. Azhar Kasim. Adapun arti syair abta di imla merupakan kata pembukaan dari Syech Ja’far, pengarang kitab al-barzanji, yang merupakan kata-kata pujian kepada Allah SWT sambil bermohon limpahan rahmat bagi dirinya dan juga memohon rahmat kesejahteraan bagi Rasulullah SAW serta permohonan. diberikannya karunia dan keridhoan Allah bagi pengikut keluarga Rasulullah .

Sementara itu, maksud dari syair wa’ba’du fa’aqul mengisahkan tentang silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW secara jelas dan menjelaskan bahwa keturunan Nabi Muhammad SAW merupakan manusia yang dipilih dan terpilih. “Dia adalah anak dari Abdullah bin Abdul Muthollib anak Hasyim anak Abdul Manaf anak Khilab anak Murroh anak Ka’ab anak Lu’ai anak Gholib anak Fakir yang diberi gelar dengan Quraisy anak Malik anak Nadhiroh anak Kinanah anak Khuzaimah anak Mudhor anak Ilyas anak Mudhar anak Nizar anak Ma’ad anak Adnan. Itulah sislsilah keturunan Nabi Muhammad SAW yang terang dan nyata satu persatunya. Tidak syak lagi pada sisi ulama bahwa Adnan itu adalah keturunan dari nabi Isma’il dan anak Nabi Ibrahim as”.

Itulah sepenggal arti bait rawi tersebut Rawi wa lamma arodhallahu ta’ala ibrooza haqii qotihil muhammadiyah bercerita tentang sosok Nabi SAW yang bermula dari nur Muhammad, hingga pentingnya kedudukan Siti Aminah sebagai ibu Nabi yang mulia.

“Berhembuslah angin yang lemah lembut dari segala jurusan. Bumi menjadi subur menumbuhkan pohon-pohon yang mengeluarkan buah yang enak dan manis. Menjadi pembicaraan dimana-mana mengatakan kedatangan Nabi yang mulia. Oleh orang-orang ahli kitab, maka datanglah kepada ibunda Nabi Muhammad SAW pada waktu tidurnya suatu seruan menyatakan sesungguhnya engkau adalah mengandung seru sekalian alam yang sebaik-baiknya dan semulia-mulianya manusia. Apabila engkau melahirkannya, namakanlah dia dengan nama Muhammad, karena dia akan terpuji di kemudian hari”
. Itulah sepenggal arti bait rawi tersebut.

Terakhir adalah pembacaan rawi wa lamma tamma min hamlihi yang mengisahkan peristiwa kehadiran seorang penyelamat yang sangat ditunggu-tunggu oleh alam semesta ini. “...... dan setelah genap Siti Aminah mengandung 9 bulan hampirlah mata melahirkan Nabi Muhammad SAW. Pada malam terakhir yang mulia itu datang Siti Aishah istri Fir’aun dan Maryam ibunda Nabi Isa as serta bidadari-bidadari dari syurga menjenguk Siti Aminah. Maka tidaklah demikian, pada waktu yang baik sebelum fajar menyingsing bertarunglah Siti Aminah melahirkan Nabi Muhammad SAW yang cahayanya gilang-gemilang memancar ke seluruh penjuru alam”.

Begitulah sepenggal bait yang terdapat dalam sya’ir rawi yang dibacakan oleh H. Azhar Kasim tersebut, hingga kerinduan kita akan nuansa Melayu yang memiliki dimensi religius seolah terobati sudah. Kepenatan batin pun seakan sirna dalam sekejap. Suasana hati yang telah gersang oleh rempuhan fatamorgana dan hiruk-pikuknya modernisasi kini seakan menemukan kembali secercah rasa, betapa pentingnya kita mengokah kembali tradisi Melayu yang Islami dan tamadun yang pernah mengakar di Bumi Melayu ini. Suatu upaya nyata yang telah dilakukan oleh Dewan Pengurus Masjid Raya Nur ‘Alam Kota Pekanbaru untuk kembali menghidupkan tradisi-tradisi Melayu.

Asal-Usul al-Barzanji

Al-Barzanji adalah karya tulis seni sastra yang isinya bertutur tentang kehidupan Muhammad SAW. Dengan rangkaian kata-kata yang halus bahasanya namun indah didengar telinga, kitab ini mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.

Namun demikian, al-Barzanji itu bukanlah kitab sastra atau pun kitab hikayat semata. Melainkan merupakan suatu kitab Sirah Nabawiyyah yang penuh wibawa dan ditulis oleh seorang ulama besar berwibawa dengan bahasa sastra yang indah menawan kalbu bagi pecinta junjungan Nabi SAW. yang menceritakan kebesaran serta keagungan perjalanan hidup seorang Insan Kamil Mukammil Utusan Allah yang teragung.

Nama al-Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni Syekh Sayyid Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim, seorang Mufti Syafi`iyyah di Madinah al-Munawwarah. Dia lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal tahun 1766. Al-Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzinj. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul 'Iqd al-Jawahir (Kalung Permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.

Dalam perkembangan berikutnya, pembacaan al-Barzanji dilakukan di berbagai kesempatan sebagai sebuah pengharapan untuk pencapaian sesuatu yang lebih baik. Pada sebagian masyarakat, pembacaan al-Barzanji juga dilakukan bersamaan dengan "diestafetkannya" bayi yang baru dicukur selama satu putaran dalam lingkaran. Sementara baju atau kain orang-orang yang sudah memegang bayi tersebut, kemudian disemprot atau diberi setetes dua tetes minyak wangi.

Di samping itu, upacara mencukur rambut khususnya bagi bayi-bayi yang baru lahir serta memberi nama kepada mereka bahkan majlis khatam al-Quran yang diiringi dengan pembacaan rawi atau al-berzanji dan marhaban.

Sebuah Tradisi yang Perlu Dihidupkan Kembali

Setiap datangnya tanggal 12 Rabiul Awal, biasanya masyarakat Muslim tradisional di masjid-masjid perkampungan, duduk bersimpuh melingkar, lalu seseorang atau beberapa orang membacakan teks al-Barzanji, yang pada bagian tertentu disahuti oleh jamaah lainnya secara bersamaan. Di tengah lingkaran terdapat nasi tumpeng dan makanan kecil lainnya yang dibuat warga setempat secara gotong royong.

Sebenarnya bukan hanya di perkampungan, tetapi di mana saja, setiap tanggal 12 bulan Rabiul Awal hingga sepanjang bulan berikutnya, umat Islam di Indonesia dan di negeri-negeri lainnya di seluruh dunia pada umumnya menyambut hari lahir sang panutan, Nabi Muhammad SAW.

Program-program yang berbentuk keagamaan harus terus ditingkatkan, misalnya al-Barzanji dan marhaban yang sudah biasa dilakukan, di antaranya ketika sambutan Maulidur Rasul yang memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW serta meraikan majlis-majlis perkawinan dan lain sebagainya.

Firman Allah, "Semua kisah para Rasul, Kami ceritakan kepadamu; yaitu kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; telah datang kepadamu kebenaran, pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman." (QS Hud : 120).

Ayat ini memberi pengertian kepada kita, bahwa membaca dan membacakan kisah para Rasul Allah serta mengambil hikmah darinya, dapat meneguhkan iman kita. Dengan demikian, mengadakan peringatan maulid Nabi SAW dengan cara mengungkapkan kembali kisah perjuangannya termasuk manifestasi mengamalkan firman Allah tadi.

Tradisi budaya yang baik ini perlu dilestarikan karena jika tidak, maka suatu saat ini tradisi ini menjadi semakin pudar, sehingga membuat generasi muda Islam beralih kepada hiburan-hiburan dan nyanyian yang jauh dari nila-nilai keislaman dan menjadi tabu dengan ajaran Islam.

Itulah sebabnya, dalam rangka melestarikan budaya ini, LAMR Kota Pekanbaru saat ini kembali menghidupkan tradisi pembacaan marhaban dan al-barzanji dengan melakukan aktivitas rutin bersama grup marhabannya setiap Jum’at malam di kantornya, Jalan Senapelan Pekanbaru. Kelak, di kemudian hari, tradisi ini diharapkan dapat mengkristal dan membudaya sehingga mampu menjadi agenda tahunan Masjid Raya Nur ‘Alam dan dapat dikemas menjadi bagian dari paket wisata religius bagi Kota Bertuah ini.

(Dikutip dari berbagai sumber)


0 komentar:

Posting Komentar

 
Kubah Senapelan © 2008 Design Template by Muhammad Thohiran