Rabu, Oktober 22, 2008

Edisi Juli 2008

Antara Tuan, Tuhan dan Oknum



Dari sudut bahasa, sejarah, maupun keimanan, sebetulnya sebutan Tuhan dan Allah dibedakan pengertiannya. Jika disimak, kalimat syahadat yang pertama dalam bahasa aslinya, yang diterjemahkan sebagai “Tuhan”, adalah “ilah”.


Cerita berubahnya tuan menjadi Tuhan berasal dari lingkungan Nasrani untuk menyebut secara istimewa bagi Isa al-Masih. Dalam Ensiklopedia Populer Gereja, P. Adolf Heuken SJ menyebutkan, arti kata Tuhan ada hubungannya dengan kaya Melayu, tuan, yang berarti atasan/penguasa/pemilik. Maka kata Tuhan menekankan aspek bahwa kita mengekui Dia sebagai Yang Mahatinggi dan Mahakuasa.

Bergesernya tuan menjadi Tuhan, awalnya dipengaruhi oleh lidah Belanda yang menghadapi masalah dalam pengucapan lafaz Melayu ketika mereka hendak menyebut Isa al-Masih sesuai dengan pemahaman Nasrani dalam bahasa Belanda, Heere, yang artinya tidak lebih adalah Tuan, tetapi dimaksudkan punya jangkauan teologis.

Perkataan Tuhan pertama kali bersua dalam bentuk tulisan lewat terjemahan kitab suci Nasrani, Perjanjian Baru, yang dilakukan oleh Melchior Leijdecker ketika ia menjadi pendeta di Tugu (kini Jakarta Utara) pada 1678-1701.

Sebetulnya perkataan ini berasal dari ‘tuan’, tetapi agar terjemahan Melayunya mengandung makna insani dan ilahi, maka sebutan yang ditujukan kepasa Almaseh ini pun dieja dengan menaruh ‘h’.

Sebab, dalam Injil bahasa Belanda, sebutan Almaseh adalah ’heere’, artinya ‘tuan’. Sementara oknum yang artinya pribadi nama, awalnya dimaksudkan sebagai salah satu unsur kepercayaan Nasrani tentang trinitas, yaitu Allah sebagai Bapa, Isa sebagai Anak, dan Roh kudus sebagai Pelindung.

Tapi kini, pemakaian oknum dihubungkan dengan perbuatan menyimpang seseorang dari kaum, lembaga, atau organisasinya.



Disarikan dari Buku
“9 dari 10 Kata bahasa Indonesia adalah Asing” &
"Buku “Bahasa Menunjukkan Bangsa”,
Alif Danya Munsyi, 2005.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Kubah Senapelan © 2008 Design Template by Muhammad Thohiran