Senin, Agustus 17, 2009

Edisi Agustus 2009

Bandar Senapelan,
Suntingan Kisah Negeri Impian
di Hulu Siak
Oleh : Muhammad Thohiran


Bandar Senapelan adalah sebuah tapak tanah di dalam wilayah tradisi dan adat budaya Kerajaan Siak yang mesti dirawat dengan semangat dan suntingan Siak karena sepanjang sejarahnya Senapelan sempat menjadi titian jiwa menuju ke dunia luar di sebelah hulu bagi Siak.

Bersandar pada khazanah budaya lokal puak Batin Senapelan, puak Pebilang Pengambang dan puak Tenayan dalam suntingan kemilau khazanah Siak telah membuat Pekanbaru menjadi geriang sulingan kisah tersendiri yang ingin menghidangkan kedalaman masa lalu dalam riak gelombang kekinian.

Meskipun tak ada cacatan sejarah yang pasti sejak kapan orang Senapelan mulai mengenal upacara adat perkawinan sebagai bagian terpenting dalam tradisinya. Namun, dengan kebijaksanaan Islam, yang kemudian merentas di celah-celah bilik adat yang berakar dari kemilau budaya Kerajaan Siak, telah merekah dalam suatu pahatan indah di atas selasar budaya masyarakat Melayu Pekanbaru.

Tapi, catatan sejarah yang ditulis almarhum Imam Suhil Siak menunjukkan hari Selasa 21 Rajab 1204 H bersempena 23 Juni 1784 M sebagai awal berdirinya Negeri Sakti Rantau Bertuah ini. Kota Pekanbaru yang kala itu dikenal dengan sebutan Bandar Senapelan, terletak di pinggir Sungai Siak. Persisnya di muara sungai-sungai kecil Senapelan, Sungai Sago, Sungai Limau, Sungai Sail, Sungai Tenayan, dan Sungai Air Hitam di kawasan Kampung Dalam, Kampung Baru, Tanjung Rhu, Tampan, Palas, dan Tenayan terus menggeliat.

Bermula ketika Tengku Alamudinsyah dinobatkan sebagai Sultan ke-4 di Kerajaan Siak tahun 1767 dengan gelar Sultan Abdul Jalil Alamudinsyah merasakan tekanan Belanda yang semakin sewenang-wenang dan sangat mempengaruhi pemerintahan yang dipimpinnya maka Sultan Alam pun mengambil keputusan memindahkan pusat Kerajaan Siak dari Mempura ke Bandar Senapelan (Payung Sekaki). Untuk memajukan perdagangan di Senapelan Sultan Alamudinsyah membuat pekan (pasar) di Senapelan mengingat letaknya yang sangat strategis karena berada di persimpangan pusat perdagangan antar daerah di tengah pulau Sumatra.

Cita-cita Sultan Alamudinsah untuk membangun pusat perdagangan tersebut kemudian dilanjutkan oleh putra beliau Sultan Muhamad Ali, karena belum sempat pasar itu berkembang Raja Alam meninggal dunia dan beliau dimakamkan di samping Masjid Raya yang disebut Marhum Bukit. Dengan kerja keras dan berbagai rintangan dibangun kembali pasar (pekan) di sekitar pelabuhan sekarang.

Sejak terbunuhnya Sultan Mahmud Syah II di tahun 1699, daerah-daerah Melayu di seberang Semenanjung yang selama ini berdaulat kepada Kesultanan Johor menjadi terpecah dan akhirnya dikuasai oleh dua kekuatan utama, yaitu Kesultanan Siak Daarussalamul Qiam dan Kesultanan Lingga. Berkat kebijaksanaan Islam yang telah memilih jalan budaya dalam mengembangkan sayap-sayap kerohaniannya di tanah Melayu telah menimbulkan pesona budaya yang begitu kemilau, sehingga telah menempatkan Kerajaan Siak sebagai pilar penyanggah dan pelindung utama adat serta budaya Melayu di pesisir timur Sumatera selain Kesultanan Lingga di Kepulauan Riau.

Kepindahan pusat kerajaan dan pemerintahan Sultan Alamudinsyah ke Senapelan juga berlanjut dengan membawa tradisi, resam, adat istiadat serta hukum Kerajaan Siak dan dipatuhi oleh masyarakat Melayu Pekanbaru di Kampung Senapelan dan sekitarnya. Sebagai pusat kerajaan Siak yang baru, Sultan Alamuddin Syah mendirikan mesjid, istana, balai kerapatan adat, pesanggerahan dan kuburan. Acara-acara tradisional pun berkembang di kawasan kekuasaan Kerajaan Siak ini.

Datuk Bandar Senapelan bersama Dewan Kerajaan, yaitu Datuk Empat Suku (Datuk Pesisir, Datuk Lima Puluh, Datuk Tanah Datar, Datuk Kampar) terus berperan aktif dalam memartabatkan budaya Melayu. Peran ketua adat, orang tua-tua, ulama, imam dan orang patut pun memancarkan cahaya kemilau dalam memberikan nasehat Tunjuk Ajar.

Tradisi adat pun dianjung dan disanjung. Nilai-nilai tunjuk ajar Melayu yang handal telah dapat mengekalkan jati diri kemelayuan masyarakat Pekanbaru. Meneduhkan siapa saja yang bernaung di bawahnya dalam payung yang bermarwah yang disebut “Payung Panji Adat”.


Dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar

 
Kubah Senapelan © 2008 Design Template by Muhammad Thohiran